Mukmin yang bersih fitrahnya dan lurus pemahaman Islamnya tentunya akan mencintai Allah Ta’ala. Bukan sekedar teori, namun kecintaan yang dilandasi iman dan ilmu syariat, sebagaimana petunjuk Islam. Mukmin yang melabuhkan cintanya kepada Allah Ta’ala akan merasakan kebahagiaan hakiki, sebuah kenikmatan yang paling nikmat.
Puncak kenikmatan sejati
Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab al-Wabilush Shayyib (hlm. 64-65) menuliskan: “Cinta, mengenal, senantiasa mengingat Allah, merasa tenteram lagi damai di sisi Allah, dan mengesakan-Nya dengan rasa cinta, takut, harap, tawakal dan perbuatan, sehingga hanya Allah Ta’ala yang menguasai hasrat dan tekadnya adalah surga kehidupan dunia dan kenikmatan yang tara.”
Beliau juga mengatakan: “Seandainya para raja dan putra-putrinya mengetahui kebahagiaan yang sedang kita alami, niscaya mereka akan memerangi kita (karena) ingin memperebutkannya.” Dan yang lain berkata: “Betapa kasihannya para pengejar kekayaan dunia, mereka mati meninggalkan kehidupan dunia, tetapi tidak pernah merasakan kenikmatan dunia yang paling nikmat. Maka ada orang yang bertanya kepadanya: “Kenikmatan dunia apakah yang paling nikmat?” Ia menjawab: “Rasa cinta kepada Allah Ta‘ala, mengenal-Nya, dan senantiasa mengingat-Nya.”
Bukti mencintai Allah Ta‘ala
Bukti bahwa seseorang mencintai Allah dan sekaligus indikasi bahwa seseorang meraih cinta Allah Ta‘ala adalah mencintai dan mengikuti Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta‘ala berfirman:
(???? ???? ???????? ?????????? ??????? ?????????????? ???????????? ??????? ?????????? ?????? ??????????? ? ????????? ??????? ???????)
“Katakanlah: “Jika engkau (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.”” (QS. Ali -‘Imran : 31)
Syaikh Shalih Fauzan al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan: “Dalam ayat ini ada penjelasan tentang bukti cinta kepada Allah, manfaat, dan buahnya. Bukti dan tanda cinta kepada Allah adalah mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Manfaat cinta kepada Allah serta buahnya adalah mendapatkan kecintaan dari Allah, rahmat-Nya, serta ampunan-Nya.” (Al-Irsyad ila Shahihil I’tiqad, hlm. 55)
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Di antara perkara yang hendaknya dipahami, bahwa Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (yang artinya) : “(Katakanlah (wahai Rasul), “ Jika engkau mencintai Allah ‘Azza wa Jalla maka ikutilah aku (Rasul), niscaya Allah ‘Azza wa Jalla akan mencintaimu.” Sebagian salaf berkata : “Pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ada suatu kaum yang mengaku-aku bahwa mereka mencintai Allah. Maka Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan ayat ini: “Katakanlah (wahai Rasul) jika engkau mencintai Allah ‘Azza wa Jalla maka ikutilah aku (Rasul), niscaya Allah ‘Azza wa Jalla akan mencintaimu.” Allah ‘Azza wa Jalla menjelaskan bahwa kecintaan kepada-Nya menuntut ittiba’ (mengikuti) kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan ittiba’ kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebabkan kecintaan Allah ‘Azza wa Jalla kepada hamba. Dan ini adalah ujian yang mengaku mencintai Allah ‘Azza wa Jalla. Karena di dalam masalah ini telah banyak pengakuan dan kesamaran.” (Majmu’ Al-Fatawa, 10/81)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Ayat ini menjadi dalil bahwa setiap orang yang mengaku mencintai Allah ‘Azza wa Jalla, tetapi dia tidak berada di atas jalan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia telah berdusta dalam pengakuannya, sampai dia mengikuti syariat dan agama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatannya.” (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim , I/358)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Kekokohan cinta kepada Allah ‘Azza wa Jalla hanyalah dengan mengikuti Rasul di dalam perbuatan, perkataan, dan akhlak beliau. Maka munculnya kecintaan ini, kekokohan dan, kekuatannya sesuai dengan ittiba’ ini. Dan kekurangan hal ini sesuai dengan berkurangnya hal ini.” (Madarijus Salikin, 3/37)
Semoga kita diberi kekuatan iman agar dapat mengekspresikan kecintaan kepada Allah Ta’ala, diberi kegigihan dalam mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam ibadah, akhlak dan, muamalah. Mukmin sejati adalah pribadi memesona yang berpegang teguh pada jalan Allah dan Rasul-Nya.
Wallahu a’lam.
Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa
Referensi:
1. Kebangkitan Paham Abu Jahal, Ustadz Muhamad Arifin bin Badri, Pustaka Darul Ilmi, Jakarta, 2007.
2. Majalah El-Fata edisi 07. Vol. 15. 2015.
3. Majalah El-Fata edisi 09. Vol . 16. 2016.
4. Majalah El-Fata edisi 12. Vol 19. 2019.