Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah pernah ditanya, “Apakah perbedaan diantara empat madzhab (yang ada)? Apakah ada madzhab yang tingkatannya lebih baik dari madzhab lainnya?”.
Beliau rahimahullah menjawab: “Dalam empat madzhab tersebut, semua menginginkan kebenaran. Syafi’iyyah, Malikiyyah, Hambaliyyah dan Hanafiyyah semua merupakan madzhab dalam mengikuti kebenaran, dengan mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah. Namun sebagian pengikutnya memiliki cela berupa ta’ashub (fanatik buta). Pun dengan madzhab Adz Dzahiriyyah, merupakan madzhab kelima yang dikenal. Disana ada madzhab lainnya seperti, Al Jaririyyah (pengikut Ibnu Jarir), Al-Laitsiyyah (pengikut Al Laits bin Sa’ad), Ats Tsauriyyah yang merupakan pengikut Imam Ats Tsauriy, pun dengan Ar-Rahawaiyyah (para pengikut Imam Ishaq bin Rahawaih), namun paham yang mengikutinya telah punah. Hal yang terpenting adalah mereka mengikuti kebenaran. Mereka memiliki satu dua bahkan tiga perbedaan yang terkenal di dunia ini. Dan mereka mempunyai ulama dan pengikut, dan madzhab tersebut terkenal dengan pandangan berbeda dalam lebih dari dua masalah atau lebih. Pendapat mereka bisa jadi tidak sama dengan pendapat saudaranya yang lain karena perbedaan dalam interpretasi dalil yang ada dan umumnya terjadi dalam permasalahan dalam cabang bukan dalam permasalahan yang pokok.
Namun yang menjadi aib dari seseorang pengikut madzhab adalah dia fanatik terhadap sesuatu yang batil tanpa memperhatikan kebenaran. Inilah yang menjadi keburukan bagi sebagian orang, karena semua madzhab dikenal memilki tujuan dalam mengikuti kebenaran Al-Qur’an dan As-Sunnah serta menganjurkan untuk mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah serta bersikukuh dengan semua yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam” (Sumber: https://binbaz.org.sa/Fatwa5/979).
Para imam madzhab sangat gigih dalam mendakwahkan kebenaran dengan mengacu pada petunjuk Allah ‘Azza wa Jalla dan mengagungkan sunnah Nabi-Nya. Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit (80-150H) berkata: “Tidak halal bagi siapa saja yang mengambil pendapat kami kalau tidak tahu sumbernya, baik dari Al-Qur’an, As-Sunnah, ijma’ atau qiyas jaliy (terang)” (Iqadz Himmah Ulil Abshar al-Fulani, hal.75 dan Sifat Shalat Nabi, Syaikh Al-Albani, hal 48).
Demikian pula Imam Malik bin Anas (92-179H), beliau berkata: “Saya hanyalah seorang manusia terkadang salah, terkadang benar. Oleh karena itu telitilah pendapat bila sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, ambillah dan bila tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah tinggalkanlah” (Risalah Imam Malik Ila Al Laits bin Sa’ad Fil Hats Ala Ittibail Kitab Was Sunnah hal. 14).
Sedangkan imam ketiga yakni Muhammad bin Idris As-Syafi’i (150-205), beliau berkata: “Tidak pernah saya mendengar seorang ulama yang menisbatkan dirinya kepada ilmu melainkan pasti mewajibkan untuk mengikuti perintah Rasulullah dan tunduk patuh terhadap putusan hukumnya, karena Allah mengharuskan setiap orang yang mengikutinya maka tidak ada kelaziman untuk mengikuti ucapan siapapun kecuali bila bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Adapun ucapan selain dari keduanya harus mengikutinya” (Manaqib Asy Syafi’i, al-Baihaqi, [I/475]).
Dan imam Ahmad bin Hambal (164-241) adalah sosok yang teguh dalam membela kebenaran. Sunnah. Beliau berkata: “Janganlah engkau taqlid kepadaku atau kepada Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, tetapi ambillah dari sumbernya mereka mengambil” (Al-I’lamul Muwaqqi’in [II/302], dan Ahmad bin Hambal Hayatuhu Wa Ara’uhu Wa Fiqhu, Muhammad Abu Zahrah, Darul Fikri al-Araby, hal. 165).
Demikianlah para imam madzhab sepakat bahwa kebenaran adalah dengan menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman dalam berilmu dan beramal shalih. Inilah jalan keselamatan sejati yang mengantarkan pada keridhaan Allah ‘Azza wa Jalla. Inilah prinsip dalam beragama agar tidak tersesat. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Agama kaum muslimin dibangun atas dasar mengikuti kitab Allah, sunnah Rasul-Nya, dan kesepakatan para imam (ijma’)” (Majmu’ul Fatawa, Ibnu Taimiyyah, XX:164).
Wallahu a’lam.
Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa
Referensi:
1. Ensiklopedi penghujatan terhadap sunah, Zaenal Abidin Syamsuddin, Pustaka Imam Abu Hanifah, Jakarta. 2008
2. El-Fata edisi 05/ Vol.19. 2019