LDR atau Long Distance Relationship (hubungan jarak jauh), yaitu antara suami dan istri tidak tinggal bersama dan dipisahkan oleh jarak. Seandainya bisa, sebaiknya jangan LDR-an.
Dari Fathimah bintu Qais radhiallahu’anha, ia berkata:
أتيت النبي صلى الله عليه وسلم، فقلت: إن أبا الجهم ومعاوية خطباني؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أما معاوية، فصعلوك لا مال له ، وأما أبوالجهم، فلا يضع العصا عن عاتقه
“Aku datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu aku berkata, “Sesungguhnya Abul Jahm dan Mu’awiyah telah melamarku”. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Adapun Mu’awiyah adalah orang fakir, ia tidak mempunyai harta. Adapun Abul Jahm, ia tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya”” (HR. Muslim no.1480).
Dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak merekomendasikan Abul Jahm kepada Fathimah bintu Qais, karena Abul Jahm tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya.
Ada dua makna dari “tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya” sebagaimana penjelasan Imam An Nawawi rahimahullah:
قوله صلى الله عليه وسلم : أما أبو الجهم فلا يضع العصا عن عاتقه ، فيه تأويلان مشهوران أحدهما أنه كثير الأسفار ، والثاني أنه كثير الضرب للنساء
“Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam [Adapun Abul Jahm, ia tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya] ada dua tafsiran yang masyhur dari para ulama: pertama, maknanya ia sering pergi safar. Kedua, ia sering memukul wanita” (Syarah Shahih Muslim, 10/74).
Maka, berdasarkan tafsiran yang pertama dari makna ucapan hadits ini, menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak merekomendasikan Fathimah bintu Qais untuk menikah dengan lelaki yang akan sering meninggalkannya untuk bersafar.
Demikian juga Allah ta’ala berfirman:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ
“Dihalalkan bagi kalian untuk melakukan hubungan intim dengan istri kalian di malam bulan Ramadhan. Mereka adalah pakaian bagi kalian, dan kalian adalah pakaian bagi istri kalian” (QS. Al Baqarah: 187).
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ini:
وحاصله أن الرجل والمرأة كل منهما يخالط الآخر ويماسه ويضاجعه
“Kesimpulannya, suami dan istri hendaknya mereka berdua bercampur dengan lainnya, saling bersentuhan dan tidur seranjang” (Tafsir Ibnu Katsir).
Apa yang disebutkan oleh ayat dan dijelaskan maknanya oleh Ibnu Katsir tersebut tidak akan terjadi jika suami-istri saling berjauhan dan tidak tinggal seatap serta tidak tidur seranjang.
Oleh karena itu, sebisa mungkin, suami istri itu hendaknya tinggal bersama dan tidak berpisah tempat tinggal. Karena ini yang lebih sesuai dengan perintah Al Qur’an dan Sunnah, serta lebih melanggengkan rumah tangga juga masing-masing suami dan istri lebih dapat menjalankan tugas-tugas dan kewajibannya dengan sempurna.
Semoga Allah memberi taufik.
***
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslimah.or.id