Baca seri sebelumnya: Kaidah-Kaidah Memahami Hakikat Istiqomah (Bag. 1)
Istiqomah adalah jalan yang harus selalu diusahakan, karena istiqomah yang berbuah kebaikan di akhirat adalah istiqomah sampai husnul khatimah. Oleh karena itu, nasehat untuk istiqomah hendaknya menjadi santapan harian agar jiwa selalu waspada dan berbenah.
Setelah membahas kaidah pertama tentang istiqomah sebagaimana dijelaskan Syaikh Abdul Razzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr dalam kitabnya Asyru Qawaid Fil Istiqomah, kami mencoba memaparkan kepada pembaca kaidah lain yang tidak kalah pentingnya dengan kaidah pertama.
Kaidah kedua: Hakikat istiqomah adalah berada di atas manhaj dan jalan yang lurus
Syaikh hafidzahullaah menjelaskan, bahwa hakikat istiqomah yaitu istiqomah di atas manhaj yang benar dan jalan yang lurus. Generasi terbaik Islam dari kalangan sahabat maupun tabi’in telah menjelaskan makna dan hakikat istiqomah ini melalui banyak riwayat.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, ‘Tuhan kami adalah Allah’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqomah)…” (QS. Fushilat: 30)
Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu ’anhu mengatakan (ketika menafsirkan ayat di atas),
هُمُ ٱلَّذِينَ لَمْ يُشْرِكُوا۟ بِٱللَّهِ شَيْـًٔا
“Mereka (yaitu orang-orang yang disebutkan dalam ayat) adalah orang-orang yang tidak menyekutukan Allah dengan apapun.” (Tafsir ath-Thabari, 21: 464)
Ibnu ‘Abbas radhiallahu ’anhu menjelaskan makna ayat ini dengan mengatakan,
ٱسْتَقَامُوا۟ عَلَىٰ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ
“(Yaitu istiqomah) di atas syahadat laa ilaaha illallaah.”
Penjelasan serupa juga disampaikan oleh ahli tafsir lainnya seperti Anas, Mujahid, Aswad bin Hilal, Zaid bin Aslam, As-Suddiy, Ikrimah, dan yang lainnya. (Tafsir Ath-Thabari, 21: 464-465)
Qatadah juga menafsirkan kalimat ثُمَّ اسْتَقَامُوا , “(Yaitu) istiqomah di atas ketaatan kepada Allah.” (Al-Mushannaf ‘Abdur Razzaq no. 2618)
Ibnu Rajab rahimahullah juga memberikan pernyataan serupa ketika mendefinisikan istiqomah dalam kitabnya Jami’ul Ulum wal Hikam. Beliau mengatakan, “Istiqomah itu dengan menempuh jalan yang lurus, yaitu jalan Islam yang mulia tanpa berpaling ke kanan atau ke kiri. Dan realisasinya mencakup semua jenis ketaatan yang zahir (tampak) maupun yang batin (berupa amalan hati), juga meninggalkan larangan-larangan seluruhnya. Maka, istiqomah sejatinya adalah nasehat untuk menjalankan seluruh perintah agama.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 383-384)
Semua penjelasan sahabat maupun para tabi’in di atas saling melengkapi dan memiliki makna yang sama, yaitu hakikat istiqomah adalah istiqomah di atas kebenaran dengan menjalankan perintah agama secara menyeluruh termasuk meninggalkan larangan-larangan di dalamnya.
Demikianlah hakikat istiqomah. Tidak ada keistiqomahan dengan menyimpang dari agama, karena istiqomah yang kita minta kepada Allah adalah istiqomah dalam kebenaran dan ketaatan. Wallaahu a’lam, semoga bermanfaat.
Kaidah penting lainnya untuk memahami hakikat istiqomah akan dibahas di artikel selanjutnya, in syaa Allah.
[Bersambung]
***
Penulis: Titi Komalasari
Muraja’ah: Ustadz Ratno, Lc.
Artikel Muslimah.or.id
Catatan kaki:
Disarikan dari kitab ‘Asyru Qawaaid Fil Istiqomah, karya Syaikh Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr, Daarul Fadhilah, cet. I, tahun 1431 H.