Ketika anak-anak ikut shalat berjamaah di masjid, mereka menempati saf-saf terdepan. Sebagian jamaah dewasa merasa kurang berkenan dan memindahkan mereka ke saf setelahnya atau saf yang paling belakang. Apakah ini sikap yang tepat ataukah ini kezaliman pada anak-anak tersebut?
Ulama khilaf dalam masalah ini. Landasan berpikir dari masalah ini adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
لِيَلِنِيْ مِنْكُمْ أُوْلُوْ الْأَحْلَامِ وَالنُّهَى، ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ، ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ
“Hendaknya yang ada di sekitarku (ketika shalat) adalah orang yang sudah dewasa dan memiliki kepandaian (dalam ilmu agama). Kemudian baru yang levelnya di bawah mereka dan demikian seterusnya.” (HR. Muslim no. 432)
Sebagian ulama mengatakan, hendaknya anak-anak dipindah dari saf pertama karena saf pertama hendaknya orang yang ahli agama dan ahli Al-Qur`an. Inilah adalah pendapat Imam an-Nawawi.
Sebagian ulama berpendapat, orang yang mendapatkan saf pertama tidak boleh dipindah ke belakang walaupun ia anak kecil atau orang jahil. Di antaranya yang berpendapat demikian adalah Ibnu Rajab al-Hambali, Ibnu Hajar al-Haitami dan juga Ibnu Taimiyah.
Yang rajih –wallahu a’lam– adalah pendapat kedua, siapa yang pertama mendapatkan saf terdepan, dialah yang berhak. Dan hadits tersebut maknanya adalah motivasi kepada para ahli ilmu dan ahli qiraah agar menempati saf pertama, namun bukan berarti melarang yang selain mereka.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin mengatakan:
إنَّ الصِّبْيَانَ إِذَا تَقَدَّمُوْا إِلَى مَكَانٍ ، فَهُمْ أَحَقُّ بِهِ مِنْ غَيْرِهِمْ؛ لِعُمُوْمِ الْأَدِلَّةِ
“Anak kecil jika ia mendapatkan tempat paling depan, maka ia yang lebih berhak dari yang lainnya, berdasarkan keumuman dalil-dalil.” (Asy-Syarhul Mumthi’, 3/4)
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz mengatakan:
الْأَصَحُّ أَنهُمْ – أَيْ الصِّبْيَانِ – إِذَا تَقَدَّمُوْا لَا يَجُوْزُ تَأْخِيْرُهُمْ
“Yang rajih, anak kecil jika mendapatkan tempat terdepan maka tidak boleh memundurkannya.”
Beliau juga mengatakan:
وَأَمَّا قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ( لِيَلِنِيْ مِنْكُمْ أُوْلُوْا الْأَحْلَامِ وَالنُّهَى ) ، فَالْمُرَادُ بِهِ التَّحْرِيْضُ عَلَى الْمُسَارِعَةِ إِلَى الصَّلَاة ِمِنْ ذَوِي الْأَحْلَام ِوَالنُّهَى وَأَنْ يَكُوْنُوْا فِيْ مُقَدِّمِ النَّاسِ ، وَلَيْسَ مَعْنَاهُ تَأْخِيْرَ مَنْ سَبَقَهُمْ مِنْ أَجْلِهِمْ
“Adapun sabda Nabi [Hendaknya yang ada di sekitarku (ketika shalat) adalah orang yang sudah dewasa dan memiliki kepandaian] maksudnya motivasi kepada orang yang dewasa dan memiliki ilmu agama untuk bersegera menempati saf terdepan. Namun, bukan berarti boleh memindahkan orang yang sudah mendahului mereka.” (Majmu Fatawa Ibnu Baz, 12/400)
Namun, hendaknya yang memundurkan atau memajukan makmum itu adalah imam bukan sesama makmum. Jika imam memundurkan atau memajukan makmum karena suatu maslahat, maka wajib diikuti. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ
“sesungguhnya imam itu diangkat untuk diikuti.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Maka sikap yang tepat adalah tidak memindahkan anak-anak yang menempati posisi saf depan kecuali ada maslahat. Wallahu a’lam.
===
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslimah.or.id