Sebagian orang menyatakan bahwa memakai jilbab itu tidak wajib, yang wajib adalah menutup aurat. Pernyataan ini muncul karena tidak paham definisi jilbab. Allah ta’ala menyebut istilah jilbab dalam firman-Nya:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin agar hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka…” (QS. Al Ahzab: 59).
Dalam ayat ini Allah perintahkan menjulurkan jilbab dengan menggunakan ??????????? (‘alaihinna), kata ganti “hunna” merujuk pada keseluruhan bagian dari istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin. Bukan hanya kepala saja.
Maka sebagian ulama mendefinisikan jilbab adalah keseluruhan pakaian wanita yang menutup dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Dalam kitab Fathul Qadir, Asy Syaukani membawakan beberapa penjelasan ulama mengenai jilbab,
قَالَ الْجَوْهَرِيُّ: الْجِلْبَابُ: الْمِلْحَفَةُ، وَقِيلَ: الْقِنَاعُ، وَقِيلَ: هُوَ ثَوْبٌ يَسْتُرُ جَمِيعَ بَدَنِ الْمَرْأَةِ، كَمَا ثَبَتَ فِي الصَّحِيحِ مِنْ حَدِيثِ أُمِّ عَطِيَّةَ أَنَّهَا قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِحْدَانَا لَا يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ، فَقَالَ: «لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا» قَالَ الْوَاحِدِيُّ: قَالَ الْمُفَسِّرُونَ: يُغَطِّينَ وجوههنّ ورؤوسهنّ إِلَّا عَيْنًا وَاحِدَةً، فَيُعْلَمُ أَنَّهُنَّ حَرَائِرُ فَلَا يعرض لهن بِأَذًى. وَقَالَ الْحَسَنُ: تُغَطِّي نِصْفَ وَجْهِهَا. وَقَالَ قَتَادَةُ: تَلْوِيهِ فَوْقَ الْجَبِينِ وَتَشُدُّهُ ثُمَّ تَعْطِفُهُ عَلَى الْأَنْفِ وَإِنْ ظَهَرَتْ عَيْنَاهَا لَكِنَّهُ يَسْتُرُ الصَّدْرَ وَمُعْظَمَ الْوَجْهِ
* Al Jauhari mengatakan, jilbab adalah milhafah (kain yang sangat lebar).
* Sebagian ulama mengatakan, jilbab adalah al qina’ (sejenis kerudung untuk menutupi kepala dan wajah).
* Sebagian ulama mengatakan, jilbab adalah pakaian yang menutupi SELURUH TUBUH WANITA. Sebagaimana dalam hadits shahih, dari hadits Ummu Athiyyah, bahwa ia mengatakan: ‘Wahai Rasulullah, diantara kami ada yang tidak memiliki jilbab’. Lalu Rasulullah menjawab: ‘Hendaknya ada dari kalian yang menutupi saudarinya dengan jilbabnya‘.
* Al Wahidi mengatakan: ‘menurut para ulama tafsir jilbab digunakan untuk menutupi wajah dan kepala mereka kecuali satu matanya saja, sehingga diketahui mereka adalah wanita merdeka sehingga tidak diganggu orang’.
* Al Hasan mengatakan: ‘jilbab digunakan untuk menutupi setengah wajah wanita’.
* Qatadah mengatakan: ‘jilbab itu menutupi dengan kencang bagian kening, dan menutupi dengan ringan bagian hidung. Walaupun matanya tetap terlihat, namun jilbab itu menutupi dada dan mayoritas wajah’” (Fathul Qadir, 4/350).
Memang benar, sebagian ulama mendefinisikan jilbab sebagai kain yang menutupi bagian atas. Ibnu Katsir mengatakan:
وَالْجِلْبَابُ هُوَ: الرِّدَاءُ فَوْقَ الْخِمَارِ. قَالَهُ ابْنُ مَسْعُودٍ، وَعُبَيْدَةُ، وَقَتَادَةُ، وَالْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ، وَسَعِيدُ بْنُ جُبَيْرٍ، وَإِبْرَاهِيمُ النَّخَعِيُّ، وَعَطَاءٌ الْخُرَاسَانِيُّ، وَغَيْرُ وَاحِدٍ. وَهُوَ بِمَنْزِلَةِ الْإِزَارِ الْيَوْمَ
“Jilbab adalah rida‘ (selendang untuk menutupi bagian atas) yang dipakai di atas khimar. Ini adalah pendapat Ibnu Mas’ud, Ubaidah, Qatadah, Al Hasan Al Bashri, Sa’id bin Jubair, Ibrahim An Nakha’i, Atha’ Al Khurasani, dan selain mereka. Dan menurut definisi ini maka jilbab itu sebagaimana izaar di zaman sekarang” (Tafsir Ibni Katsir, 6/481).
As Sa’di menjelaskan:
وهن اللاتي يكن فوق الثياب من ملحفة وخمار ورداء ونحوه، أي: يغطين بها، وجوههن وصدورهن
“Jilbab adalah yang dipakai di atas pakaian, baik berupa milhafah, khimar, rida’ atau semacamnya, yang dipakai untuk menutupi wajah dan dada mereka” (Taisir Karimirrahman, 671).
Andaikan kita mengambil definisi ini maka tetap saja jilbab itu wajib, karena bagian atas wanita (rambut, leher, pundak, dada) itu adalah aurat yang wajib ditutup.
Dan semua yang dipakai untuk menutupi bagian atas wanita, apapun bahannya dan bentuknya, itu disebut jilbab.
Dan wajibnya berjilbab itu tidak dibatasi tempat, baik di rumah atau di luar rumah, selama ada lelaki ajnabi (yang bukan mahram), wajib berjilbab. Asy-Syarwani berkata,
جَمِيْعُ بَدَنِهَا حَتَّى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ عَلَى الْمُعْتَمَدِ: وَعَوْرَةُ بِالنِّسْبَةِ لِنَظْرِ الْأَجَانِبِ إِلَيْهَا
“Aurat wanita terhadap pandangan lelaki ajnabi, yaitu seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad.” (Hasyiah asy-Syarwani ‘ala Tuhfatul Muhtaaj, 2/112)
Maka kesimpulannya, memakai jilbab itu wajib bagi wanita secara mutlak di depan lelaki ajnabi (yang bukan mahram).
Wallahu a’lam.
***
Penulis: Ustadz Yulian Purnama
Artikel Muslimah.or.id
Sepertinya penulis yang gagal paham dengan pemaknaan jilbab dan جلباب
Inti dari jalabib adalah menutupi aurot. Dan menutupi aurot tentu tidak harus dengan jalabib.
Sebelum memberi tanggapan terhadap pernyataan orang lain, sebaiknya pelajari dulu bahasa arab dengan melihat pemahamannya menurut lisan arab bukan dari bahasa indonesia yang di arab arabkan.
Coba anda baca kembali penjelasan para ulama yang sudah disampaikan di atas. Kami tidak pakai terjemahan sebagai acuan.
Kalau jilbab itu artinya “penutup badan bagian atas”, maka benda apapun atau kain apapun yang menutup bagian atas ya itu disebut jilbab.
Kalau jilbab itu artinya “yang menutupi seluruh aurat”, maka semua pakaian yang dipakai oleh wanita untuk menutupi aurat ya itu disebut jilbab.
Jadi ngga benar perkataan, “menutup aurat tidak harus dengan jilbab”, karena justru apapun yang digunakan untuk menutup aurat itu semua disebut jilbab.
Semoga diberi kepahaman.