Salah satu tugas para nabi dan rasul adalah sebagai pembawa kabar gembira dan peringatan untuk umat manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ ۖ فَمَنْ آمَنَ وَأَصْلَحَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. Barang siapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.” (QS. Al-An’am : 48)
Berdasarkan Tafsir Jalalain, surat Al-An’am ayat ke-48 (Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberi kabar gembira) menjelaskan tentang surga bagi orang yang beriman, (dan memberi peringatan) yaitu, bagi orang yang kafir dengan adanya siksaan neraka. (Siapa yang beriman) yaitu, kepada rasul-rasul itu (dan mengadakan perbaikan) yaitu, terhadap amal perbuatannya (maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati) yaitu, di akhirat kelak.
Fitrah manusia sebagai hamba yang bertauhid tentunya berkaitan erat dengan perintah beribadah kepada Allah Ta’ala dengan ikhlas dan ittiba’ kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِّنكُمْ وَأَنتُم مُّعْرِضُونَ
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): ‘Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuatlah baik kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebagian kecil dari pada kamu, dan kamu selalu berpaling.’” (QS. Al-Baqarah : 83)
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ إِنِّي عَلَىٰ بَيِّنَةٍ مِّن رَّبِّي وَكَذَّبْتُم بِهِ ۚ مَا عِندِي مَا تَسْتَعْجِلُونَ بِهِ ۚ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ ۖ يَقُصُّ الْحَقَّ ۖ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al-Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.”’ (QS. Al-An’am : 57)
Berdasarkan Tafsir Jalalain surat Al-An’am ayat ke-57 menjelaskan bahwa (Katakanlah, “Sesungguhnya aku berada di atas hujjah) yaitu, penjelasan yang nyata (dari Tuhanku dan) ternyata (kamu mendustakannya) mendustakan Tuhanku karena kamu telah menyekutukan-Nya. (Tidak ada padaku apa yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya) yaitu, berupa azab. (Tidak lain) tiada lain (menetapkan hukum itu) dalam masalah tersebut dan masalah-masalah lainnya (hanyalah hak Allah. Dia memutuskan) menentukan (yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik.”)
Baca juga: Tauhid Adalah Inti Dakwah Seluruh Nabi Dan Rasul
Allah Ta’ala berfirman,
بَلَىٰ مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِندَ رَبِّهِ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“(Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah : 112)
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۗ وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” (QS. An-Nisa`: 125)
Berdasarkan Tafsir Jalalain surat An-Nisa` ayat ke-125 menjelaskan bahwa (Dan siapakah) maksudnya tidak seorang pun (yang lebih baik agamanya dari pada orang yang menyerahkan dirinya) artinya ia tunduk dan ikhlas dalam beramal (karena Allah, sedangkan dia berbuat kebaikan) yaitu, bertauhid (serta mengikuti agama Ibrahim) yang sesuai dengan agama Islam (yang lurus) menjadi hal yang arti asalnya jalan condong, maksudnya condong kepada agama yang lurus dan meninggalkan agama lainnya. (Dan Allah mengambil Ibrahim sebagai kesayangan-Nya) yang disayangi-Nya secara tulus dan murni.
Ketika di alam arwah, jiwa manusia sudah membuat persaksian kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Tuhan yang tidak ada Ilah yang berhak disembah selain-Nya. Ketauhidan sebagaimana fitrah manusia tidak bisa terlepas dari pengesaan secara mutlak dan meniadakan sekutu bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus para nabi dan rasul untuk membimbing manusia bagaimana beribadah kepada Allah Ta’ala. Sebagaimana syarat diterimanya amalan tentu harus dilaksanakan dengan ikhlas dan ittiba’ kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semoga Allah mewafatkan kita dan umat mukmin di atas fitrah yaitu, hamba Allah yang bertauhid. Aamin ya mujibas sa`ilin.
Allahu a’lam.
Kembali ke bagian 1: Ketauhidan Sesuai dengan Fitrah Manusia (Bag. 1)
—
Penulis: Retno Utami
Sumber:
- Al-Qur’an.
http://quran.ksu.edu.sa/index.php?aya - Idris, Muhammad. (2022). “Anak terlahir dari orang tua kafir apakah uzurnya diterima” diakses dari https://muslim.or.id/72914-anak-terlahir-dari-orang-tua-kafir-apakah-uzurnya-diterima.html
Artikel Muslimah.or.id