Di antara tanda-tanda bahwa hadits itu maudlu’ atau palsu ialah:
- Pengakuan dari pemalsu itu sendiri seperti beberapa contoh di atas (di kitab “Hadits-hadits Dla’if dan Maudlu’” karya Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat) atau bacalah kitab Al-Madkhal (hal: 53) oleh Imam Hakim.
- Terdapat keganjilan dan rusak maknanya.
- Bertentangan dengan ketetapan Al-Kitab dan As-Sunnah. (Bacalah: Ikhtishar Ibnu Katsir dengan syarahnya oleh Syaikh Ahmad Syakir hal. 78. Dan masalah ini telah dibahas dengan luas sekali oleh imam Ibnul Qayyim di kitabnya Al-Manaarul Munif fish Shahih Wadl Dla’if).
Ini, kemudian untuk mengetahui bahwa satu hadits itu maudlu’ atau palsu dan tidak ada asal-usulnya tidaklah mudah dan bukan sembarang orang kecuali para imam ahli hadits atau para ulama yang mahir dan luas pengetahuannya tentang Sunnah. Mereka memiliki kemampuan yang khusus tentang Sunnah atau hadits, jarh dan ta’dil-nya, tarikh para rawi, thuruqul hadits (jalan-jalan hadits) dan lain-lain yang berhubungan dengan ilmu yang mulia ini.
Telah berkata Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani di Muqaddimah kitab besarnya yaitu Silsilah Shahihah (jilid 4), “Tash-hih dan tadl’if adalah satu amal/perbuatan ilmiah yang sangat teliti sekali, menuntut pengetahuan yang baik terhadap ilmu hadits dan ushulnya (yakni dasar-dasar atau asasnya), ini dari satu sisi. Dan pengetahuan yang sangat dalam terhadap thuruqul hadits (jalan-jalan hadits) dan sanad-sanadnya dari sisi yang lain.”
Telah berkata Imam Adz-Dzahabi Syaikhul Jarh wat Ta’dil di kitab Musthalahul haditsnya yaitu Al-Muwqizhah (hal. 22), “Berbicara tentang rawi-rawi (hadits) membutuhkan kewara’an (kehati-hatian) yang sempurna serta terbebas dari hawa nafsu dan keberpihakan. Dan memiliki pengetahuan yang sempurna terhadap hadits, ‘illat-‘illatnya (penyakit-penyakit hadits) dan rijalnya (rawi-rawi hadits).”
(Baca juga kitab beliau Tadzkiratul Huffadz juz 1 hal 4. Dan kitab Ar-Raddul Waafir (hal: 14) oleh Imam Ibnu Nashiruddin Ad-Dimasyqiy).
Adapun mereka yang tidak mempunyai bagian sama sekali di dalam ilmu yang mulia ini, mereka yang hanya melemahkan atau mengatakan bahwa hadits ini maudlu’ karena hawa nafsu dan ra’yu atau fikiran-fikiran mereka yang batil yang menyalahi Al-Kitab dan Sunnah, mereka yang pekerjaan sehari-seharinya menggugat Sunnah shahih, maka mereka yang zalim para penentang Sunnah shahihah ini, sama sekali perkataannya tidak boleh didengar bahkan wajib ditentang dan dibuka aurat kebodohan mereka serta umat diberi penjelasan akan tipu daya mereka yang sangat berbahaya bagi agama kaum muslimin.
——————————————
Diketik ulang dari buku “Hadits-hadits Dla’if dan Maudlu’” karya Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat –hafizhahull?hu–
Artikel muslimah.or.id