Bismillah washalatuwassalaamu ‘ala Rasulillah wa’ala aalihi wa ash-haabihi wa man tabi’ahum bi ihsan ila yaumiddin.
Amma ba’du.
Cantik….. anggun….segar……stylish…
Wanita mana yang tidak suka dibilang cantik?
Wanita mana sih yang tidak mau terlihat anggun?
Wanita mana yang tidak inggin tampil segar dan menawan?
Wanita mana pula yang tidak ingin tampil stylish dengan gaya dan pakaian uptodate?
Mungkin atau memang sudah kodratnya ya, semua wanita pasti mau, yang berbeda mungkin kadarnya saja. Baiklahhh ………. apa ini salah? Apa wanita muslimah tidak boleh tampil cantik, anggun, segar, dan stylish?!
Ok, seorang wanita muslimah terlebih lagi yang sudah mengaji tidak mungkin tampil berdandan dan membuka aurat keluar rumah. Yup, setuju…
Tapi tahukah engkau, wahai akhwati ……
Bahwa akhir-akhir ini sudah mulai beredar pakaian pakaian yang sepertinya syari tapi sejatinya tidaklah syar’i. Kenapa?
Karena hijab muslimah tidak cukup hanya menutupi seluruh tubuh tetapi juga seharusnya tidak membentuk tubuh, berbeda sekali dengan pakaian yang banyak beredar dan banyak dikenakan muslimah akhir-akhir ini. Sepintas pakaian sih terlihat syar’i, jilbab di bawah dada, bajunya juga lengan panjang, menutup aurat, tapi… bahannya itu lho… ada yang terbuat dari jersey, kaos rayon spandex dan sejenisnya. Dengan warna-warna yang cantik, dan model-model yang indah, bahkan di antara saudari kita bahkan rela merogoh kocek agak dalam untuk tampil up to date.
Emang gimana sih kriteria hijab muslimah?
Yuk, kita muroja’ah lagi materi-materi yang telah lalu. Semoga banyak manfaat bisa kita petik.
Baca juga: Salah Kaprah dalam Memakai Jilbab
Jilbab wanita muslimah menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah
Menutup seluruh badan selain yang dikecualikan
Allah Ta’ala berfirman.
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, ’Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang biasa tampak dari mereka, dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka …” (Qs. An-Nuur: 31)
Allah juga berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59)
Bukan berfungsi sebagai perhiasan
Berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ
“Dan janganlah kaum wanita itu menampakkan perhiasan mereka.” (QS. An-Nur: 31)
Hal ini dikuatkan dalam surat Al-Ahzab ayat 33:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang pertama.” (QS. Al-Ahzab: 33)
Yang dimaksud dengan perintah mengenakan jilbab adalah menutupi perhiasan wanita. Dengan demikian tidaklah masuk akal jika jilbab itu sendiri berfungsi sebagai perhiasan. Seperti kejadian yang masih sering kita jumpai.
Kainnya harus tebal, tidak tipis
Yang namanya menutup itu tidak akan terwujud kecuali harus tebal. Jika tipis, maka hanya akan semakin memancing fitnah (godaan) dan berarti menampakkan perhiasan. Dalam hal ini, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakaian, namun (hakekatnya) telanjang. Di atas kepala mereka seperti terdapat bongkol (punuk) onta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka itu adalah kaum wanita yang terkutuk.” (HR. Ahmad, 2: 223. Menurut Al-Haitsami, rijal Ahmad adalah rijal yang sahih)
Dalam hadis lain terdapat tambahan, “Mereka tidak akan masuk surga dan juga tidak akan memperoleh baunya, padahal baunya surga itu dapat dicium dari perjalanan (jarak) sekian dan sekian.”
Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata, ”Yang dimaksud Nabi adalah kaum wanita yang mengenakan pakaian yang tipis, yang dapat menampakkan bentuk tubuhnya, dan tidak dapat menutup atau menyembunyikannya. Mereka ini tetap berpakaian namanya, akan tetapi hakekatnya telanjang.” (Dikutip oleh As-Suyuti dalam Tanwirul Hawalik, 3: 103)
Harus longgar, tidak ketat sehingga tidak dapat menggambarkan sesuatu dari tubuhnya
Tujuan dari mengenakan pakaian adalah untuk menghilangkan fitnah. Dan itu tidak mungkin terwujud kecuali pakaian yang dikenakan oleh wanita itu harus longgar dan luas. Jika pakaian itu ketat, meskipun dapat menutupi warna kulit, maka tetap dapat menggambarkan lekuk atau bentuk tubuhnya, pada pandangan laki-laki.
Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Rasulullah memberiku baju quthbiyah yang tebal (biasanya baju quthbiyah itu tipis), yang merupakan baju yang dihadiahkan oleh Dihyah al-Kalbi kepada beliau. Baju itu pun aku berikan kepada istriku. Nabi bertanya kepadaku, ”Mengapa kamu tidak mengenakan baju quthbiyah?” Aku menjawab, “Aku pakaikan baju itu kepada istriku.” Nabi lalu bersabda, ”Perintahkanlah ia agar mengenakan baju dalaman di balik quthbiyah itu, karena saya khawatir baju itu masih bisa menggambarkan bentuk tulangnya.” (Dikeluarkan oleh Ad-Dhiya’ Al-Maqdisi dalam kitab Al-Hadits Al-Mukhtarah, 1: 441; Ahmad dan Baihaqi dengan sanad hasan)
Hendaklah kaum muslimah di zaman ini merenungkan hal ini, terutama muslimah yang masih mengenakan pakaian yang sempit dan ketat yang dapat menggambarkan buah dada, pinggang, betis, dan anggota badan lainnya. Hendaklah mereka beristigfar dan bertaubat kepada Allah serta mengingat selalu akan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Perasaan malu dan iman itu keduanya selalu bertalian; manakala satunya lenyap, maka lenyaplah pula yang satunya lagi.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak dari Abdullah bin Umar dan Al-Haitsami dalam Al-Majma’, 3: 26)
Tidak diberi wewangian atau parfum
Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu bahwasannya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Siapapun perempuan yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina.” (HR. An-Nasai, 2: 38; Abu Dawud, 2: 92; At-Tirmidzi, 4: 17. At-Tirmidzi menyatakan hasan shahih)
Dari Zainab Ats-Tsaqafiyah bahwasannya Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Jika salah seorang di antara kalian (kaum wanita) keluar menuju masjid, maka janganlah sekali-kali mendekatinya dengan (memakai) wewangian!” (HR. Muslim)
Tidak menyerupai pakaian laki-laki
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria.” (HR. Ahmad no. 8309, 14: 61. Sanad hadis ini shahih sesuai syarat Muslim)
Tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir
Dari Abdullah bin Amru bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah melihat saya mengenakan dua buah kain yang diwarnai ‘ushfur (berwarna kuning), lalu beliau bersabda, ’Sungguh ini merupakan pakaian orang-orang kafir. maka jangan memakainya!’” (HR. Muslim, 6: 144)
Bukan libas syuhrah (pakaian untuk mencari popularitas)
Berdasarkan hadis Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Barangsiapa mengenakan pakaian syuhrah (untuk mencari popularitas) di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka.” (HR. Abu Dawud no. 4029 dan Ibnu Majah no. 3607, hadis hasan. Lihat Jilbaab al-Mar-atil Muslimah)
Saran:
- Sebaiknya baju dengan bahan yang jatuh dan membentuk dipadukan dengan jilbab yang tidak membentuk dan menutupi tubuh (jilbab sampai bawah lutut).
- Memakai ukuran yang lebih besar dari yang biasa. Misalnya, yang biasa memakai ukuran M, maka pakailah ukuran L, sehingga lebih longgar.
- Melapisi sedemikian rupa sehingga tidak membentuk lekuk tubuh.
Sudah sepantasnya seorang wanita muslimah mukminah menjaga kesucian dan kemuliaan dirinya dengan menjaga adab ketika keluar rumah; adab berpakaian, adab bicara dan tingkah laku, serta adab bergaul.
Semoga menjadi nasehat berharga bagi kita semua, terkhusus bagi penulis.
Washalallahu ‘ala Muhammad wa ‘ala aalihi wa man tabi’ahum biihsan ila yaumiddin.
Baca juga: Bolehkah Wanita Memakai Jaket di Luar Rumah?
***
Penulis: Ismiati Ummu Maryam
Muraja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
Jilbab Wanita Muslimah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Januari 2009, At-Tibyan Solo.
SUBHANALLAH…..
Assalamu’alaikum wa rahmatullah…
Afwan ustadz dan ustadzah, bolehkah jika memakai jilbab/kerudung yang tidak terlalu panjang (semisal jilbab segiempat) yang sampai ke paha saja kemudian baju atasannya lebar dan menutup paha?
Apakah tidak mengapa jika tangan baju terkadang terlihat saat beraktifitas?
Jazaakumullahu khairan.. semoga Allah Ta’ala senantiasa memberkahi dan merahmati ustadz dan ustadzah sekalian.. aamiin
masyaallah.. terima kasih artikelnya, sangat bermanfaat bagi muslimah seperti saya..