Dalam bahasan akidah, diantara pembatal keislaman adalah menghinakan Al Qur’an. Misalnya orang yang menghina mushaf Al Qur’an dengan sengaja maka ulama ijma ia kafir. Imam An Nawawi juga berkata:
أجمع المسلمون على وجوب صيانة المصحف واحترامه قال أصحابنا وغيرهم ولو ألقاه مسلم في القاذورة والعياذ بالله تعالى صار الملقي كافرا
“Kaum Muslimin sepakat tentang wajibnya menjaga mushaf Al Qur’an dan wajib memuliakannya. Para ulama madzhab kami (Syafi’i) dan yang selain mereka mengatakan: kalau ada seorang Muslim sengaja melempar Al Qur’an ke tempat yang menjijikan, wal’iyyadzubillah ta’ala, maka ia kafir” (At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an, 190).
Nah, “kafir” di sini dalam bahasan akidah, lalu apakah ini sama dengan “kafir” dalam fikih?
Jawabannya: sama. Sehingga orang ini tidak boleh menikah dengan wanita Muslimah, tidak boleh menjadi wali anaknya, tidak mendapat warisan atau mewarisi, ibadahnya tidak sah, dan seterusnya yang menjadi konsekuensi orang kafir.
Dalam bahasan fikih, Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
لا يرِثُ المسلمُ الكافرَ ولا الكافِرُ المُسْلِمَ
“Muslim tidak memberikan harta waris kepada orang kafir, dan orang kafir tidak memberikan harta waris kepada Muslim” (HR. Bukhari – Muslim).
Istilah “kafir” dalam hadits ini apakah sama dengan “kafir” dalam akidah yaitu orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?
Jawabannya: sama. Sehingga kalau ia bersyahadat maka ia mendapat waris atau mewariskan.
Lalu adakah orang yang “kafir” dalam fikih namun ia bukan “kafir” dalam akidah? Atau orang yang “kafir” secara akidah namun belum “kafir” dalam fikih? Tidak tergambar dalam benak kami ada yang demikian.
Maka, “kafir” dalam akidah dan fikih itu hal yang sama. Tidak bisa dibedakan. Dan fikih adalah muqtadha (konsekuensi) dari akidah. Ibnul Qayyim mengatakan:
وإما أمر ونهي وإلزام بطاعته وأمره ونهيه فهو حقوق التوحيد ومكملاته
“Diantara isi Al Qur’an adalah perintah dan larangan, serta pewajiban untuk taat kepada Allah. Perintah dan larangan ini adalah hak-hak tauhid dan penyempurnanya” (Madarijus Salikin, 3/450).
Maka aneh, jika ada yang membedakan antara “kafir” antara fikih dan akidah. Wallahu a’lam.
***
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslimah.or.id