Penyakit ‘ain adalah penyakit yang timbul dari pandangan mata orang lain, yang menyebabkan seseorang tiba-tiba sakit atau bahkan tiba-tiba meninggal. Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
العين حق، ولو كان شيء سابق القدر سبقته العين
“Ain itu benar-benar ada! Andaikan ada sesuatu yang bisa mendahului takdir, sungguh ‘ain itu yang bisa” (HR. Muslim no. 2188).
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
أكثرُ مَن يموت بعدَ قضاءِ اللهِ وقَدَرِهِ بالعينِ
“Sebab paling banyak yang menyebabkan kematian pada umatku setelah takdir Allah adalah ain” (HR. Al Bazzar dalam Kasyful Astar [3/ 404], dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no.1206).
Pandangan mata yang bagaimana yang bisa menyebabkan ‘ain?
Ada dua macam: [1] pandangan mata hasad (iri; dengki) dan [2] pandangan mata kagum.
Dalil pandangan hasad bisa menyebabkan ‘ain adalah surat Al Falaq. Al Lajnah Ad Daimah menjelaskan:
وقد أمر الله نبيَّه محمَّداً صلى الله عليه وسلم بالاستعاذة من الحاسد ، فقال تعالى : ومن شر حاسد إذا حسد ، فكل عائن حاسد وليس كل حاسد عائنا
“Allah Ta’ala memerintahkan Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam untuk meminta perlindungan dari orang yang hasad. Dalam Al Qur’an: ” … dan dari keburukan orang yang hasad” (QS. Al Falaq: 5). Maka setiap orang yang menyebabkan penyakit ain mereka adalah orang yang hasad, namun tidak semua orang yang hasad itu menimbulkan ‘ain” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 1/271).
Adapun dalil bahwa pandangan mata kagum bisa menimbulkan ‘ain pada orang yang dikagumi, adalah hadits panjang riwayat Imam Malik tentang Sahl bin Hunaif yang dilihat dengan penuh kekaguman oleh Amir bin Rabi’ah radhiallahu’anhuma. Dari Abu Umamah bin Sahl, ia berkata:
اغتسل أَبِي سَهْلُ بْنُ حُنَيْفٍ بِالْخَرَّارِ، فَنَزَعَ جُبَّةً كَانَتْ عَلَيْهِ وَعَامِرُ بْنُ رَبِيعَةَ يَنْظُرُ، قَالَ: وَكَانَ سَهْلٌ رَجُلاً أَبْيَضَ، حَسَنَ الْجِلْدِ، قَالَ: فَقَالَ عَامِرُ بْنُ رَبيعَةَ: مَا رَأَيْتُ كَالْيَوْمِ وَلا جِلْدَ عَذْرَاءَ، فَوُعِكَ سَهْلٌ مَكَانَهُ، فَاشْتَدَّ وَعْكُهُ، فَأُتِي رَسُولُ الله – صلى الله عليه وسلم – فَأُخْبِرَ أَنَّ سَهْلاً وُعِكَ وَأَنَّهُ غَيرُ رَائِحٍ مَعَكَ يَا رسول الله، فَاَتَاهُ رَسُولُ الله – صلى الله عليه وسلم – فَأَخْبَرَهُ سَهْل بالَّذِي كَانَ مِنْ شَأنِ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ، فَقَالَ رَسُولُ الله – صلى الله عليه وسلم -: “عَلاَمَ يَقْتُلُ أًحَدُكمْ أَخَاهُ؟ أَلا بَرَّكْتَ؟، إِنَّ الْعَيْنَ حَقٌّ، تَوَضَّأْ لَهُ”. فَتَوَضَأَ لَهُ عَامِرُ بْنُ رَبِيعَةَ، فَرَاحَ سَهْل مَعَ رَسُولِ الله – صلى الله عليه وسلم – لَيْسَ بِهِ بَأْسٌ
“Suatu saat ayahku, Sahl bin Hunaif, mandi di Al Kharrar. Ia membuka jubah yang ia pakai, dan ‘Amir bin Rabi’ah ketika itu melihatnya. Dan Sahl adalah seorang yang putih kulitnya serta indah. Maka ‘Amir bin Rabi’ah pun berkata: “Aku tidak pernah melihat kulit indah seperti yang kulihat pada hari ini, bahkan mengalahkan kulit wanita gadis”. Maka Sahl pun sakit seketika di tempat itu dan sakitnya semakin bertambah parah. Hal ini pun dikabarkan kepada Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam, “Sahl sedang sakit dan ia tidak bisa berangkat bersamamu, wahai Rasulullah”. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam pun menjenguk Sahl, lalu Sahl bercerita kepada Rasulullah tentang apa yang dilakukan ‘Amir bin Rabi’ah. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Mengapa seseorang menyakiti saudaranya? Mengapa engkau tidak mendoakan keberkahan? Sesungguhnya penyakit ‘ain itu benar adanya, maka berwudhulah untuknya!”. ‘Amir bin Rabi’ah lalu berwudhu untuk disiramkan air bekas wudhunya ke Sahl. Maka Sahl pun sembuh dan berangkat bersama Rasulullah , (HR. Malik dalam Al-Muwatha’ [2/938] dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah [6/149]).
Sehingga Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:
وإذا كان العائن يخشى ضرر عينه وإصابتها للمعين، فليدفع شرها بقوله: اللهم بارك عليه
“Orang yang memandang dengan pandangan kagum khawatir bisa menyebabkan ain pada benda yang ia lihat, maka cegahlah keburukan tersebut dengan mengucapkan: Allahumma baarik ‘alaih (Ya Allah berikan keberkahan kepadanya)” (Ath Thibbun Nabawi, 118).
Jadi, sekali lagi, penyebab ‘ain adalah pandangan hasad dan pandangan kagum.
Dari sini, kita ketahui kurang tepat alasan sebagian orang yang mengunggah foto dirinya atau istrinya atau anaknya, tanpa kebutuhan, dengan sekedar dicoret matanya atau di-blur wajahnya.
Karena selama bisa menimbulkan hasad atau kagum, tetap ada potensi terkena ‘ain. Misalnya istrinya berkulit putih, atau berpostur semampai, atau pakai gaun yang indah, atau anaknya berpose lucu, atau kulitnya putih, atau main-mainan mahal, atau mereka sekeluarga sedang jalan-jalan ke tempat mahal, dan semisalnya ini tetap jadi potensi hasad atau kagum. Sehingga tetap berpotensi terkena ‘ain.
Sehingga solusi untuk menghindarkan diri dan keluarga dari penyakit ‘ain adalah menjauhkan diri dari sifat pamer, baik pamer harta maupun pamer keluarga. Tidak mengunggah foto tentang harta maupun foto keluarga ke media sosial atau internet. Bukan dengan sekedar coret mata.
Adapun orang yang memang ada kebutuhan untuk mengunggah gambar atau sifatnya darurat, maka silakan. Namun hendaknya disertai banyak-banyak berdzikir dan berdoa kepada Allah agar terhindar dari ‘ain.
Wallahu a’lam.
***
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslimah.or.id
Jika upload video kegiatan bermain/belajar anak di sosmed untuk menginspirasi ide permainan bagi ortu bagaimana ya ustadz? Apakah cukup dengan memberikan caption atau hashtag masya allah tabarakallah?
Itu tidak cukup, dan kami tidak ketahui dalilnya juga anjuran dari ulama untuk melakukan seperti itu. Tetap berusaha tidak upload foto apapun ke internet kecuali yang sangat mendesak.
Afwan ustadz, bagaimana dengan upload tulisan disertai foto seseorang misal untuk pengingat diri. upload foto anak-anak jalanan dan semisalnya potret kehidupan yang disertai caption motivasi dan renungan diri?
Sebaiknya dihindari karena dikhawatirkan menyebabkan penyakit ain pada anak-anak tersebut. Bukan memberikan nasehat tanpa disertai itu pun bisa?
Izin share ustadz
Apa ciri2 org yg menyebabkan penyakitbain ini ya
Lalu gejala apa yg kita alami kalau sudah kena penyakit ain ini ?
Sakit secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas.