Masyhur, tak selamanya jadi jaminan. Begitulah yang terjadi pada “doa berbuka puasa”. Doa yang selama ini terkenal di masyarakat, belum tentu shahih derajatnya.
Terkabulnya doa dan ditetapkannya pahala di sisi Allah ‘Azza wa Jalla dari setiap doa yang kita panjatkan tentunya adalah harapan kita semua. Kali ini, mari kita mengkaji secara ringkas, doa berbuka puasa yang terkenal di tengah masyarakat, kemudian membandingkannya dengan yang shahih. Setelah mengetahui ilmunya nanti, mudah-mudahan kita akan mengamalkannya. Amin.
Doa Berbuka Puasa yang Terkenal di Tengah Masyarakat
Lafazh pertama:
اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
”Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa dan dengan rezeki-Mu aku berbuka.”
Doa ini merupakan bagian dari hadits dengan redaksi lengkap sebagai berikut:
عَنْ مُعَاذِ بْنِ زُهْرَةَ، أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَانَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ: اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَ عَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
“Dari Mu’adz bin Zuhrah, sesungguhnya telah sampai riwayat kepadanya bahwa sesungguhnya jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka puasa, beliau membaca (doa), ‘Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthortu-ed’ (ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa dan dengan rezeki-Mu aku berbuka).”[1]
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Abu Daud, dan dinilai dhaif oleh Syekh al-Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud.
Penulis kitab Tahdzirul Khalan min Riwayatil Hadits hawla Ramadhan menuturkan, “(Hadits ini) diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunannya (2/316, no. 358). Abu Daud berkata, ‘Musaddad telah menyebutkan kepada kami, Hasyim telah menyebutkan kepada kami dari Hushain, dari Mu’adz bin Zuhrah, bahwasanya dia menyampaikan, ‘Sesungguhnya jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka puasa, beliau mengucapkan, ‘Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthartu.’”[2]
Mua’dz ini tidaklah dianggap sebagai perawi yang tsiqah, kecuali oleh Ibnu Hibban yang telah menyebutkan tentangnya di dalam Ats-Tsiqat dan dalam At-Tabi’in min Ar-Rawah, sebagaimana al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Tahdzib at-Tahdzib (8/224).[2]
Dan seperti kita tahu bersama bahwa Ibnu Hibban dikenal oleh para ulama sebagai orang yang mutasahil, yaitu bermudah-mudahan dalam menshohihkan hadits-ed.
Keterangan lainnya menyebutkan bahwa Mu’adz adalah seorang tabi’in. Sehingga hadits ini mursal (di atas tabi’in terputus). Hadits mursal merupakan hadits dho’if karena sebab sanad yang terputus. Syaikh Al Albani pun berpendapat bahwasanya hadits ini dho’if.[3]
Hadits semacam ini juga dikeluarkan oleh Ath Thobroni dari Anas bin Malik. Namun sanadnya terdapat perowi dho’if yaitu Daud bin Az Zibriqon, di adalah seorang perowi matruk (yang dituduh berdusta). Berarti dari riwayat ini juga dho’if. Syaikh Al Albani pun mengatakan riwayat ini dho’if.[4]
Di antara ulama yang mendho’ifkan hadits semacam ini adalah Ibnu Qoyyim Al Jauziyah.[5]
Lafazh kedua:
اللهم لك صمت و بك أمنت و على رزقك أفطرت
“Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa ‘ala rizqika afthortu” (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku beriman, dan dengan rizki-Mu aku berbuka).”
Mulla ‘Ali Al Qori mengatakan, “Tambahan ‘wa bika aamantu‘ adalah tambahan yang tidak diketahui sanadnya, walaupun makna do’a tersebut shahih.”[6]
Artinya do’a dengan lafazh kedua ini pun adalah do’a yang dho’if sehingga amalan tidak bisa dibangun dengan do’a tersebut.
Baca juga: Syarat Dan Rukun Puasa
Berbuka Puasalah dengan Doa-doa Berikut Ini
Do’a pertama
Terdapat sebuah hadits shahih tentang doa berbuka puasa, yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ذَهَبَ الظَّمَأُ، وابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَاللهُ
“Dzahabazh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah-ed. [Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan, semoga ada pahala yang ditetapkan, jika Allah menghendaki]” (Hadits shahih, Riwayat Abu Daud [2/306, no. 2357] dan selainnya; lihat Shahih al-Jami’: 4/209, no. 4678)[7]
Periwayat hadits adalah Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma. Pada awal hadits terdapat redaksi, “Abdullah bin Umar berkata, ‘Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka puasa, beliau mengucapkan ….‘”
Yang dimaksud dengan إذا أفطر adalah setelah makan atau minum yang menandakan bahwa orang yang berpuasa tersebut telah “membatalkan” puasanya (berbuka puasa, pen) pada waktunya (waktu berbuka, pen). Oleh karena itu doa ini tidak dibaca sebelum makan atau minum saat berbuka. Sebelum makan tetap membaca basmalah, ucapan “bismillah” sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِىَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِى أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ
“Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta’ala. Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta’ala di awal, hendaklah ia mengucapkan: “Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya)”. (HR. Abu Daud no. 3767 dan At Tirmidzi no. 1858. At Tirmidzi mengatakan hadits tersebut hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih).
Adapun ucapan وثبت الأجر maksudnya “telah hilanglah kelelahan dan telah diperolehlah pahala”, ini merupakan bentuk motivasi untuk beribadah. Maka, kelelahan menjadi hilang dan pergi, dan pahala berjumlah banyak telah ditetapkan bagi orang yang telah berpuasa tersebut.
Do’a kedua
Adapun doa yang lain yang merupakan atsar dari perkataan Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma adalah,
اَللَّهُمَّ إنِّي أَسْألُكَ بِرَحْمَتِكَ الَّتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ، أنْ تَغْفِرَ لِيْ
“Allahumma inni as-aluka bi rohmatikal latii wasi’at kulla syain an taghfirolii-ed. [Ya Allah, aku memohon rahmatmu yang meliputi segala sesuatu, yang dengannya engkau mengampuni aku]” (HR. Ibnu Majah: 1/557, no. 1753; dinilai hasan oleh al-Hafizh dalam takhrij beliau untuk kitab al-Adzkar; lihat Syarah al-Adzkar: 4/342)[8]
Baca juga: Apakah Maksiat Membatalkan Puasa?
***
Catatan kaki:
[1] Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud, Kitab ash-Shaum, Bab al-Qaul ‘inda al-Ifthar, hadits no. 2358.
[2] Tahdzirul Khalan min Riwayatil Hadits hawla Ramadhan, hlm. 74-75.
[3] Lihat Irwaul Gholil, 4/38-ed.
[4] Lihat Irwaul Gholil, 4/37-38-ed.
[5] Lihat Zaadul Ma’ad, 2/45-ed.
[6] Mirqotul Mafatih, 6/304-ed.
[7] Syarah Hisnul Muslim, bab Dua’ ‘inda Ifthari ash-Shaim, hadits no. 176.
[8] Syarah Hisnul Muslim, bab Dua’ ‘inda Ifthari ash-Shaim, hadits no. 177.
Referensi:
- Irwaul Gholil fii Takhrij Ahadits Manaris Sabil, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Al Maktab Al Islami, cetakan kedua, 1405 H
- Mirqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih, Mala ‘Ali Al Qori, Asy Syamilah.
- Syarah Hisnul Muslim, Majdi bin ‘Abdul Wahhab al-Ahmad, Disempurnakan dan Dita’liq oleh Penulis Hisnul Muslim (Syekh Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthani).
- Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud, Syekh Muhammad Nashirudin al-Albani, Maktabah al-Ma’arif, diunduh dari www.waqfeya.com (URL: http://s203841464.onlinehome.us/waqfeya/books/22/32/sdsunnd.rar)
- Tahdzirul Khalan min Riwayatil Hadits hawla Ramadhan, Syekh Abdullah Muhammad al-Hamidi, Dar Ibnu Hazm, diunduh dari www.waqfeya.com (URL: http://ia311036.us.archive.org/0/items/waq57114/57114.pdf)
- Zaadul Ma’ad fii Hadyi Khoiril ‘Ibad, Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, Tahqiq: Syaikh ‘Abdul Qodir ‘Arfan, Darul Fikr, cetakan pertama, 1424 H (jilid kedua).
Penulis: Ummu Asiyah Athirah
Muroja’ah: Abu Rumaysho Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel: Muslimah.or.id
Untuk Audio do’anya bisa didengarkan di sini, Download gratis http://radiomuslim.com/doa-berbuka-puasa/ agar memudahkan mengingat, mari segera dihafalkan.
saya ingin belajar membaca
Jazakillaahu Khoiron.
Bismillah…
ummu, ikut copy ya ^_^
syukron
bismillah…ana izin copas ya ukhti…jazakallohu khoiron katsiro
Terima kasih,
saya mendapat pencerahan hari ini. Memang sempat ragu tentang doa berbuka puasa yang selama ini sudah biasa amalkan. Keraguan muncul saat mendengar doa buka puasa yang ditayangkan di Jogja tv maupu TVRI Jogja. Dan hari ini saya mendapatkan kejelasannya.
Oh ya, apakah doa mau makan yang selama ini (allahumma baaarik lana..) juga dhaif?
Terima kasih.
@ Avianti
Tentang status doa makan : ????? ???? ??? ???? ?????? ? ??? ???? ????? “Allahumma bariklana fima rozaqtana…”
Syaikh Salim Al-Hilaly berkata tentang doa tersebut dalam tahqiq beliau di kitab Al-Adzkar Imam Nawawi, “Hadits tersebut dhoif jiddan didalamnya ada perowi matruk, yaitu Muhammad bin Abi Az zu’iziah”.
Abu Hatim mengomentari perowi tersebut adalah perowi yang tidak dianggap sehingga hadistnya hadits munkar.
Sumber ada di forum ini
Benar ukhti, hadits doa mau makan yang selama ini banyak digunakan oleh kaum muslimin juga tidak dapat kita terapkan karena bukanlah hadits shahih.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan ketika makan, maka cukup baca, “Bismillah”
Bagaimana hukumnya jika berdo’a dengan do’a yang dhoif? apakah berdosa? lalu bagaimana misalnya jika kita berdoa dg bahasa Indonesia yang tentunya tidak ada dalam hadits. Misalnya “ya Allah, semoga hamba lulus ujian..” Apakah kedudukannya sama dengan berdoa dengan doa dhoif? Terima kasih jawabannya ^^v
@ Ruly
1. Tentang berdoa dengan hadits dhaif.
-hadits dha?if tidak boleh diamalkan secara mutlak, baik dalam perkara-perkara hukum maupun keutamaan-keutamaan amal.
-beramal dengan hadits dha?if diperbolehkan jika telah adanya hadits shahih yang menunjukkan disyari?atkannya amal itu.
–perhatikan tiga syarat penting diperbolehkannya beramal dengan hadits-hadits dha?if dalam keutamaan amal:
*Hadits itu tidak sampai pada derajat maudhu? (palsu).
*Orang yang mengamalkannya mengetahui bahwa hadits itu adalah dha?if.
*Tidak memasyhurkan beramal dengannya.
(diambil dari Tamamul Minnah, Asysyamilah)
Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi shallallahu’alaihi wasallam. Mencukupkan diri dengan hadist shahih adalah lebih selamat karena Nabi shalallahu’alaihi wasallam mewanti-wanti kita dengan sabda beliau,
?? ??? ??? ????? ??? ??? ??? ??? ??? ???????? ” . ???? ????
?Barangsiapa menceritakan dariku satu hadits yang dianggap hadits itu dusta, maka dia termasuk seorang pendusta? HR.Muslim
2. Berdoa dengan bahasa non arab
Silahkan membaca ulasannya di link berikut ini:
http://rumaysho.com/hukum-islam/shalat/3115-hukum-berdoa-dengan-bahasa-non-arab.html
terimakasih artikelnya, sangat bermanfaat.
Assalaamu ‘alaikum
?????? ?????????? ??????????? ??????????? ??????? ????????? ???? ??????????
?Dzahabazh zhoma?u wabtallatil ?uruqu wa tsabatal ajru insya Allah-ed.?
[Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan, semoga ada pahala yang ditetapkan, jika Allah menghendaki](Hadits shahih, Riwayat Abu Daud [2/306, no. 2357] dan selainnya; lihat Shahih al-Jami?: 4/209, no. 4678) [7]
Mohon untuk diteliti lagi karena kalau kita Disebutkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata dalam Tahzdzibut Tahdzib di dalamnya ada rawi Marwan bin Salim Al-Muqaffi?. Dia kedudukannya majhul hal. Kalau sudah majhul hal dalam ilmu mustolahul hadits dia ia tidak dapat dijadikan hujjah. Dhaif juga.
lihat
http://groups.yahoo.com/group/Salafi-Indonesia/message/693
http://ghazi.cybermq.com/post/detail/12756/hadits-doa-berbuka-shaum-puasa
wa’alaykumussalaam warohmatulloh wabarokaatuh
setelah kami cek dalam irwaul ghalil, hadits “dzahabazhzhomaa’u… dst” dinilai hasan oleh syekh al-albani. dilihat dari tautan yg antum berikan, terdapat informasi bahwa syekh muqbil menilai tidak ada hadits khusus tentang doa berbuka puasa. oleh karena itu, tampak adanya ikhtilaf ulama dalam hal ini, sehingga hendaknya masing-masing beramal dengan yang dia yakini paling dekat dengan kebenaran. wallohu a’lam.
Afwan, di awal hadits, yang berkata Abu Hurairah atau Ibnu Umar?
Syukran.
Quote:
“Periwayat hadits adalah Abdullah bin Umar radhiyallahu ?anhuma. Pada awal hadits terdapat redaksi, ?Abu Hurairah berkata, ?Jika Rasulullah shallallahu ?alaihi wa sallam berbuka puasa, beliau mengucapkan ?.?? “
yang benar periwayat hadits adalah ibnu umar. adapun tulisan “Abu Hurairah” merupakan kesalahan ketik, seharusnya “Abdullah bin Umar”. ini sekaligus sebagai koreksi dari redaksi muslimah.or.id
assalamu’alaikum,tolong saya, saya pernah dengar atau membaca,tapi lupa, ada do’a para malaikat ketika ramadhan akan berakhir yang diaminkan oleh nabi s.a.w, yng seingat2 saya, agar jangan diterima puasanya suami iostri yang bertengkar, saudara yang saling memutuskan silaturrrahmi, kira2bunyi redaksi dan perawi hadistnya gmna ya ukhti, syukron
@ Safran
Wa’alaikumussalam,
Maaf kami tidak tahu.
assalamu’alaykum ukhty…..
ijin share ya.. syukron
#luwes
Silakan simak: http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/08/takhrij-doa-berbuka-puasa-dzahabadh.html
#Safran
Silakan simak: http://kangaswad.wordpress.com/2009/08/16/bermaafan-sebelum-ramadhan
assalamu ‘alaikum. . .
Ijn share ya. . .
Izin share ya..
@ renny
silakan, ukhti
@ iin aini
silakan, ukhti
assalamu’alaikum. sy perempuan yg sedang belajar islam. afwan, mau nanya kenapa ada beberapa hadist bukhari dan abu daud yg di dhaif kan syaikh albani? bukankan abu dawud dan imam bukhari adalah ahli hadist ? untuk saran saja. di akhartikel baiknya di tambahain wallahu’alam. karena yg mengetahui yg benar itu hanya ALlah. apalagi waktu penulisan “Artinya do?a dengan lafazh kedua ini pun adalah do?a yang dho?if sehingga amalan tidak bisa dibangun dengan do?a tersebut.” baiknya dalam kurung di tulis wallahu’alam jg.krn bgmnpun itu bukannya HR.abu daud jg.
maaf bukan bermaksud menggurui sy jg masih belajar krn masih sedikit ilmu agama
@ Fitri
Wa’alaikumussalam,
Perlu untuk diketahui bahwasanya Imam Bukhari memiliki beberapa kitab diantaranya
1. Shahih Bukhari, kitab ini memuat hadits-haidts shahih pilihan Imam Bukhari
2. Adabul Mufrad, dalam kitab ini Imam Bukhari tidak hanya menulis hadits shahih namun juga beliau memasukkan hadits hasan dan dhaif. Sehingga Syaikh AlBani meneliti kitab ini memisahkan mana hadits yang shahih, hasan dan dhaif.
Sehingga kalau disebutkan HR. Bukhari (yang kiat pahami bahwa pasti hadits shahih) itu maksudnya hadits tersebut diambil dari kitab Shahih Bukhari. AllahuA’lam
jagan suka melakukan yang diluar kemampuan kita.
Tidak semua dalam kitab shahih bukhari itu shahih… Harus belajar kitab shahih bukhari karna sgt byk metode yg kaum Muslim salah kafrah ttg shahih bukhari.. Karman tdk mengerti ttg kaedah kitab shahih bukhari…
Alhamdulillah Syukron atas tulisan antum yang membantu ana… kalo bisa sich ana dikirimi tulisan2 antum ke email ana… oh ya sebentar lagi akan tiba puasa 1432 H .. sebelumnya ana ucapin Marhaban ya Ramadhan…. …
=Abu Sali=
mohon komen.
??? ????? ?????? ?????? ???? ????? ?? ??? ???? / Zhahabazh Zhaama wabtallatil `uruqu wa tsabatal ajru insyaAllah
Terjemahan: Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkong /urat-urat, dan telah tetap ganjaran/pahala, InsyaAllah
Hadith ini dikeluarkan antaranya oleh Abu Daud (no. 2357), al-Nasaie dalam al-Kubra (2/255), al-Daraquthni (2/985), al-Bazzar (no. 5395) dan lain-lain dari Ali bin al-Hasan dari al-Husain bin Waqid dari Marwan bin Salim al-Muqaffaq dari Ibn Umar dari Nabi secara marfu’.
Dan hadith ini juga dhaif bahkan gharib, padanya gharabah sanad dan matan, juga padanya jahalah rawi.
1- Kata Imam al-Bazzar sejurus mengeluarkan hadith ini: “???? ?????? ??? ??????? ??????? ??? ????????? ?????? ???? ?????? ???????? ????? ??? ??? ????? ???? ??????? – hadith ini tidak diketahui akan ia diriwayatkan dari Nabi SAW melainkan dari wajah ini dengan isnad ini” [Musnad, no. 5395]
2- Bahkan Imam Ibn Mandah menyatakan dengan jelas bahawa hadith ini Gharib, katanya: ” ??? ???? ???? ?? ????? ??? ?? ???? ?????? ?? ???? – hadith ini Gharib, tidak ditulis melainkan dari hadith al-Husain b. Waaqid” [Tahzib al-Kamal, 27/391]
3- Imam al-Daraquthni juga menyatakan hal yang sama berkenaan gharibnya hadith ini, katanya: “????????? ???? ??????????? ???? ??????? ????????????? ?????? – menyendiri hadith ini oleh al-Husain b. Waaqid, dan isnadnya ”hasan'” [Sunan, 2/185]
4- Daripada poin pertama, kedua dan ketiga diatas, maka jelas menunjukkan bahawa hadith ini adalah hadith yang Gharib, dan kata Imam Ahmad bin Hanbal:
“?? ?????? ??? ???????? ??????? ?????? ??????? ???????? ?? ??????? ”
Terjemahan: “janganlah kamu semua menulis hadith-hadith yang gharib, kerana ia adalah hadith-hadith yang munkar dan secara umumnya adalah dari mereka-mereka yang dhaif” [rujuk: Tadrib al-Rawi, al-Suyuthi, 2/182]
Dan berkata Imam Ahmad bin Hanbal lagi:
??? ???? ????? ?????? ?????? : ??? ?????? ???? ?? ????? ? ????? ??? ??? ?? ??? ???? ?? ???? ? ?? ??? ?? ?????? ? ?? ??? ?? ????? ? ??? ??? ?? ??? ???? ? ??????
Terjemahan: “apabila kamu mendengar ashabul hadith (iaitu nuqqad hadith) berkata: “hadith ini gharib” atau “faidah”, ketahuilah bahawa sesungguhnya ia adalah hadith yang silap, atau masuk hadith dalam hadith, atau kesilapan dari muhaddith (iaitu perawi), atau tiada isnad padanya (iaitu tiada isnad yang kuat) walaupun hadith itu (engkau dapati pada zahirnya sanadnya) ia diriwayatkan oleh Syu’bah dan Sufyan” [rujuk: Al-Kifayah, hal. 225]
5- Seseorang mungkin berkata, bahawa hadith ini adalah Hasan, sebagaimana kata Imam al-Daraquthni akan hadith ini:”??????????? ?????? – isnadnya ”hasan'” [Sunan, 2/185].
Saya katakan, adakah Hasan yang dimaksudkan Imam al-Daraquthni itu sama seperti yang difahami oleh mustolah moden? adakah ia bermaksud hadith yang pertengahan antara Sahih dan Dhaif, yang diriwayatkan oleh yang thiqah tetapi kurang dhabitnya sebagaimana yang dijelaskan dalam buku-buku mustolah moden yang ringkas? saya katakan tidak!
Perlu diketahui bahawa lafaz ‘Hasan’ disisi huffaz Salaf tidak sama seperti yang difahami al-Mutaakhkhirin, ‘Hasan’ disisi huffaz Salaf adalah lebih luas maksudnya, telah masyhur bagi sesiapa yang mengkaji istilah ‘Hasan’ disisi huffaz salaf bahawa makna ‘Hasan’ bagi mereka adalah luas dari al-Mutaakhkhirin , kadangkala istilah ‘Hasan’ itu digunakan dengan maksud Gharib, kadangkala ia adalah untuk lafaz hadith semata iaitu “Hasan al-Lughawi” dimana lafaz hadith itu baik namun ia dhaif, kadangkala ia juga digunakan dengan maksud Munkar, dan kadangkala ia bermaksud dhaif yang ringan, dan kadangkala ia bermaksud sahih.
Kata Syaikh Thariq ‘Iwadullah – antara kibar muhaddith di Mesir – : “bahawa istilah ”hasan” digunakan (oleh imam-imam hadith salaf) keatas banyak jenis hadith-hadith antaranya: hadith yang diterima (maqbul) secara umumnya, samada ia sahih dari jenis yang tinggi atau yang rendah daripadanya, dan juga digunakan (istilah hasan) ini untuk hadith-hadith yang gharib, munkar dan palsu” [rujuk: Al-Madkhal Ila Ilmi al-Hadith, Abi Muadz Thariq bin ‘Awadullah, hal. 85]
Maka tidaklah tepat untuk kita menyatakan bahawa ‘Hasan’ yang digunakan al-Daraquthni untuk hadith ini adalah menunjukkan ia adalah hadith yang diterima al-Daraquthni sebagai hadith yang di-ithbat-kan sebagai sabda Nabi SAW, bahkan qarain-qarain menunjukkan sebaliknya, bahkan istilah ‘isnadnya hasan’ secara khusus yang digunakan oleh al-Daraquthni jika dikaji ia secara majoritinya bermaksud “al-Tafarrud” dan “al-Gharabah”.
Kata Fadhilah al-Syaikh Abdul Aziz al-Tharifi berkenaan maksud istilah “isnadnya hasan” disisi Imam al-Daraquthni, katanya al-Tharifi:
??? ????????? ?? ???? : ?????? ??? ? ?? ???? ?? ???????? ??????? ? ?? ???? ?????? ???????? ? ????? ????? ????? ???? ??? ???? ??? ????
Terjemahan: “kata-kata al-Daraquthni dalam kitab Sunannya dengan “isnadnya hasan”, bukanlah memberi maksud sebagaimana yang dikatahui dan difahami istilah yang masyhur (dalam kitab-kitab mustolah moden), bahkan ia bermaksud al-Tafarrud dan al-Gharabah, dan padanya contoh-contoh yang banyak yang menjelaskan hal ini bagi mereka yang biasa mengkaji sunannya” [Syarah al-Muharrar, al-Tharifi]
6- Disamping tafarrudnya rawi untuk hadith ini, dan Gharibnya hadith ini, hadith ini juga padanya terdapat perawi yang majhul, kata Syaikh Muqbil Hadi al-Wadi’e berkenaan hadith ini: “?????? ????? ???? ???? ??? ????? ????? – hadith ini dhaif,kerana ia berlegar sekitar perawi yang Majhul al-Hal” [al-Mustadrak, tahqiq Muqbil Hadi al-Wadie, 1/ 583]
Pada sanad hadith ini terdapat perawi bernama Marwan bin Salim al-Muqaffaq (sesetengah menyebut al-Mufaqqaq), dan dia Majhul. Imam Abu Hatim ketika menjelaskan biodata Marwan Maula Hind : “????? ?????? ??? ?? ??? ??? ?????? ???????? ??? ??? ???? ?? ????? ??? ???? ?? ????? ???? ??? ?? ????? – Marwan al-Muqaffaq meriwayatkan dari Ibn Umar satu hadith yang marfu’, yang diriwayatkan darinya oleh Husain bin Waqid, dan tidak diketahui adakah dia ini Marwan Maula Hind atau tidak?” [ al-Jarh wa al-Ta’dil , 8/271] , kata-kata Imam Abu Hatim ini menunjukkan bahawa Marwan al-Muqaffaq bukan seorang yang dikenali, tidak masyhur (Majhul al-Hal) dan dia berbeza dengan Marwan Maula Hind yang dikenali thiqah.
Bahkan Marwan al-Muqaffaq yang diperselisihkan dan tidak diketahui identitinya secara tepat ini pula tidak diketahui langsung meriwayatkan hadith-hadith dari Ibn Umar atau lain-lain sahabat melainkan dari hadith ini sahaja! dan tidak diketahui akan al-Husain bin Waqid meriwayatkan darinya melainkan ini sahaja!
Imam Ibn Hajar menyimpulkan Marwan al-Muqaffaq sebagai “Maqbul” [Taqrib al-Tahzib, no. 6569], iaitu memerlukan kepada pengikut dalam isnad, jika menyendiri maka dia adalah sebenarnya “Majhul al-Hal” , dan Imam al-Zahabi menyebut beliau sebagai: “????? – wussiqa” [al-Kashif, al-Zahabi] dan istilah “????? – wussiqa” ini bukanlah bermaksud seseorang perawi itu thiqah disisi al-Zahabi tetapi ia adalah untuk mereka yang dinilai thiqah dengan tauthiq yang tidak muktabar. Bahkan Imam al-Zahabi sendiri antara yang turut mengingkari hadith ini, berkata Ibn Al-Ajmi dalam tarjamah Marwan bin Salim: “?????? ???? ?????? ??? ?????? – mengingkari al-Zahabi akan hadith ini” [Al-Kashf al-Hathith, 419].
Dan syaikh Syu’aib al-Arnaout dan Dr. Basyar `Awwad Ma’ruf telah menjelaskan lagi kedudukan sebenar Marwan al-Muqaffaq ini dalam Tahrir Taqrib al-Tahzib, kata mereka:
??: ????? ?????,??? ???? ???????? ??? ????? ???
??? ??????? ?????? ??? ??????? ?? ????…
Terjemahan: “Bahkan: dia sebenarnya adalah Majhul al-Hal , sesungguhnya telah menyendiri padanya dengan dua orang saja yang mengambil darinya…dan sesugguhnya telah menyatakan dia sebagai gharib (ganjil) oleh al-Hafiz Abu Abdullah bin Mandah” [Tahrir Taqrib al-Tahzib, 2/362] , maka jelaslah disini bahawa kedudukan sebenar Marwan al-Muqaffaq adalah seorang yang Majhul.
Dan berkata syaikh Abdullah al-Sa’d:
?? ?? ???? ??? ?????? ???? ????? ?? ????? ??????
1. ????? ?????? ?????
2. ????? ?????
Terjemahan: “sesungguhnya ke-thabitan hadith ini padanya keraguan, dan bolehlah sesunguhnya ia cacat dengan dua kecacatan: 1) gharabah isnad dan matannya, 2) jahalah rawinya
Maka dengan ini jelaslah bahawa hadith dengan lafaz (??? ????? ?????? ?????? ???? ????? ?? ??? ???? – Zhahabazh Zhaama wabtallatil `uruqu wa tsabatal ajru insyaAllah) juga adalah hadith yang dhaif, kerana gharabah sanad dan matannya, juga kerana jahalah rawinya. Hadith ini telah didhaifkan oleh para huffaz salaf semisal Imam Abu Abdullah ibn Mandah (395H) , juga didhaifkan oleh ramai ahli hadith masa kini semisal syaikh Muqbil Hadi al-Wadi’e, syaikh Umar al-Muqbil, syaikh Abdulrahman al-Faqih, syaikh Abdullah al-Sa’d, syaikh Abdul Aziz al-Tharifi dan lain-lain. Bahkan Imam Ibn Qayyim menyebutkan hadith ini dengan Sighah Tad’if / Tamridh: “???? ???…” [Zaad al-Ma’ad, 2/29] , dan juga ia diingkari oleh Imam al-Zahabi [Al-Kashf al-Hathith, 419]
@ aiman
Berikut ini jawaban dari Ustadz Abul Jauzaa’ hafizhahullah
**
Pelemahan hadits zhahabazh-zhama’u … dst berkisar pada dua sebab utama :
1. Gharabah, yang kemudian di sandarkan kepada Husain bin Waaqid.
2. Majhuul nya Ibnul-Muqaffa’.
Saya sebenarnya telah membuat bahasan singkat tentang itu.
Tentang gharabah Husain bin Waaqid, maka ia statusnya adalah seorang yang tsiqah, namun memiliki beberapa keraguan [at-taqriib, hal. 251no. 1367]. Jika dijabarkan lebh lanjut, maka Ibnul-Mubaarak sangat memujinya. Ahmad mengatakan : “Tidak mengapa dengannya”. An-Nasaa’iy, Abu Zur’ah, dan Abu Dawud berkata : “Tidak mengapa dengannya”. Ibnu Hibbaan memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat. Ibnu Ma’iin berkata : “Tsiqah”. Ibnu Sa’d berkata : “Hasanul-hadiits”.
Yang jadi masalah adalah penyikapan Imam Ahmad yang mengingkari sebagian riwayatnya (sebagaimana direport dalam Al-‘Ilal dan Ats-Tsiqaat-nya Ibnu Hibbaan). Akan tetapi beberapa ulama yang membawakan kritikan pengingkaran Ahmad terhadap hadits Husain bin Waaqid adalah dari jalur Ayyuub bin Al-Khuuth, dari Naafi’, dari Ibnu ‘Umar. Bukinya, Imam Ahmad menegaskan bahwa ia tidak mengingkari hadits Husain dari Abul-Muniib dari Ibnu Buraidah (Al-‘Ilal, no. 497).
Jika ada yang mengatakan bahwa pentahsinan Ad-Daaruquthniy hanyalah menunjukkan keghariban sanadnya saja, maka ini perlu ditelaah lebih lanjut. Memang benar, bahwa sanadnya ghariib dan Ad-Daaruquthniy telah menjelaskan alasannya, yaitu penyendirian Al-Husain bin Waaqid. Akan tetapi,…… apakah Ad-Daaruquthniy ini berhujjah dengan hadits yang ia hukumi ‘isnaaduhu hasan’ ? .
Mari kita kembalikan pada Ad-Daaruquthniy sendiri, bukan pada yang lain.
Intinya,…. satu hadits yang ia (Ad-Daaruqutniy) hukumi dengan hasan sanadnya dapat dipakai sebagai hujjah.
Tentang majhul-nya Ibnul-Muqaffaa’, maka ini juga terkait dengan bahasan sebelumnya. Ibnul-Muqaffaa’ ini telah dimasukkan Ibnu Hibbaan dalam Ats-Tsiqaat, dan dua orang perawi tercatat meriwayatkan darinya. Dhahir data ini memang menunjukkan bahwa Ibnul-Muqaffaa’ ini seorang yang majhuul haal. Akan tetapi jika kita menilik tahsin sanad Ad-Daaruquthniy di atas, nampaklah bahwa Ad-Daruquthniy sendiri memberikan pujian terhadap Ibnul-Muqaffaa’ dan berhujjah dengan haditsnya. Nah,… dengan adanya tautsiq Ibnu Hibbaan dan Ad-Daaruquthniy tersebut, maka status Ibnul-Muqaffaa’ bukan lagi majhuul, tapi seorang yang shaduuq, hasan haditsnya.
Lihat : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/08/takhrij-doa-berbuka-puasa-dzahabadh.html
ada kyai yg pernah nambahi doa tersebut diatas(doa buka puasa/namun saya lupa) yg bila dibaca/istiqomah maka insyaAlloh akan mendapatkan pahala semisal dengan orang yg mendapatkan pahala lailatul qodar.
benarkah itu.
kalo ada tolong bagi.
makasih
soalan : kenapa link saya tak disertakan sekali?
maaf itu bukan ulasan saya….. saya sebenarnya masih merangkak dalam memahami ilmu hadis ini..
… tadi ust fathi di FB telah di unfriend oleh seorang sahabatnya disebabkan salah faham terasa disindir tidak update oleh ust fathi bila bicara bab doa buka puasa ni.
isunya ust fathi tidak suka melihat sahabtnya bicara bab…. doa ini sahih dan ini doa tak sahih sehinga membawa kepada menbidaahkan.
saya tidak ada kapasiti utk menilai siapa yang update atau tidak.
apa pun saya cenderung kepada penulisan ust fathi dan kesimpulanya buat masa ini
@ aiman
Sebagaimana telah diuraikan oleh Ustadz Abul Jauzaa, dalam permasalahan status hadits tentang doa buka puasa “zhahabazhoma’u …. dst” memang terdapat perselisihan pendapat di kalangan para ulama.
Dalam ilmu fikih, jika ada perbedaan pendapat, hendaknya setiap muslim mengamalkan pendapat yang dinilainya paling rajih. Dalam hal ini, kami cenderung mengikuti pendapat Syekh Al-Albani bahwa hadits “zhahabazhzhoma’u …. dst” adalah hadits yang berstatus “hasan”.
Silakan kembali simak rincian ilmiahnya di: http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/08/takhrij-doa-berbuka-puasa-dzahabadh.html
doa buka puasa
assalamualaykum..izin copas yaa ukhty..syukron
Nah ni dia nih, dari comment2 diatas sepertinya masi Ada pertentangan. Ada perbedaan pendapat mengenai hadist2 sepertinya.. Dan ane sebagai umat islam jadi sedikit bimbang nih! Bukan siapa yang benar atau yang salah!
Tapi alangkah baik nya Hal ini di perbincangkan dahulu Dan di kaji secara masak oleh para teman2 sekalian. Duduk sembari bersilaturahmi Dan membahas demi kepentingan umat.
Secara artian Indonesia nya si Saya lebih setuju dengan Allah huma laksumtu… Sedang doa yang ?isebutkan di atas lebih setelah berbuka puasa.. (ini pendapat kaum awam lho, sekedar membaca artian atau terjemahan).
Jadi alangkah indah nya islam jika segala sesuatunya di bahas Dan di perbincangkan secara terbuka. Agar umat bisa memilah dengan bijak pada akhir nya..
Wallaahu a?lam…
@ hamba Allah
Justru, komentar-komentar di atas merupakan bentuk pembahasan dan perbincangan ilmiah,agar umat bisa memilah dengan bijak pada akhirnya.
Jika ada yang masih bingung dalam menyikapi perbedaan pendapat ilmiah di antara para ulama, ada ulasan sangat menarik di http://www.firanda.com/index.php/artikel/7-adab-a-akhlaq/71-hukum-mencari-cari-rukhsoh-rukhsoh-pendapat-yang-paling-enak-para-fuqohaahli-fiqih.
Selain itu, sahih/tidaknya suatu doa atau boleh/tidaknya mengamalkan suatu doa bukan diukur dari rasa suka pribadi terhadap terjemahan doa tersebut. Betapa banyak hadits dhaif bahkan palsu yang indah sekali terjemahannya padahal statusnya dhaif/palsu.
???????????? ?????? ????????? ??? ??????? ??? ???????????
“… Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (Q.s. An-Nahl:43)
????? ???????? ?????????? ????????? ????? ????????? ?????? ?????????? ?????????? ??????? ????? ??????? ??????? ??????????
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (Q.s. Al-Hasyr:7)
Bismillah, ijin share
itu kan ada dua doa..
yang satunya (allahumma laka shumtu.. dzt..) doa sebelum buka puasa..
yang kedua.. (dhahaba adzamau dst) adalah doa sehabis buka pausa..
alangkah baiknya bila kita tidak hanya mempertentangkan keduanya… namun membaca semuanya..
di saat hendak berbuka puasa kita baca yang pertama.. sementara setelah buka puasa.. kita baca yang kedua..
kan lebih afdhol jadinya.. dapat dua kali pahala.. :),,
selamat menunanikan ibadah puasa..
@ Moh. Abdul Mujib
Saran dari pak Moh. Abdul Mujib bisa diterapkan jika kedua doa tersebut sahih. Akan tetapi, doa “allahuma laka shumtu…” berdasar pada hadis dhaif, sedangkan yang sahih adalah doa “dzahabazh zhoma’u …”. Oleh karena itu, yang bisa diamalkan hanya yang sahih. Yang dhaif tidak boleh diamalkan.
Dalam kitab berjudul “Iqtidha’ Shirathal Mustaqim”, Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan 2 maca perbedaan pendapat ilmiah (ikhtilaf) di kalangan para ulama:
1. Ikhtilaf tanawwu’, yaitu ikhtilaf yang bisa dikompromikan dan bisa dilakukan semuanya karena masing-masing memiliki dalil sahih, sehingga boleh dilakukan secara bergantian agar bisa mengamalkan satu sunah dan sunah yang lain. Contohnya bacaan doa iftitah, doa rukuk, doa sujud saat shalat.
2. Ikhtilaf tadhodh, yaitu ikhtilaf yang saling bertentangan, yang satunya berdalil sahih sedangkan yang lainnya tidak sahih. Dalam ikhtilaf semacam ini, yang boleh diamalkan hanya yang berdasar pada dalil sahih, contoh: antara doa “allahumma laka shumtu ….” dan doa “dzahabazhzhoma’u …”
Wallohu a’lam.
Salam,
Doa berbuka buasa sy baca d fikih sunnah (2) sayyid sabiq wrna bukunya hijau(sy beli dtoko assunnah kranji stasiun kranji) tahkik dan takhrij Muhammad Nasiruddin Al-Albani hal.259
yg artinya : telah hilang dahaga, telah basah urat-urat, dan insyaalloh pahala sudah d tetapkan.
HR ABU DAUD , KITAB ASH-SHAWM, BAB AL-QAWL ‘INDA AL-IFTHAR, 2357 JILID II, HAL 765 MUNDZIRI MENISBATKAN HADIST INI KPD NASAI, BAIHAKI KITA “ASH-SHIYAM, BAB “YAQUL IDZA AFTHARA” JILID IV HAL 239 HADIST INI DHAIF.LIHAT AL-IRWA 921
Bagaimana? sy jadi bingung
@ Yulinawati
Sebelumnya perlu kami sampaikan bahwa alangkah lebih baik dan bijak jika kita ingin mengecek derajat suatu hadits maka hendaknya mengacu langsung kepada sumbernya, dalam hal ini kitab Irwaul Ghalil buah karya Syaikh Al-Bani. Setelah kami buka, kami jumpai hadits no 921 yang dilemahkan Syaikh Al-Albai dalam Irwaul Ghalil (Maktabah Asy-Syamilah) berbunyi,
????? ??? ????? ?????? ???? ???? ?? ?? ?? ???? ??
“Ya Allah, aku memohon rahmatmu yang meliputi segala sesuatu, yang dengannya engkau mengampuni aku.”
Adapun hadits,
?????? ?????????? ??????????? ??????????? ??????? ????????? ???? ??????????
“Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan, semoga ada pahala yang ditetapkan, jika Allah menghendaki”
Dinilai hasan oleh Syaikh Albani lihat no. 920 Irwaul Ghalil (Makatabah Asy-Syamilah).
Kesimpulannya, kemungkinan yang terjadi adalah kitab terjemahan yang Anda baca bisa jadi salah ketik ataupun salah terjemahan. AllahuA’lam
makasih berkat website ini saya mendapat banyak pengetahuan dan ilmu seputer puasa ^_^
Terima kasih atas infonya, hal ini jadi semakin membuka wawasan saya tentang Islam.
Mungkin klo berdasarkan dari saya berfikir, tidak masalah do’a mana saja yang di ucapkan, yang penting, sebelum makan janganlah lupa membaca ‘bismillah’, wajib, karena di ajarkan oleh nabi muhammad.
Yang jadi masalah di sini adalah, masalah do’a itu wajib atau tidak. Klo memang tidak di ajarkan Nabi Muhammad, berarti do’a tersebut tidak dalam kategori wajib. Yang terpenting sekali disini, seharusnya para ulama menerangkan bahwa do’a tersebut adalah hasil dari do’a pribadi kepada Allah bukan dari ajaran Nabi Muhammad.
Lagipula dengan cukup keterangan seperti itu kepada Masyarakat, sudah cukup untuk tidak berpatok pada do’a tersebut, dengan arti masyarakat dapat berdo’a dengan keinginan sendiri asal di dalamnya jangan ada unsur syirik dan musryik/memakai perantara orang mati dan sejenisnya.
Jadi secara analogi, berdo’a adalah permohonan sesuatu kepada Allah demi kebaikan diri sendiri. Jadi tidak ada patokan bentuk resmi dalam berdo’a, kecuali sudah di contohkan Nabi Muhammad, apa kira2 logika saya betul kah? Karena tentu seorang berdo’a belum tentu sama, karena masing-masing punya keinginan yang di panjatkan ke Allah selama do’a tersebut tidak ada unsur kemusryikan.
Yang terpenting adalah para ulama mengerahkan segala upaya agar umat Islam yang sekarang di Indonesia, rata2 bertawassul (mempelajari Ilmu ghaib) yang tidak ada aturannya dalam Islam, mohon di tanggapi dan di response. Hal ini lah yang paling terbesar yang jadi masalah di dalam kehidupan kita sekarang.
Di sinilah makanya berkembangnya para dukun, ‘arraf, kahin dan sejenisnya. Semoga dari ulama yang di sini dapat menanggapi sesuatu hal seperti ini, agar umat Islam tidak berada dalam kehancuran. Terima kasih.
bagus banget…………..
jd sunnahnya.. baca doa dzahabazh… itu.. seteah berbukaya.. jadi ga sunnah baca doa sebekum berbuka dgn doa allahumma lakasumtu.. jd mau buka baca bismillah… syukronnya… jazakillah khair…
assalamu’alaikum..
jadi yang mana yg harus diamalkan ukhti?
assalamu’alaikum ukthi
*Orang yang mengamalkannya mengetahui
bahwa hadits itu adalah dha?if.
ini maksud nya apa ya
Bismillah.
Sungguh saya bingung,
Mungkin saya belum(atau tidak) diberikan ilmu untuk memahami mana yang benar dan mana yang salah,
Segala ilmu berasal dari Allah Azza wa Jalla dan sesungguhnya hanya Dia yang mengetahui mana yang benar dan mana yang salah,
Cukuplah bagiku Al-Qur’an dan hadist(yang tiada pertentangan padanya) sebagai petunjukku,
La ilaha illAllah Muhammad Rasulullah.
Lalu bagaimana hukumnya dengan do’a yang selama ini kami amalkan untuk berbuka puasa itu yang dha’if tersebut karena yang kami ketahui selama ini yang di ajarkan pula seperti tersebut
@mulyati11 insya Allah tidak berdosa jika mengamalkannya karena tidak tahu
Wah, ternyata menyeramkan sekali, ya… berdoa dengan bacaan doa yang tidak shahih ternyata BERDOSA. Bagaimana kalau sebelum berbuka puasa, kami berdoa:
Ya Allah, semoga engkau berkahi makanan dan minuman buka puasa kami. Engkau terima puasa kami.
(doa tulus dari hati seseorang yg sedang berpuasa, tanpa landasan hadits apa pun, apakah doa ini juga BERDOSA karena tidak ada hadits shahihnya?)
Terima kasih atas pencerahannya…
@Ilham, berdosa jika sudah tahu doa tersebut lemah namun tetap diamalkan secara rutin. Jika belum tahu maka semoga Allah maafkan.
Adapun berdoa dengan bahasa sendiri itu dibaca setelah membaca doa berbuka yang diajarkan Nabi, karena waktu berbuka adalah waktu mustajab berdoa, maka dianjurkan berdoa apa saja termasuk doa dengan bahasa sendiri.
sukron akhi..
barakallahu fikum
izin share. syukron :)
izin share link ya…
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,izin copy ya ummu,jazakillahu khoir
Aku pernah ikut buka bersama, pak ustad mengajarkan cara tersebut, bahwa sebelum berbuka baca bismillah dan doa berbuka dibaca setelah minum. Sangat bermanfaat, Terima Kasih
Perlu perjuangan ekstra keras dan ketabahan untuk dapat meluruskan apa yang selama ini telah dan berkembang di masyarakat bahkan dikumandangkan dengan gencar oleh TV selama Ramadhan, semoga Allah memberi kekuatan kita untuk menegakkan ‘amar ma’ruf nahi munkar. Jazaakillaahu khaira.
izin share
Assalamu’alaykum….Izin copast doa nya
Buat saya yg selama ini mengamalkan doa allahumma laka shumtu.. apakah termasuk amalan yg menjadi dosa… klo tidak.. masih bolehkah saya mengamalkan doa ini utk diri saya sendiri???
Kalau berkeyakinan itu utama atau dianjurkan, maka berdosa karena membuat perkara baru dalam agama. Dan jika ada yang dituntunkan oleh Nabi, mengapa malah pilih yang lain?
Berarti selama ini ulama tidak pernah memberitahukan mana yang benar dan mana yang tidak
Sementara umat mengikuti para ulama
Sudah banyak ulama yang memberitahukan. Mungkin anda kurang baca saja. Coba simak:
https://kangaswad.wordpress.com/2018/06/08/doa-berbuka-puasa-dzahabazh-zhama-u-menurut-ulama-syafiiyah/
Namun yang jelas, perkataan ulama itu bukan dalil. Ulama bisa benar dan juga bisa salah. Dalil itu Al Qur’an dan Al Hadits.
sangat bermanfaat sekali
Izi share ya admi
Sangat membantu.. berarti selama ini yang dipakai itu dhoif ya.
Terima kasih ilmunya. Memang, terkadang orang-orang tidak mau mengkaji lebih lanjut sehingga hanya tau 1 doa saja…
Terimakasih wawasannya… Saya masih banyak membutuhkan informasi mengenai ajaran Islam yang lurus dan shahih dalilnya..
Masya Allah, sangat bermanfaat sekali untuk menambah wawasan.
Artikelnya sangat berguna.. semoga bermanfaat makasih..