Tidak diragukan lagi, dalam menjalani kehidupan ini kita terkadang ditimpa hal-hal yang tidak mengenakkan. Datang masalah demi masalah. Hidup menjadi terasa sempit, rasa sesak pun memenuhi dada, tak jarang kita seolah berada di jalan yang buntu.
Lantas bagaimana solusinya?
Di antara solusinya adalah dengan memohon ampunan kepada Allah ta’ala atas dosa-dosa yang telah kita perbuat dan atas kelalaian kita sebagai hambaNya.
يُؤْثَرُ عن الحسن البصري تحملته «أن رجلا شكى إليه الجدب، فقال: استغفر الله وشكى إليه آخر الفقر فقال: استغفر الله، وشكى إليه آخر جفاف بستانه فقال: استغفر الله وشكى إليه آخر عدم الولد فقال: استغفر الله ثم تلا عليهم هذه الآية
Diriwayatkan dari Al Hasan Al Bashri bahwa ada seorang lelaki mengadu kepadanya terkait musim kemarau yang menimpa, maka beliau pun menjawab: “Beristighfarlah kepada Allah.”
Dan mengadu kepadanya seorang yang lain tentang kemiskinan, beliau pun menjawab: “Beristighfarlah kepada Allah.”
Kemudian mengadu lagi yang lain, perihal kebunnya yang ditimpa kekeringan, beliau pun menjawab: “Beristighfarlah kepada Allah.”
Lalu mengadu kembali yang lain karena tidak memiliki keturunan, beliau pun menjawab: “Beristighfarlah kepada Allah.”
Kemudian beliau membacakan ayat ini kepada mereka,
فَقُلْتُ ٱسْتَغْفِرُوا۟ رَبَّكُمْ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارًا * يُرْسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا * وَيُمْدِدْكُم بِأَمْوَٰلٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّٰتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَٰرًا
“Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12) (Fathul Bari’ 11/98)
Ini menunjukkan faedah yang agung dan manfaat yang besar yang didapatkan oleh orang-orang yang gemar beristighfar, memohon ampunan kepada Allah ta’ala.
Istighfar membuat hidup menjadi lebih mudah, melapangkan dada dan mendatangkan berbagai kenikmatan. Allah ta’ala berfirman,
وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعاً حَسَناً إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى
“Dan hendaklah kamu meminta ampun [istighfar] kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan.” (QS. Hud: 3)
Syaikh Muhammad Amin As-Syinqiti berkata menafsirkan ayat ini,
وَالظَّاهِرُ أَنَّ الْمُرَادَ بِالْمَتَاعِ الْحَسَنِ: سَعَةُ الرِّزْقِ، وَرَغَدُ الْعَيْشِ، وَالْعَافِيَةُ فِي الدُّنْيَا، وَأَنَّ الْمُرَادَ بِالْأَجَلِ الْمُسَمَّى: الْمَوْتُ
“Pendapat terkuat tentang yang dimaksud dengan kenikmatan adalah rezeki yang melimpah, kehidupan yang lapang dan keselamatan di dunia dan yang dimaksud dengan waktu yang ditentukan adalah kematian.” (Adhwa’ul Bayan 2/170, Darul Fikr, Libanon, 1415 H, Asy-Syamilah
Baca juga: Bahagia dengan Istighfar
Keutamaan Istighfar di Akhirat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
طُوْبَى ِلمَنْ وَجَدَ فِي صَحِيْفَتِهِ اسْتِغْفَارًا كَثِيْرًا
“Sungguh beruntung seseorang yang mendapati pada catatan amalnya istighfar yang banyak” (HR. Ibnu Majah, no 3818 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Sahih Al Jami’ no. 3825)
طُوبى مَعْناها: أنَّ لَهم مَزيدَ نَعيمٍ وفرَحٍ بالجنَّةِ، وقيل: هو اسمٌ للجَنَّةِ، وقيل: هو اسمٌ للشَّجرةِ في الجنَّةِ
Tuuba (طُوْبَى) maksudnya baginya tambahan kenikmatan dan kegembiraan di surga. Ada juga yang mengatakan ia adalah salah satu nama Surga, ada juga yang mengatakan ia adalah nama pohon di surga.
Kedudukan Istighfar
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan tentang tingginya kedudukan istighfar:
يُخرج العبد من الفعل المكروه إلى الفعل المحبوب، ومن العمل الناقص إلى العمل التام، ويرفع العبد من المقام الأدنى إلى الأعلى منه والأكمل، فإنَّ العابد الله، والعارف بالله في كلِّ يوم، بل في كل ساعة، بل في كل لحظة يزداد علماً بالله وبصيرةً في دينه وعبوديته، بحيث يجد ذلك في طعامه وشرابه ونومه ويقظته وقوله وفعله، ويرى تقصيره في حضورِ قلبه في المقامات العالية وإعطائها حقها، فهو يحتاج إلى الاستغفار آناء الليل وأطراف النهار، بل هو مضطَرٌ إليه دائماً في الأقوال والأحوال، في الغوائب والمشاهد؛ لما فيه من المصالح وجلب الخيرات ودفع المضرات، وطلب الزيادة في القوة في الأعمال القلبية والبدنية
اليقينية الإيمانية
“Istighfar itu mengeluarkan seorang hamba dari perbuatan yang dibenci menuju perbuatan yang disukai, dari amalan yang kurang menuju amal yang sempurna.
Istighfar juga mengangkat seorang hamba dari posisi yang rendah menuju posisi yang tinggi dan sempurna.
Karena seorang yang beribadah kepada Allah, ia mengenal Allah pada setiap harinya, bahkan setiap waktunya, bahkan setiap kedipan matanya, bertambah ilmunya tentang Allah dan bashirah terhadap agama dan penghambaannya.
Sebab itu, penghambannya nampak ketika ia sedang menyantap makanan nya, ketika minum, ketika istirahat maupun terjaga, dan nampak pada perkataan dan perbuatannya.
Dan ia melihat kekurangannya dalam menghadirkan hati di saat menegakkan amal-amal yang mulia dan kekurangannya dalam memberikan hak-haknya
Maka seorang hamba senantiasa butuh kepada istighfar, siang dan malam, bahkan kebutuhannya sangat mendesak, pada setiap ucapan dan keadaannya, dalam keadaan sendiri ataupun di depan orang banyak.
Karena dalam istighfar terdapat maslahat, dan menghadirkan banyak kebaikan serta mencegah berbagai keburukan.
Melalui istighfar seseorang mengharapkan tambahan kekuatan dalam amalan hati, fisik, serta tambahan dalam keyakinan dan keimanan.” (Majmu’ Fatawa 11/696)
Baca juga: 10 Dampak Buruk Dosa (Bagian 1)
—
Penulis: Annisa Auraliansa
Referensi:
- Syarhu Hadits Sayyidil Istighfar karya Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al Badr
- Kajian Syarah Hadits Sayyidil Istighfar, Ustadz Aris Munandar, diakses dari https://www.youtube.com/live/RPFaKX_vDTY?si=4M_719Iwfhn3lrC2
- dr. Raehanul Bahraen, M.Sc, Sp.PK, Istighfar vs Jejaring Sosial, diakses dari https://muslim.or.id/10407-istighfar-vs-jejaring-sosial-2.html
- https://dorar.net/hadith/sharh/86350
Artikel Muslimah.or.id