Pembaca muslimah yang semoga dirahmati Allah, tawassul adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan ketaatan kepada-Nya, beribadah kepada-Nya, mengikuti petunjuk Rasul-Nya dan mengamalkan seluruh amalan yang dicintai dan di ridhai-Nya, lebih jelasnya adalah kita melakukan suatu ibadah dengan maksud mendapatkan keridhaan Allah dan surga-Nya. Tentu saja ini merupakan bentuk ibadah kepada Allah yang sering kali kita lakukan dalam kehidupan kita namun perlu diketahui bahwa tidak sedikit pula orang yang terjerumus kedalam tawassul yang itu sama sekali tidak di syari’atkan di dalam agama Islam. Ada sebagian orang yang mentakwil hadits-hadits tentang tawassul dengan berdasarkan akal pemikiran dan hawa nafsu belaka. Sehingga muncullah berbagai bentuk tawassul yang sama sekali tidak ada tuntunannya dalam syari’at Islam bahkan merupakan kesyirikan yang besar.
Untuk itulah disini kita akan membahas tentang berbagai macam bentuk tawassul yang sudah tersebar bahkan di lingkungan sekitar kita. Kita diperbolehkan melakukan tawassul yang syar’i karena ini merupakan suatu bentuk ibadah kepada Allah yang sesuai dengan apa yang diajarkan Nabi kita shallallahu’alaihi wa sallam. Namun jelas kita juga dilarang dari melakukann berbagai bentuk tawassul yang bid’ah apalagi syirik yang ini pun juga sudah tersebar dan menjadi kebiasan bagi sebagian orang. Mereka menganggap dirinya sedang beribadah dan memohon ridha-Nya namun ternyata sebaliknya, murka Allah-lah baginya. Waliyyadzubillah.
Dengan itu maka kita akan mulai mengkaji apa sebenarnya makna tawassul itu dan bagaimana yang disyari’atkan serta yang bagaimana yang terlarang. Tentunya agar kita tidak terjerumus ke dalamnya tanpa kita sadari karena kejahilan pada diri kita.
Pengertian Tawassul
Tawassul adalah mengambil sarana/wasilah agar do’a atau ibadahnya dapat lebih diterima dan dikabulkan. Al-wasilah menurut bahasa berarti segala hal yang dapat menyampaikan dan mendekatkan kepada sesuatu. Bentuk jamaknya adalah wasaa-il (An-Nihayah fil Gharibil Hadiit wal Atsar :v/185 Ibnul Atsir). Sedang menurut istilah syari’at, al-wasilah yang diperintahkan dalam al-Qur’an adalah segala hal yang dapat mendekatkan seseorang kepada Allah Ta’ala, yaitu berupa amal ketaatan yang disyariatkan. (Tafsir Ath-Thabari IV/567 dan Tafsir Ibnu Katsir III/103)
??? ???????? ????????? ???????? ????????? ?????? ???????????? ??????? ???????????? ???????????? ??? ????????? ??????????? ???????????
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diti kepadaNya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya agar kamu beruntung.” (Qs.Al-Maidah:35)
Mengenai ayat diatas Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu berkata,”Makna wasilah dalam ayat tersebut adalah al-qurbah (peribadatan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah).”
Demikian pula yang diriwayatkan dari Mujahid, Ibnu Wa’il, al-Hasan, ‘Abdullah bin Katsir, as-Suddi, Ibnu Zaid, dan yang lainnya. Qatadah berkata tentang makna ayat tersebut,”Mendekatlah kepada Allah dengan mentaati-Nya dan mengerjakan amalan yang di ridhoi-Nya.” (Tafsir Ibnu Jarir ath-Thabari IV/567 dan Tafsir Ibnu Katsir III/103).
Adapun tawassul (mendekatkan diri kepada Allah dengan cara tertentu) ada tiga macam: tawassul sunnah, tawassul bid’ah, dan tawassul syirik.
Tawassul Sunnah
Pertama: Bertawassul dengan menyebut asma’ul husna yang sesuai dengan hajatnya ketika berdo’a. Allah Ta’ala berfirman,
“Hanya milik Allah-lah asma’ul husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asma’ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam menyebut nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjaan.” (Qs.Al-A’raf:180)
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda dalam do’anya,
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan seluruh nama-Mu, yang Engkau menamakan diriMu dengan nama-nama tersebut, atau yang telah Engkau ajarkan kepada salah seorang hambaMu, atau yang telah Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau yang masih tersimpan di sisi-Mu.” (HR.Ahmad :3712)
Kedua: Bertawassul dengan sifat-sifat Allah Ta’ala. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda dalam do’anya,
“Wahai Dzat Yag Maha Hidup lagi Maha Berdiri sendiri, hanyadengan RahmatMu lah aku ber istighatsah, luruskanlah seluruh urusanku, dan janganlah Engkau serahkan aku kepada diriku sendiri walaupun sekejap mata.” (HR. An-Nasa’i, Al-Bazzar dan Al-Hakim)
Ketiga: Bertawassul dengan amal shalih
Sebagaimana yang disebutkan dalam kitab shahih muslim, sebuah riwayat yang mengisahkan tentang tiga orang yang terperangkap dalam gua. Lalu masing-masing bertawassul dengan amal shalih mereka. Orang pertama bertawassul dengan amal shalihnya berupa memelihara hak buruh. Orang ke dua bertawassul dengan baktinya kepada kedua orang tuanya. Sedangkan orang ke tiga bertawassul dengan takutnya kepada Allah Ta’ala, sehingga menggagalkan perbuatan keji yang hendak dia lakukan. Akhirnya Allah Ta’ala membukakan pintu gua itu dari batu besar yang menghaanginya, hingga mereka bertiga pun akhirnya selamat. (HR.Muslim 7125)
Keempat: Bertawassul dengan meminta doanya orang shalih yang masih hidup. Dalam sebuah hadits diceritakan bahwa ada seorang buta yang datang menemui Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.
Orang itu berkata, “Wahai Rasulullah, berdo’alah kepada Allah agar menyembuhkanku (sehingga aku bisa melihat kembali).”
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menjawab, “Jika Engkau menghendaki aku akan berdoa untukmu. Dan jika engkau menghendaki, bersabar itu lebih baik bagimu.”
Orang tersebut tetap berkata,”Do’akanlah.”
Lalu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menyuruhnya berwudhu secara sempurna lalu shalat dua raka’at, selanjutnya beliau menyuruhnya berdoa dengan mengatakan,
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dan aku menghadap kepada-Mu bersama dengan nabi-Mu, Muhammad, seorang nabi yang membawa rahmat. Wahai Muhammad, sesungguhnya aku menghadap bersamamu kepada Tuhanku dalam hajatku ini, agar Dia memenuhi untukku. Ya Allah jadikanlah ia pelengkap bagi (doa)ku, dan jadikanlah aku pelengkap bagi (doa)nya.” Ia (perawi hadits) berkata,”Laki-laki itu kemudian melakukannya, sehingga dia sembuh.” (HR.Ahmad dan Tirmidzi)
Kelima: Bertawassul dengan keimanannya kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,
????????? ???????? ????????? ?????????? ???????? ??????????? ???? ???????? ??????????? ????????? ???????? ????????? ????? ?????????? ????????? ?????? ????????????? ???????????? ???? ??????????
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu),’Berimanlah kamu kepada Tuhanmu’. Maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti.” (Qs.Ali-Imran:193)
Keenam: Bertawassul dengan ketauhidannya kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman,
????? ???????? ??? ??????? ?????????? ??????? ??? ???? ????????? ???????? ???????? ??? ???????????? ??? ???? ?????? ?????? ????? ??????????? ?????? ????? ???? ????????????? ?????????????? ???? ?????????????? ???? ???????? ?????????? ?????? ??????????????
“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa kami tidak akan mempersemptnya (menyulitkannya). Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap,’bahwa tidak ada sesembahan (yang berhak disebah) selain Engkau, maha Suci Engkau. Sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.’ Maka Kami telah memperkenankan do’anya dan menyelamatkannya dari kedukaan. Dan demikian Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (Qs.Al-Anbiya:87-88)
***
Tawassul Bid’ah
Pertama: Tawassul dengan kedudukan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam atau kedudukan orang selain beliau.
Dalam shahih Bukhari terdapat hadits, “Dari Anas bin Malik, bahwasannya Umar bin Khaththab radhiyallahu’anhu jika terjadi kekeringan, maka beliau berdo’a agar diturunkan hujan dengan bertawassul melalui perantaraan (do’a) Al-‘Abbas bin Abdul Muthallib. Umar berkata,’Ya Allah dahulu kami bertawassul dengan nabi kami hingga Engkau menurunkan hujan kepada Kami. Dan sekarang kami bertawassul dengan paman nabi kami, maka turunkanlah hujan kepada kami’. Kemudian turunlah hujan.” (HR.Bukhari: 1010)
Maksud bertawassul dengan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bukanlah “Bertawassul dengan menyebut nama Nabi shallallahu’alaihi wa sallam atau dengan kedudukannya sebagaimana persangkaan sebagian orang. Akan tetapi maksudnya adalah bertawassul dengan do’a Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Oleh karena itu ketika Nabi shallallahu’alaihi wa sallam telah wafat, para sahabat tidak bertawassul dengan nama atau keddukan Nabi, akan tetapi bertawassul dengan doa paman Nabi shallallahu’alaihi wa sallam –yaitu ‘Abbas- yang saat itu masih hidup.
Kedua: Bertawassul dengan cara menyebutkan nama atau kemuliaan orang shalih ketika berdo’a kepada Allah Ta’ala.
Ini adalah bid’ah bahkan perantara menuju kesyirikan. Contoh,”Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan kemuliaan Syaikh Abdul Qadir Jailani, ampunilah aku.”
Ketiga: Bertawassul dengan cara beribadah kepada Allah Ta’ala di sisi kubur orang shalih. Ini merupakan bid’ah yang diada-adakan, dan bahkan merupakan perantara menuju kesyirikan.
***
Tawassul Syirik
Tawassul yang syirik adalah menjadikan orang yang sudah meninggal sebagai perantara dalam beribadah seperti berdoa kepada mereka, meminta hajat, atau memohon pertolongan kepada mereka. Contoh,”Ya Sayyid Al-Badawi, mohonlah kepada Allah untuk kami”.
Perbuatan ini merupakan syirik akbar dan dosa besar yang paling besar, meskipun mereka menamakannya dengan “tawassul”. Hukum syirik ini dilihat dari hakikatnya yaitu berdo’a kepada selain Allah.
Penulis: Ummu Yusuf Nur Indah Sari
Muroja’ah: Abu Rumaysho Muhammad Abduh Tuasikal
Maraji’:
Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah, Yazid bin Abdul Qadir Jawas.
Mutiara Faedah Kitab Tauhid, Abu Isa Abdullah bin Salam.
Khudz ‘Aqidataka minal Kitabi wa Sunnatis Shahihi, Muhammad bin Jamil Zainu.
Buletin At-Tauhid, Jogjakarta.
***
Artikel muslimah.or.id
bahasan ustadz sangat bangus. saya menyukainya. syukron.
mkc yah artikelnya.ilmunya.. :)
Assalamualaykum warahmatullahi wabarokatuh
izin copas, jazakillahu khairan
trimakasih ya…..ini benar” sangat bermanfaat….
yang tawasul bid’ah dan syirik kok tidak ada dasar hukum yang melarang ya (tidak disebutkan dalam artikel di atas) jangan2 hukumnya belum jelas, atau hanya dugaan semata dan memojokkan umat islam yang lain. Supaya lebih ilmiah artikelnya ya sebaiknya posisi penulis lebih netral saja, jangan hanya menampilkan hadist-hadist yang mendukung argumen saja
@ WIndu
Bukankah hadist juga dalil yang wajib dijadikan patokan dalam hidup ini?
WA LA TAQUULU LIMAN YUQTALU FI SABIILILLAHI AMWAAT BAL AHYAAUN WALAKIN LA TASY’URUUN,
gmn tafsiran menurut antum ?
@ Badar
Bertanya tentang makna ayat Al Qur’an tentunya harus merujuk kepada para ulama ahlu tafsir bukan kepada orang awam atau bahkan memahami Al Qur’an dengan pemahaman sendiri. wal iyyadzubillah. Karena Allah Ta’ala memerintahkan
??????? ??? ????? ?????? ????????
‘Bertanyalah kepada ahlul dzikr jika kamu tidak mengetahui.’
Tentang ayat yang Anda tanyakan para ulama telah menjelaskan dengan gamblang merujuk kepada hadits shahih yang menjelaskan makna ayat tsb. Asy Syaikh As Sa’di salah seorang ulama ahli tafsir beliau berkata dalam tafsir beliau,
‘ ??? ???? ?? ??? ?????? ???????? ????? ?? ???? ?????, ??????? ????? ?????? ?? ????????? ?????????? ???????, ?????? ??????, ??? ?????? ?????????? ????? ?? ??? ????? ???? ???? ?????? ???? ?? ?????? ??????? ?? ?? ???? ????? ??? ???? ???? ???? ?? ????? ??????? ?? ????? ???? ??? ??? ????? ?????, ????? ?? ??????, ????? ??? ?????? ????? ??????
Tentang ruh yang hidup disisi Rabbnya. Mereka diberi rizqi berupa makanan dan minuman yang lezat. kehidupan barzah yang lebih nikmat dibanding dengan kehidupan dunia. Dalam ayat lain Allah berfirman,
??? ????? ????? ????? ?? ???? ???? ?????? ?? ????? ??? ???? ??????
Ayat ini dengan jelas menyatakan bahwa ruh2 yang hidup disisi Rabbul ‘alamin mereka itu diberi rizqi (yurzaquun) Tidak memberi rizqi (yarzuquun) kalau seandainya lafadznya berbunyi yarzuquun (mereka memberi rizqi) maka benar Anda bisa bertwasul dengan ruh yang hidup disisi Allah. Namun kenyataannya Allah menjelaskan dengan kata yurzaquun (mereka diberi rizqi) Itu artinya mereka tidak bisa memberi manfaat dan madhorot. Tidak bisa dimintai tolong sebagai perantara. Apalagi mengabulkan doa seperti yang diyakini sebagian orang. Karena mereka juga diberi kehidupan oleh Dzat yang Maha hidup dan tidak akan mati. Maka berdoa dan memohon harus ditujukan langsung kepada Allah. Allahua’lam
Afwan ayatnya tidak terbaca karena hanya terlihat tanda tanya.
Mohon dicek lagi da diperbaiki
Definisi tawasul apa
Sudah dijelaskan di artikel, silakan simak
terimakasih artikelnya…
nuwun ya ilmunya
Membaca artikel ini mejadi lebih jelas bagi saya tentang tawassul. Syukron ya.
kami juga termasuk orang-orang yang sering bertawaassul dengan para orang-orang sholih,namun kami juga mempunyai guru yang mengajarkan kapada kami,bagaimana cara kami dalam bertawassul.terima kasih,tapi kami yakin dengan jalan yang kami tempuh,insya allah,,
@ Akhmad
Tolak ukur kebenaran bukan pada perkataan kiyai ataupun ustadz, yang jadi patokan dalam beragama adalah dalil Al-Qur’an dan Hadits yang shahih. Keyakinan pada jalan yang ditempuh saja itu belum cukup jika tanpa dilandasi dengan kebenaran atas apa yang kita tempuh. Pada intinya dengan modal yakin saja belum tentu ibadah kita benar disisi Allah jika tanpa dilandasi dengan dalil yang Allah turunkan kepada Nabinya. Semoga Allah memberi kita taufiq.
saya hanya menghimbau kepada akhwan muslimin/muslimat,di zaman seperti sekarang ini memegang agama ibarat memegang bara api di tangan,tapi sepanas apapun api itu jangan pernah di lepaskan,,,
Yang sesuai tradisi hadits dari nabi, bukan memegang agama, tapi memegang Sunnah Nabi.
Jika “agama” atau jalan yang sedang dijalankan tidak sesuai dengan Sunnah atau jalan yang diajarkan Nabi, maka tinggalkan.
Yang tidak boleh ditinggalkan atau dilepaskan adalah Sunnah Nabi
Assalamu alaikum, sukron, dengan membaca artikel ini sangat bermanfaat buat ana, sukron
terjawab sudah ke ragu-raguan ana tentang tawassul … Syukron
Bagaimana hadits yang dikeluarkan oleh Abu Nu’aim, Thabrani dan Ibn Hibban dalam shahihnya, bahwa ketika wafatnya Fathimah binti Asad (Bunda dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw, dalam hadits itu disebutkan Rasul saw rebah/bersandar dikuburnya dan berdoa : Allah Yang Menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Hidup tak akan mati, ampunilah dosa Ibuku Fathimah binti Asad, dan bimbinglah hujjah nya (pertanyaan di kubur), dan luaskanlah atasnya kuburnya, Demi Nabi Mu dan Demi para Nabi sebelum Mu, Sungguh Engkau Maha Pengasih dari semua pemilik sifat kasih sayang.”, jelas sudah dengan hadits ini pula bahwa Rasul saw bertawassul di kubur, kepada para Nabi yang telah wafat, untuk mendoakan Bibi beliau saw (Istri Abu Thalib).
@ HM Nur Prasojo
Redaksi lengkap hadits tersebut adalah sebagai berikut:
?? ??? ?? ???? ??? : ??? ???? ????? ??? ??? ?? ???? ?? ??? ??? ???? ????? ??? ????? ?? ??? ???? ???? ???????? ???? ??? ?????? ?????? ???? ?????? . . . ???? ??? ??? ???? ???? ??? ???? ???? ???? ?????? ??? ???? : ( ???? ???? ???? ????? ??? ?? ?? ???? ???? ???? ????? ??? ??? ?????? ????? ???? ?????? ??? ???? . ????????? ????? ?? ???? ???? ???? ???????? . . . )
Dari Anas bin Malik, Ketika Fatimah bintu Asad bin Hasyim ibunda Ali radhiallahu ?anhu wafat, maka dia mengajak Usamah bin Zaid, Abu Musa Al Anshari, Umar bin Khattab dan seorang budak hitam untuk menggali liang kubur. Setelah selesai, Rasulullah shallallahu ?alaihi wa sallam masuk dan berbaring di dalamnya, kemudian beliau berkata,?Allah adalah Zat yang menghidupkan dan mematikan. Dia Maha Hidup dan tidak mati, ampunilah bibiku Fatimah binti Asad. Ajarkanlah padanya hujjahnya dan luaskanlah tempat tinggalnya yang baru dengan hak nabi-Mu dan hak para nabi sebelumku, karena sesungguhnya Engkau adalah Zat Yang Maha Penyayang.?
Syaikh Albani melemahkan hadits ini (lihat At-Tawasul,102, Asy Syamilah)dan beliau berkomentar, “Hadits ini tidak mengandung targhib (anjuran untuk melakukan suatu amalan yang ditetapkan syariat) dan tidak pula menjelaskan keutamaan amalan yang telah ditetapkan dalam syariat. Sesungguhnya hadits ini hanya memberitahukan permasalahan seputar boleh atau tidak boleh, dan seandainya hadits ini shahih, maka isinya menetapkan suatu hukum syar?i. Sedangkan kalian (para penyanggah -pent) menjadikannya sebagai salah satu dalil bolehnya tawassul yang diperselisihkan ini. Maka apabila kalian telah menerima kedha?ifan hadits ini, maka kalian tidak boleh berdalil dengannya. Aku tidak bisa membayangkan ada seorang berakal yang akan mendukung kalian untuk memasukkan hadits ini ke dalam bab targhib dan tarhib, karena hal ini adalah sikap tidak mau tunduk kepada kebenaran, mengatakan sesuatu yang tidak pernah dikemukakan oleh seluruh orang yang berakal sehat.? Baca selengkapnya atsar dhaif seputar tawasul di
http://muslim.or.id/aqidah/hadits-atsar-dan-kisah-dhaif-dan-palsu-seputar-tawassul-1-hadits-hadits-lemah-dan-palsu.html
http://muslim.or.id/aqidah/hadits-atsar-dan-kisah-dhaif-dan-palsu-seputar-tawassul-2-atsar-atsar-lemah-dan-palsu.html
Saya jadi bertanya-tanya, siapakah sebenarnya Syaikh Albani itu ? Karena nampaknya mempunyai kedudukan yang luar biasa.Bisa men sahihkan dan melemahkan hadist-hadist yang di riwayatkan ulama-ulama akhli hadist. Berarti bisa merevisi hadist-hadist Al Imam Bukhari dan Muslim yang terkenal kesahihanya. Kalau punya BIOGRAFI SYAIKH ALBANI, mohon di muatkan di MUSLIMAH.OR.ID. Syukron…
@ HM Nur Prasojo
silahkan menyimaknya biografi Syaikh Albani disini
http://www.kajian.net/kajian-audio/Ceramah/Mubarak%20Bamualim/Biografi%20Syaikh%20Albani
Semua orang bisa diambil dan dikritisi pendapatnya kecuali dari Nabi Muhammad SAW……..termasuk muhaddits seperti syaikh nashiruddin al bani rahimahullah…. bila para muhadits berbeda pendapat seperti ini (dalam kasus ini antara ibnu hibban dan syaikh al bani) berarti ini masalah khilafiyah bukan bid’ah yang disepakati secara ijma’. Sama seperti hukum sholat tasbih yaitu hadist dari Abbas ibn Abdul Muthallib… Ibnul Jauzy menganggapnya dhaif atau palsu sedangkan imam Bukhari dan Syaikh Al Bani menshahihkannya….. tentu saja sholat tasbih masuk dalam khilafiyah bukan bid’ah mutlak….. wallahualam
Meskipun saya baru ingat arti tawassul, tetapi logika saya sudah tahu kalo begitu2 syirik..
jadi kita tidak boleh ber do’a dengan menyebut nama nabi Muhammad SAW?? seperti “Ya allah kabulkanlah doa Hambamu ini dengan perantara Nabi Muhammad SAW” Maklum masih belajar,mohon penjelasanya..
@ Fakir
Tidak boleh, karena berdoa dengan perantara kedudukan Nabi shallallahu’alaihi wasallam termasuk tawasul bid’ah.
saya hanya kasih saran kepada yang ga suka tawasul dengan orang sholeh… Yang penting anda tidak merasa benar sendiri, baik sendiri, islami sendiri dsb.. insya Allah jg selamat..
@ Mustofa
Terimakasih atas sarannya. Tapi maaf kami tidak merasa benar sendiri karena yang mutlak kebenarannya adalah dalil.
Assalamu’alaikum..saya paham dengan yang dimaksud bertawassul,,tapi .apa tidak sebaiknya di jelaskan pula bacaan-bacaan bertawassul itu ??
@ Nurhidayati
Contoh bacaan tawasul dengan asmaul husna, Ya Ghofur ighfirli (Wahai Dzat Yang Maha Pengampun ampunilah aku), Ya Ar Rozzaq urzuqni (Wahai dzat Yang Maha Memberi Rizqi berilah aku rizqi)
Sebagaimana doa Nabi shallallahu’alaihi wasallam, “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan seluruh nama-Mu, yang Engkau menamakan diriMu dengan nama-nama tersebut, atau yang telah Engkau ajarkan kepada salah seorang hambaMu, atau yang telah Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau yang masih tersimpan di sisi-Mu.”
benar sekali yg di katakan nurhidayati,coba lebih jelaskan lebih rinci lagi
Assalaamu’alaikum..
Pelaku tawasul dengan menminta do’a kepada orang shalih yang sudah meninggal ketika kita beri hujjah bahwa amal seorang hamba putus ketika dia meninggal kecuali 3 perkara dan alam barzah adalah alam yang berbeda dengan dunia dimana penghuninya telah putus hubungan dengan dunia, para pelaku tawasul kepada orang yang meninggal itu berhujjah dengan hidupnya para nabi dan syuhada di kuburnya dimana mereka berkata bahwa para wali juga hidup di kuburnya dan bisa mendo’akan orang yang meminta dido’akan…bagaimana tentang pendapat ini ustadz atau ustadzah?, semoga Allah menjaga kami dan ustadz/ustadzah, jazakumullah/jazakunnallah khair.
@ Komen
Wa’alaikumussalam,
Pertama, perlu kami tegaskan kembali bahwa tawasul dengan berdoa dan meminta kepada orang shallih yang sudah mati termasuk perbuatan syirik akbar.
Kedua, jika orang tersebut telah mengetahui dan meyakini bahwa amalan orang mati semuanya terputus kecuali 3 perkara (amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak shalih) maka kami katakan bukankah doa termasuk amalan? Lantas kenapa Nabi shallallahu’alaihi wasallam hanya menyebutkan 3perkara? Kalau senadainya doa orang shalih yang sudah mati itu ada manfaatnya tentu Nabi shallallahu’alaihiwasallam menyebutkan menjadi 4 perkara (amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, doa anak shalih dan doa orangshalih yang sudah mati) dan pada kenyatannya tidak demikian.
Tidakkah Anda pernah mendengar ayat ini,
“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu) hingga kematian datang kepada seseorang dari mereka dia berkata, ‘Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal shalih terhadap yang telah aku tinggalkan. sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan saja. Dan dihadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan'”(QS. Al-Mukminun 99-100)
Kalau saja doa orang mati itu ada manfaatnya tentu semua manusia yang telah mati akan beramai-ramai berdoa dan bertaubat di alam kubur. Dan hal ini sangat mustahil karena Allah Ta’ala telah menutup pintu taubat ketika maut merenggut nyawa seseorang. Bahkan dalam ayat diatas disebutkan bahwa orang-orang kafir meminta kepada Allah agar dikembalikan kedunia. Hal ini menunjukkan bahwa tempat beramal itu hanya didunia bukan dialam kubur dan doa adalah salah satu amalan shalih. Dengan demikian jelaslah bahwa orang yang sudah mati tidak dapat memberi manfaat sedikitpun kepada dirnya sendiri terlebih lagi kepada orang lain. Allahu A’lam
Ketiga, tentang dalil orang shalih itu hidup dikuburnya. Mungkin yang mereka maksudkan adalah firman Allah Ta’ala,
????? ??????????? ????????? ????????? ??? ??????? ?????? ?????????? ???? ???????? ????? ????????? ???????????
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka hidup di sisi tuhannya dengan diberi rezeki.”(QS. Ali Imran: 169)
Lalu ada seorang awam kaum muslimin yang menjawab: ?Kalau memang bacaannya adalah yarzuqun (mereka memberi rezeki) maka itu benar, tetapi kalau tidak maka ayat itu malah membantah dirimu sendiri?. Sebagai kelanjutan silahkan baca artikel ini http://konsultasisyariah.com/bolehkah-kita-bertawasul-kepada-nabi
kesimpulannya, orang shalih yang telah mati dan hidup disisi Rabnya tidak bisa memberi manfaat kepada orang lain, karena iapun diberi rizqi oleh Allah dan tidak bisa memberi kepada oranglain. Allahu A’lam
@komen saya setuju dengan pendapat anda
kalau hanya mengandalkan otak saja,,, tanpa memounyai guru untuk menuju jalan Allah,,, dia akan jadi muridnya setan dan hawanafsu belaka,,,
menurut hemat saya, lebih baik kita mengamalkan hal-hal yang kita sudah ketahui tuntunannya.
kalau belum tahu tuntunannya (boleh atau tidak, dianjurkan, diwajibkan atau dilarang) lebih baik tidak dilakukan.
mari kita tanya pada diri SENDIRI seberapa jauh kita mengamalkan ibadah kepada ALLAH… ndak perlu bingung2 na’udzubillahi min sururi anfusina wa min sayyiati a’malina man yahdihillahu fala mudillalah wa man yudlilhu fala hadiya lahu….. tetaplah ber amal waLLOHU yahtasshu birohmatihi man yasyaau,,,,,
artikelnya sangat bagus dan sangat membantu saya..terimakasih.
Assalamu’alaikum
Alhamdulillah . . .
Ingatlah Pedoman hidup kita ialah Al-Qur’an dan Hadist, perkataan guru atau ulama boleh kita tinggalkan apabila tidak menggunakan dalil” Al-Qur’an atau Al-Hadist tetapi sekarang ini sulit untuk mendorong umat muslim khususnya menuntuk ajaran sesuai ajaran Rosulnya, mereka lebih cenderung mengikuti perintah gurunya yang kadag tidak di dasari dengan Hadist” sahih, dari pada dalil” hadist yang sudah jelas sohihnya, namun mereka slalu memutar balikan semua itu demi membela perkataan gurunya yang mereka anggap mulia, padahal kemuliaan yang Agung hanya milik Allah dan Para Nabi. semoga kita selalu mendapatkan petunjuk Allah, Amiin. Wallahuta’ala a’lam . . .
Wassalam . . .
hadist ato dalil itu hanya syariat agar orang awam tidak terjerumus ke syirik…jadi yg posting diatas hanyalah syariat..bukan hakekat.belum bisa memahami siapa,seperti apa, dimana Allah SWT itu. misalkan saja kita mau mengajukan permintaan ke presiden. apa bisa kita sebagai orang biasa bisa langsung ditrima presiden tanpa melalui lurah – camat – kepala desa – walikota – gubernur – mentri? bgt jga dengan tawassul. harus melalui orang2 / mahkluk gaib sholeh sebagai perantara..
jika anda bisa mgerti ilmu ghaib, anda bisa tau apa tawassul itu.
JANGAN HANYA MENGAJI SYARIAT SAJA, CM BISA DONGENG, NULIS DAN BACA TP AKHIRNYA BAKAL SENGSARA..BNYAK YANG HAFAL QUR’AN HADISTNYA SENENG MENGAFIRKAN ORANG LAEN KAFIRNYA SENDIRI TIDAK DIPERHATIKAN.
@misnadi
inilah bukti kesalahan nyata dari saudara.. kalau ini hanya syariat, kemudian siapakah yang mengerti hakikat? bagaimanakah cara mengerti hakikat tersebut..
tidaklah sama meminta kepada Allah dengan meminta kepada makhluk, Allah adalah Rabbul ‘Alamin tidak perlu perantara (tidak syar’i) untuk meminta kepada-Nya, dalam banyak ayat Allah memerintahkan agar berdoa langsung kepada-Nya, misalnya Allah ta’ala berfirman:
??????? ????????? ?????????? ?????????? ??????? ?? ??????? ??????????????
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raf ayat 5)
apakah dalam ayat tersebut Allah memerintahkan “Berdoalah melalui perantara Fulan.. dengan berendah diri..?” tidak, bahkan Allah langsung memerintahkan agar berdoa langsung kepada-Nya. Apalagi perkataan “tawassul harus melalui orang2 / mahkluk gaib sholeh sebagai perantara” ini adalah perkataan yang sama sekali tidak tepat.
untuk saudara yang mengatakan Allah butuh perantara untuk dimintai doa melalui makhluk ghaib, tolong berikan dalil dalam masalah ini, dalil yang shahih beserta penjelasan ulama sunnah dalam masalah ini, kami yakin yang ada adalah sebaliknya, yang ada adalah larangan-larangan dari hal tersebut.
Allah telah memudahkan ajaran ini, syariat itu untuk semua muslim yang awam maupun ulamanya, pembagian syariat-hakikat dalam makna saudara itu adalah pembagian yang diada-adakan.
untuk pengkafiran juga bukanlah sesuatu yang sembarangan, ada kaidah-kaidah mengkafirkan, ketika menyebutkan kriteria kekafiran belum tentu personil yang melakukan perbuatan kekafiran itu menjadi kafir, ada syarat-syarat terpenuhinya kekafiran dan tidak adanya penghalang dari kekafiran tersebut.. silakan simak dengan baik pada artikel ini:
http://almanhaj.or.id/content/3075/slash/0
semoga Allah memberikan hidayahnya kepada kita semua.
@misnadi
Saya setuju dengan satria
Saya rasa anda kurang paham dengan prinsip beragama Islam. Dalam melakukan setiap amalan tentu harus bersandar pada syariat yang pasti syariat itu menjurus pada hakikat beramal. Anda mengakatan kata hakikat, tapi sepertinya anda tak paham dengan makna “hakikat”. Anda bicara sebuah analogi yang sering saya dengar dari para kiai. Dan analogi itu hanya berdasarkan logika para pencetus tawasul syirik. Lalu disebarkan oleh para kiai dan diterima oleh masyarakat awam yang mindsetnya belum bersandar pada prinsip2 dasar beragama Islam. Meng’iya’kan ucapan kiai dengan dalih sang kiai mulia di hati masyarakat. Klise. Bukan maksud menjelekkan nama kiai, tapi sudah seharusnya kita meng’iya’kan ucapan seseorang entah itu kiai atau siapa, asalkan berdalil al Qur’an dan hadits shahih. Jelas.Tidak boleh mengkaji ilmu agama Islam dengan cara mengandai-andai, beranakogi seenaknya. Ingat! Setiap perselisihan kembalikan apa al Quran dan hadits shahih. Dn dalam menafsirkan juga tidak boleh sembarangan. Dalam hal tafsir serahkan pada ahlinya ‘Salafus Shalih’. Asal anda tahu, kebijakan di Indonesia dalam hal mengajukan permintaan seperti itu hanyalah budaya belaka. Hal tersebut ternyata karena pemimpin sekarang tak mau membaur dengan rakyatnya, padahal pemimpin itu adalah pelayan dan perisai bagi rakyatnya, namun faktanya sekarang tidak, pemimpin selalu terlihat paling tinggi, mulia,dan rakyat biasa terlihat kecil tak berdaya. Sehingga muncullah kasta2/strata sosial seperti itu. Dan terlihat tak pantas rakyat biasa meminta langsung ke pemimpin negaranya sehingga harus melalui perantara. Ingat! Prinsip perantara tsb hanyalah karena adanya kasta sosial. Dan dalam Islam tidak ada istilah kasta. Rasulullah SAW selalu membaur dengan rakyatnya dan memenuhi hakikat beliau sebagai pemimpin. Banyak rakyat beliau yang berkata atau bertanya secara langsung kepada beliau tanpa perantara ketika tidak berhalangan. Jelas. Analogi anda tidak relevan dengan pemahaman tawasul. Dan bukan menguatkan pendapat anda malah memperlemah pendapat anda karena sama sekali tidak ilmiah. Maaf jika ada kata-kata saya menyinggung perasaan. Bukan merasa paling benar. Tapi semata-mata agar saya, anda, dan semua umat muslim selamat di sisi Allah. Insya Allah. Allahumma aamiin.
sederhana saja.
yang sudah jelas dan shahih aja ada.
kenapa harus cari yang samar2.
kalo orang bego kayak saya mah ngikut aja yang pasti.
Hablum minallah,Hablum minannas.islam it mudah,jd ga usah2 diprsulit.
makasih
aq tak bisa bicara.. >.<
aq mencari2 apa penyebab org islam tertinggal dibelakang org kafir… padahal agama islam adalah yg terbaik sehingga ummat ini seharusnya menjadi yang terbaik.
jawaban yg aq anggap paling tepat saat ini adalah meratanya kesyirikan diummat ini (islam).
tdk usah dalil-dalilan, lihatlah dominasi akal dan logika bagi orang barat, jepang yang notabene kafir ternyata mereka menjadi kiblat teknologi dan kiblat kemajuan ilmu pengetahuan.
lihatlah ummat ini, tidak hanya di indonesia bahkan diseluruh negeri mayoritas islam kesyirikan merebak bagai jamur di musim semi. apa yg ummat ini fikirkan ketika ummat ini lebih mempercayai orang mati utk memberikan rezekinya, memudahkan urusan2 keduniaannya dari pada akal serta logikanya?
Tawassul dng amal shaleh (tawassul sunnah) apa bedanya dng tawassul bid’ah sprti yg antum jelaskan (tawassul dengn org shaleh),,sbab pd dasarnya keduanya masing2 brtawassul karena amal shalehnya? Sebgmn yg diajarkan oleh mursyid sy Saidina Syaikh Hisyam Kabbani Rabbani,bahwa tawassul dng org sholeh hukumnya boleh,bahkan beliau yg sring melakukannya. Apakah brarti beliau yg mrupakan generasi ke-40 Rasulullah tlah mengajarkan bid’ah? Mohon jg dalil yg menerangkan hal trsebut sbagamn pndapat Anda. Jngn cma blang bi’dah,,smntara tak dpt dibuktikan dng dalil yg jelas sanadnya..!!
@Iyan
Dari sunnah kita ketahui bahwa pernah orang-orang meminta kepada Nabi agar berdoa kepada Allah untuk menurunkan hujan. Dan Nabi mengabulkan permintaan mereka berdoa kepada Allah dengan merendah sampai Allah menurunkan hujan kepada mereka. Tidaklah mereka berkumpul dan berdoa tanpa kehadiran Nabi dengan ucapan: ?Ya Allah dengan Nabi-Mu Muhammad, kemuliaannya disisi-Mu dan kedudukannya di sisi-Mu, maka turunkanlah hujan pada kami.?
lihat doa Abbas ketika memenuhi permintaan Umar :
Diriwayatkan dari Anas bin Malik sesungguhnya Umar bin Khatthab RA ketika masyarakat tertimpa paceklik, dia meminta hujan kepada Allah dengan wasilah Abbas bin Abdul Mutthalib, dia berdo?a ?Ya Allah! Dulu kami bertawassul kepada-Mu dengan perantara Nabi kami, lalu kami diberi hujan. Kini kami bertawassul kepadamu dengan perantara paman Nabi kami, berikanlah kami hujan?. Perawi hadits mengatakan ?Mereka pun diberi hujan.?. HR Bukhory : 4/99.
hadis tersebut bermakna dibolehkannya bertawassul dengan do?a orang yang hidup (yang soleh) dan dipahami juga di hadis ini Umar bertawassul kepada Abbas dengan do?anya tidak kepada Rosulullah karena Nabi telah tiada. Atau dengan kata lain ini menunjukkan tidak bolehnya tawassul kepada orang mati karena jika boleh maka Umar tidak akan bertawassul kepada Abbas tetapi kepada Rosulullah.
jika hadis itu dimaksudkan untuk menunjukkan bolehnya bertawassul kepada yang kurang utama walau ada yang lebih utama adalah hal yang aneh, sebab disaat orang2 kesulitan dan kesusahan yang sangat, kekeringan yang menyebabkan mereka hampir mati oleh karena kalaparan dan kehausan, bagaimana mungkin dengan kondisi itu Umar memilih bertawassul dengan cara yang kurang utama yakni bertawassul dengan Abbas tidak kepada Nabi?
Doa Abbas(al-Hafizh Ibnu Hajar, al-Fath III/150:
“Ya Allah sesungguhnya tidak turun bala kecuali karena dosa, dan tidak menghilangkannya selain taubat. Orang-orang yang menghadap-Mu dengan ku karena kedudukanku dari Nabi-Mu. dan inilah tangan-tangan kami dengan dosa-dosa kepada mu dan hati-hati kami bertaubat. maka turunkanlah hujan kepada kami.”
dapat dipahami tawassul Umar kepada Abbas sama dengan tawassul orang -orang kepada Nabi yakni melalui do’anya dan dilakukan saat Nabi masih hidup.
tanya :
di atas tertulis…
=======
Kedua: Bertawassul dengan cara menyebutkan nama atau kemuliaan orang shalih ketika berdo?a kepada Allah Ta?ala.
Ini adalah bid?ah bahkan perantara menuju kesyirikan. Contoh,?Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan kemuliaan Syaikh Abdul Qadir Jailani, ampunilah aku.?
Ketiga: Bertawassul dengan cara beribadah kepada Allah Ta?ala di sisi kubur orang shalih. Ini merupakan bid?ah yang diada-adakan, dan bahkan merupakan perantara menuju kesyirikan.
=======
gimana kalo doanya nggak dipinggir kuburan?
terus gimana kalo tawasulnya gini “Bi Barakati Wa Bi Karamati Wa Natawassholu… dst” apakah termasuk yang dilarang????
#andre tauladan
Termasuk yang terlarang
ass,tolong djelaskan apa yg dmaksud syirik itu,apakah mminta kpd orang yg msih hidup \mati,,trmasuk syirik,,apakah pngemis2 trmasuk orang musyrik,,tlong djelaskan,,
@ Udin
1. Meminta kepada orang yang mati jelas perbuatan syirik apapun bentuknya.
2. Meminta kepada orang yang hidup diperbolehkan dengan syarat: Pertama,orang yang diminta tersebut hadir (minimal mengetahui mendengar apa yang diminta bisa melalui telpon, sms, surat dll)
Kedua, permintaan tolong dalam perkara yang sanggup dilakukan oleh makhluk (bukan dalam hal yang menjadi kekhususan rububiyyah Allah sperti meminta rizqi, meminta panjang umur dll)
3. Adapun hukum mengemis bisa disimak penjelasannya dilink berikut:
http://almanhaj.or.id/content/2981/slash/0
baguzz
jika kita brtawassul dg mengikuti doa yg diajarkan Rosulullah saw kmdian kita bersholawat, itu bgmn? Bkn trmsk bid’ah kan?
Bid’ah bukan sekedar apa yang baru atau tidak dilakukan pada zaman Rasulullah SAW.
Lebih lengkapnya :http://muslim.or.id/manhaj/mengenal-seluk-beluk-bidah-1.html
belajar alquran dan hadist hrs beserta tafsir nya agar tdk salah dlm menerangknnya. 10thn belajar blum cukup. Trmsuk sy pun msh bodoh. Berilah tuntunan yg lembut lagi santun dan tdk menciderai sesama umat. Maaf moga manfaat. Wassalam
Ziza, where are you? :)
Apakah saya melakukan syiar melalui internet termasuk Bid’ah, apakah saya melhit TV juga bid’ah mengingat Rasulullah SAW dulu tidak melakukannya? adakah dalilnya ?
Definisi sholat sendiri tidak ada bedanya dengan berdoa, karena arti dari bacaan-bacaanya adalah doa…. sedang disitu disebut juga Orang-orang yang telah tiada… dan kita mendoakannya… trus Apakah itu juga bukan bertawassul, apa ya yang kayak gitu juga disebut Bid’ah???
@ John
Ya tepat sekali. Dalam sholat terdiri dari bacaan doa, tasbih, pengagungan kepada Allah Ta’ala. Mohon untuk difahami bahwa seluruh doa yang ada di dalam shalat dutujukan kepada Allah Ta’ala. Bukan ditujukan kepada orang yang mati. Hakekat tawasul adalah menjadikan perantara antara dirinya dengan Allah dalam berdoa.Adapun doa dalam sholat bukan tawasul kepada orang mati tapi doa tsb ditujukan kepada Allah.Seperti halnya doa yang kita baca ketika tahiyyat (assalamu’alaina wa’ala’ibadillahishsholihin) semoga keselamatan tercurah kepada kami dan hamba-hamba Allah yang shalih. lafadz doa ini permintaan keselamatan untuk orang shalih baik yg hidup maupun yg telah tiada ditujukan kepada Allah. Bukan kepada orang yang mati.Karena Allah Ta’ala satu-satunya Dzat yang mengabulkan doa. Adapun makhluk adalah makhluk yang hina, rendah apalagi jika telah mati. Mandi saja harus dimandikan, sholat harus disholati, pakai baju harus dikafani. Bagaimana mungkin bisa ditujukan doa kepadanya? hanya orang berakal yang bisa mwngambil pelajaran. Allahul muwaffiq
apakah boleh apabila kita mengirim doa untuk nenek kita tapi diketahui bintinya dan bintinya diganti dengan binti hawa
Allah Maha Mengetahui, tidak perlu menyebutkan nama pun Allah tahu
Alhamdulillah penjabaran yg sangat bagus dan bisa menambah pengetahuan saya ttg tawassul. Semoga suatu saat saya bisa membaca dan menyimpan artikel yg lainnya. Dan semoga muslimah.or.id semakin jaya dan semakin bermakna buat kita semua. Aamiin Ya Alloh.
Masyaallah terimakasih atas postingan nya, sungguh saya melihat begitu banyak kemusyrikan merajalela di bumi Indonesia ini, ingin rasanya mendakwahkan tauhid tapi saya sendiri merasa ilmu saya blm banyak yg ditakutkan akan menjadi sumber perpecahan..
Assalamualaikum.
Afwan ust, kemarin saya sempat dengar kajian tauhid ttg istighosah.
Disitu disebutkan, trmashk syirik ber istighosah Selain Allah. Contohnya di lagu Allah Allah agisna ya rosulallah.
Mohon penjelasan ust
Betul
dikompleks saya kalo ada pengajian selalu ada tawasul atas abdul qodir jaelani, beberapa orang sudah tau itu syirik tapi gak berani negur karena kalah jumlah, jadi pada saat tawasul kami cuma diam saja dan beristighfar dalam hati.
bagaimana solusinya jika kita kalah jumlah dan gak berani negur? “ustad”nya pun gak punya pendidikan agama secara formal tapi berkat dia dikonpleks ini ada Mushola , para tetua disini pun pendidikan agama kurang malah masi ada yg percaya weton ,hari baik, pamali dsb