Baca seri sebelumnya: Kaidah-Kaidah Memahami Hakikat Istiqomah (Bag. 4)
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Semoga selawat dan salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, dan sahabatnya. Wa ba’du.
Alhamdulillah. kami dapat kembali melanjutkan kembali serial artikel kaidah-kaidah memahami hakikat istiqomah.
Kaidah ketujuh: Tidak menggantungkan keistiqomahan pada amal pribadinya
Seseorang yang telah mencapai istiqomah tidak boleh tertipu dengan banyaknya amal saleh dan ketaatan yang ia lakukan. Karena sejatinya, seseorang masuk ke dalam surga bukan karena banyaknya amal saleh dan ketaatan, melainkan karena rahmat Allah kepadanya.
فَإِنَّهُ لا يُدْخِلُ أَحَدًا الجَنَّةَ عَمَلُهُ
“Tidak ada seorangpun yang masuk surga karena amalnya.”
قَالُوا: وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟
Para sahabat menanggapi, “Tidak juga engkau, wahai Rasulullaah?”
قَالَ: وَلا أَنَا، إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللَّهُ بِمَغْفِرَةٍ وَرَحْمَةٍ
Beliau menjawab, “Tidak pula diriku, hanya saja Allah telah menutupnya dengan ampunan dan rahmat-Nya.” (HR. Bukhari no. 6467)
Adapun amal saleh yang ia lakukan sebagai sebab datangnya rahmat Allah, sedangkan rahmat Allah tidak mungkin diberikan kepada orang yang hatinya ujub dan lalai dari kekhawatiran akan diterima atau tidaknya amalan.
Kaidah kedelapan: Buah keistiqomahan di dunia adalah istiqomah di atas shirat pada hari kiamat
Ash-shirat adalah adalah jembatan yang terbentang di punggung neraka jahanam. Seluruh manusia akan melewati jembatan ini. Keadaan dan kemampuan manusia ketika melewati ash-shirat bertingkat-tingkat sesuai dengan tingkat keistiqomahan mereka di dunia di atas jalan Allah Ta’ala. Ada yang melewati shirat secepat kilat, seperti hembusan angin, ada yang berlari, berjalan, merangkak, bahkan ada yang terjerembab dan terhentak ke neraka jahanam. Semua kondisi tersebut menggambarkan keistiqomahan mereka di dunia.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَن جَاء بِالسَّيِّئَةِ فَكُبَّتْ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ هَلْ تُجْزَوْنَ إِلَّا مَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan barangsiapa yang membawa kejahatan, maka disungkurkanlah muka mereka ke dalam neraka. Tidaklah kalian dibalas kecuali karena apa yang dulu kalian lakukan.” (QS. An-Naml: 90)
Kaidah kesembilan: Syubhat dan syahwat adalah dua penghalang istiqomah
Syubhat merupakan kerancuan pemikiran dalam beragama sehingga terjadi penyimpangan, sedangkan istiqomah menuntut untuk komitmen di atas cara beragama yang benar. Syubhat dapat diobati dengan menuntut ilmu agama berdasarkan al-Qur’an dan sunnah serta memahaminya dengan pemahaman salafus shalih.
Sedangkan syahwat adalah berbagai keinginan nafsu yang bertentangan dengan syariat. Bisa jadi telah sampai kepadanya ilmu yang benar, namun syahwatnya menghalanginya untuk mengamalkan ilmu tersebut dan lebih condong kepada nafsu yang tidak sejalan dengan syariat. Obat untuk penyakit syahwat adalah sabar, menundukan hati dan pandangannya dari syahwat dunia.
Hendaknya kita senantiasa memohon petunjuk kepada Allah untuk diistiqomahkan di jalan yang benar dan dijauhkan dari nafsu yang merusaknya.
Kaidah kesepuluh: Tasyabbuh dengan kaum kafir akan menjauhkan diri dari istiqomah
Tasyabbuh yaitu menyerupai kaum kafir dalam perkara yang menjadi kekhususan mereka. Tasyabbuh dengan mereka menghasilkan dua kerusakan: yaitu kerusakan dari sisi ilmu maupun amal.
Kita memohon petunjuk kepada jalan yang lurus dan dijauhkan dari tasyabbuh kepada kaum kafir di setiap rakaat dalam salat,
اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat, bukan (jalan) orang yang dimurkai dan bukan pula (jalan) orang yang sesat.” (QS. Al-Fatihah: 6-7)
Orang-orang yang dimurkai adalah kaum Yahudi. Mereka rusak dari sisi amal, yaitu mereka berilmu tentang kebenaran, namun enggan mengamalkannya. Sedangkan orang yang sesat adalah kaum Nasrani. Mereka rusak dari sisi ilmu, di mana mereka bersemangat beramal tanpa ilmu. Adapun orang yang diberi nikmat adalah kaum muslimin yang mereka beramal dengan ilmu. Ayat ini menunjukkan rusaknya tasyabbuh dengan kaum kafir karena menjadi sebab dijauhkannya dari istiqomah.
[Selesai]
***
Penulis: Titi Komalasari
Muraja’ah: Ustadz Ratno, Lc.
Artikel Muslimah.or.id
Catatan kaki:
Disarikan dari kitab ‘Asyru Qawaaid Fil Istiqomah, karya Syaikh Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr, Daarul Fadhilah, cet. I, tahun 1431 H.