“Mandi” pada pembahasan mandi junub di sini adalah “membasahi seluruh tubuh dengan air dan diawali dengan niat untuk mandi wajib”. Menetapkan niat dalam mandi ini merupakan hal yang wajib bagi laki-laki maupun wanita.
Dari Umar bin Khaththab, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya segala amalan itu tidak lain tergantung pada niat.”
Hadits pertama
عن عائشة رضي الله عنها قالت : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا اغتسل من الجنابة غسل يديه ، ثم توضأ وضوءه للصلاة ، ثم يغتسل ، ثم يخلل بيده شعره حتى إذا ظن أنه قد أروى بشرته أفاض عليه الماء ثلاث مرات ، ثم غسل سائر جسده
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha; dia berkata, “Bahwa jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dari janabah maka beliau mulai dengan mencuci kedua telapak tangannya, kemudian berwudhu sebagaimana wudhunya untuk shalat, kemudian memasukkan jari-jarinya kedalam air kemudian menyela dasar-dasar rambutnya, sampai beliau menyangka air sampai kedasar rambutnya kemudian menyiram kepalanya dengan kedua tangannya sebanyak tiga kali kemudian beliau menyiram seluruh tubuhnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Faedah hadits-pertama:
(1) Dari hadits di atas kita dapati salah satu keutamaan Aisyah radhiallahu ‘anha dan juga istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain, yaitu turut andil dalam menyampaikan ilmu agama, terutama yang bersifat pribadi. Merekalah yang bisa meriwayatkan tata cara mandi junub Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara rinci, juga sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain di dalam rumah. Para shahabat pun tidak mungkin mengetahui semua sunnah-sunnah apa saja yang dikerjakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila beliau sedang berada di rumah, melainkan mengetahuinya dari istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(2) Dalam hadits tersebut terdapat kata “kana” (كان), yang dalam bahasa Arab bisa saja memiliki dua arti atau dua maksud:
- kana yang berarti perbuatan masa lampau, maksudnya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam “pernah” mandi junub seperti yang dijelaskan dalam hadits.
- kana yang berarti perbuatan yang berulang-ulang/berkesinambungan (istimrar), maksudnya adalah Rasulullah “senantiasa” mandi junub (setelah jima’ dengan istrinya) seperti yang dijelaskan dalam hadits
Dan pendapat yang kuat menurut para ulama ialah maksud yang kedua, yaitu kana yang berarti “senantiasa”, pula didukung dengan kata “idza” (yang juga bermakna “senantiasa” pada kalimat idza-ghtasala (jika mandi: setiap kali mandi). Jadi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa mandi junub (setelah jima’ dengan istrinya) seperti yang dijelaskan dalam hadits.
(3) Dikatakan dalam hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu sebelum mandi junub, yaitu seperti wudhunya orang yang akan shalat, bukan wudhu dalam makna bahasa (hanya membersihkan diri).
(4) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggunakan dua tangannya untuk menggosok bagian rambutnya ketika mandi junub, bukan hanya satu tangan.
(5) Dalam hadits pula terdapat kata “saira“, yang dalam konteks hadits di atas, dapat diartikan sebagai “sisa bagian tubuh yang lain yang belum terkena air”. Jadi, setelah bagian-bagian wudhu terkena air, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membasahi sisa bagian tubuh yang lain yang belum terkena air, sehingga basahlah seluruh tubuhnya.
Hadits kedua
وعن عائشة رضي الله عنها قالت: كنت أغتسل أنا ورسول الله صلى الله عليه وسلم من إناء بيني وبينه واحد فيبادرني فيه حتى أقول: دع لي
Aisyah radhiallahu ‘anha juga berkata, “Aku mandi bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari satu tempayan, dan kami sama-sama mengambil air dari tempayan tersebut.” (HR. Muslim)
Faedah hadits-kedua:
- Sebagai dalil bolehnya suami-istri mandi bersama.
- Mandi-bersama tersebut akan menjadi sunnah (petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ed.) ketika diniatkan untuk meniru amalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Sebagai dalil tentang bolehnya melihat kemaluan istri/suami.
Hadits ketiga
عن ميمونة بنت الحارث رضي الله عنها زوج النبي صلى الله عليه وسلم أنها قالت : وضعتُ لرسول الله صلى الله عليه وسلم وَضوء الجنابة ، فأكفأ بيمينه على يساره مرتين أو ثلاثا ، ثم غسل فرجه ، ثم ضرب يده بالأرض أو الحائط – مرتين أو ثلاثا – ثم تمضمض واستنشق ، وغسل وجهه وذراعيه ، ثم أفاض على رأسه الماء ، ثم غسل سائر جسده ، ثم تنحّى فغسل رجليه ، فأتيته بخرقة فلم يُردها ، فجعل ينفض بيده بيديه
Dari Maimunah binti Al-Harits radhiyallahu‘anha; dia mengatakan, “Saya menyiapkan air bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mandi junub. Kemudian beliau menuangkan (air tersebut) dengan tangan kanannya di atas tangan kirinya sebanyak dua kali – atau tiga kali, kemudian beliau cuci kemaluannya, lalu menggosokkan tangannya di tanah atau di tembok sebanyak dua kali – atau tiga kali. Selanjutnya, beliau berkumur-kumur dan ber-istinsyaq (menghirup air), kemudian beliau cuci mukanya dan dua tangannya sampai siku. Kemudian beliau siram kepalanya lalu seluruh tubuhnya. Kemudian beliau mengambil posisi/tempat, bergeser, lalu mencuci kedua kakinya. Kemudian saya memberikan kepadanya kain (semacam handuk, pen.) tetapi beliau tidak menginginkannya, lalu beliau menyeka air (di tubuhnya) dengan menggunakan kedua tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Faedah hadits-ketiga:
- Hadits di atas menunjukkan khidmat seorang istri terhadap suaminya. Contohnya sebagaimana Maimunah binti Al-Harits radhiyallahu ‘anha, istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, menyiapkan air mandi untuk beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Dijelaskan tahapan-tahapan mandi junub yang lebih rinci dari hadits Aisyah sebelumnya.
- Kita dapati dari hadits, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mencuci kemaluan dengan tangan kirinya.
- Rasulullah berwudhu sebelum mandi, persis seperti wudhunya orang yang akan shalat, ber-istinsyaq, berkumur-kumur, membasuh muka, dan seterusnya.
- Dalil bahwa tidak mengapa menghilangkan bekas air wudhu dari badan. Adapun mandi wajib yang sebatas sah, yang dikatakan para ulama, ialah tidak berwudhu terlebih dahulu, tidak mengapa.
Dalam mandi junub, berwudhu itu tidak wajib. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
“Dan jika kalian junub maka bersucilah.” (QS. Al-Ma`idah : 6)
Dalam Al-Quran, Allah Ta’ala tidak menyebutkan tata cara mandi secara rinci; berbeda dengan wudhu yang disebutkan satu per satu urutannya. Hal itu menunjukkan bahwa wudhu harus dilakukan seperti itu (sesuai dengan rincian), berbeda dengan mandi.
Juga hadits Imran bin Husein dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seorang shahabat yang dalam keadaan junub dan belum shalat,
خذ هذا فأفرغه عليك
“Ambil (air) ini, dan tumpahkan ke tubuhmu.”
Oleh karena itu para ulama mengatakan, sebagai permisalan, jika orang yang junub membaca basmalah, lalu masuk ke dalam kolam air dengan niat mandi junub, menggosok-gosokkan kepalanya, hingga basah seluruh tubuhnya, lalu dia keluar dari kolam, maka hal tersebut sudah sah dikatakan mandi junub, meskipun dia tidak berwudhu.
Demikian hal tersebut ialah syarat minimal sahnya mandi junub. Adapun apabila mandi dengan diawali wudhu maka itu lebih afdhal (utama), karena hal tersebut yang senantiasa dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berwudhu itu hukumnya sunnah, karena perbuatan* Nabi hukum asalnya sunnah, tidak menunjukkan kewajiban. Akan tetapi kita diperintahkan oleh Allah subhanahu wa Ta’ala untuk mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
*) Catatan redaksi:
- Hadits qauli (berupa ucapan) ialah segala ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ada hubungannya dengan tasyri’.
- Hadits fi’li (berupa perbuatan) ialah segala perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diberitakan oleh para shahabatnya tentang wudhu, shalat, haji, dan selainnya.
- Hadits taqriri ialah segala perbuatan shahabat yang diketahui oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau membiarkannya (sebagai tanda setuju) dan tidak mengingkarinya.
Silakan baca: http://almanhaj.or.id/content/2263/slash/0/pengertian-as-sunnah-menurut-syariat/
—
Dirangkum dari kajian Ustadz Firanda Andirja hafizhahulloh di Radio Muslim tentang pembahasan hadits janabah dari kitab Umdatul Ahkam (karya Abdul Ghani Al-Maqdisi). Rekaman tersebut bisa diunduh melalui tautan http://www.radiomuslim.com/kitab-umdatul-ahkam-mandi-dari-janabah/
Dirangkum oleh: Rafika Sofiani (Ummu Rayya)
Artikel Muslimah.Or.Id
assalamualaikum wr.wb
ukhti…
saya seorang mahasiswa semester 2 ,saat ini saya di tugaskan dosen saya dari mata kuliah pendidikan agama islam,untuk membuat makalah dengan judul ” fungsi dan peranan wanita sholehah dalam membentuk rumah tangga muslim “.
mohon di bantu ukhti ,saya harus memulai dari mana ,dan adakah pembahsan terkait yang bisa membantu saya.
atas bantuan ukhti saya ucapkan terima kasih
wasalamualaikumm wr.wb