Karakteristik istri salehah
Saudariku,
Akhir-akhir ini semakin marak kasus perceraian yang terjadi antara suami dan istri. Tidak dapat dipungkiri bahwa masalah dalam rumah tangga sering kali menyebabkan kehilangan kesabaran dari suami dan istri sehingga berakhir pada perceraian. Cerai dalam pandangan Islam memang bukan perkara yang haram, tetapi perceraian adalah sesuatu yang sangat dibenci oleh Allah Ta`ala. Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,
أَبْغَضُ الحَلَالِ إِلَى اللَّهِ الطَّلَاقُ
“Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah perceraian.”
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menjaga rumah tangga dan mencari jalan keluar dari setiap permasalahan yang terjadi di dalamnya. Mengapa Islam sangat memperhatikan masalah ini? Hal ini tentu saja tidak terlepas dari tujuan Islam untuk memberi mashlahah (kebaikan) bagi umatnya. Perceraian tentu saja tidak akan berdampak baik pada tatanan keluarga, dan memberi dampak yang buruk pada psikis anak. Karena hal inilah, perceraian merupakan sesuatu yang makruh (dibenci) kecuali dalam keadaan darurat. Lantas apa yang harus dilakukan jika badai masalah menghantam bahtera rumah tangga?
Sebelum masalah ini terjadi, maka yang pertama kali harus diingat adalah bagaimana suami-istri melaksanakan kewajibannya masing-masing, dan bagaimana suami-istri tidak hanya mementingkan haknya saja. Saudariku, sebagai seorang istri, hendaknya jangan meminta hak saja, tapi juga harus sadar tentang kewajiban dan berusaha menunaikannya dengan sebaik-baiknya. Istri yang ikhlas dalam mengurus rumah tangga dan taat akan perintah suami (selama tidak bertentangan dengan syariat), maka baginya hak untuk masuk ke surga Allah dari pintu manapun yang ia inginkan, dan kemuliaan ini khusus untuk perempuan. Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، قِيلَ لَهَا: ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Jika seorang wanita melaksanakan salat lima waktu (salat fardhu), puasa sebulan (puasa Ramadan), Menjaga kemaluannya (kehormatannya), dan menaati suaminya, maka dikatakan kepadanya, `Masuklah ke surga dari pintu manapun yang engkau mau.`”
Kemuliaan yang besar ini tentu tidak didapat dengan cara yang mudah. Dalam perkara ini, seorang istri membutuhkan kesabaran dan keikhlasan yang besar. Menjadi qurrotul `ain (penyejuk pandangan) bagi suami bukanlah perkara yang sederhana, tetapi seorang lelaki yang memiliki istri yang menyejukkan hati saat melihatnya adalah suatu kebahagiaan yang besar. Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,
مِنْ سَعَادَةِ ابْنِ آدَمَ الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، وَالْمَسْكَنُ الصَّالِحُ، وَالْمَرْكَبُ الصَّالِحُ
“Di antara kebahagiaan Bani Adam adalah istri yang salehah, tempat tinggal yang baik, dan kendaraan yang baik.”
مَا اسْتَفَادَ الْمُؤْمِنُ بَعْدَ تَقْوَى اللَّهِ تَعَالَى خَيْرًا مِنْ زَوْجَةٍ صَالِحَةٍ؛ إِنْ أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ، وَإِنْ نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ، وَإِنْ أَقْسَمَ عَلَيْهَا أَبَرَّتْهُ، وَإِنْ غَابَ عَنْهَا نَصَحَتْهُ أَوْ حَفِظَتْهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهِ
“Seorang mukmin tidak mendapatkan manfaat yang lebih baik setelah ketakwaannya kecuali istri yang salehah. Jika dia memerintahkannya, maka istrinya menaati; jika dia melihat kepadanya, istrinya membuatnya senang; jika dia bersumpah atasnya, istrinya menepatinya; dan jika dia pergi darinya, istrinya menjaganya dirinya (istri) dan hartanya (suami).”
أَلَا أُخْبِرُكَ بِخَيْرِ مَا يَكْتَنِزُ الْمَرْءُ؟ الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ؛ إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ، وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ، وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهُ
“Maukah aku beritahukan kepadamu tentang sebaik-baik harta seorang manusia? Yaitu wanita salehah: apabila dipandang, ia menyenangkannya; apabila diperintah, ia menaatinya; dan apabila tidak bersamanya, ia menjaganya (kehormatan dan hartanya).”
Saudariku,
Mungkin di kehidupan rumah tangga, engkau mendapatkan sifat dan tabiat suamimu bertentangan dengan prinsipmu. Tapi ingatlah, setiap orang memang memiliki cara pikir yang berbeda, begitupun antara laki-laki dan perempuan. Keduanya memiliki tabiat yang berbeda. Laki-laki, pada dasarnya memiliki tabiat qowwam (pemimpin dan pelindung), maka dia suka untuk dihormati. Oleh karena ini, jangan pernah memotong perkataannya. Diamlah saat dia marah, tunggulah sampai amarahnya reda. Di saat amarahnya reda, buatkan minuman atau beberapa makanan agar dia rida kapadamu. Perlakukanlah dia seakan-akan dia anak kecil yang membutuhkan kasih sayang, bukan banyaknya pendapat. Dan engkau wahai saudariku, setinggi-tingginya ilmu dan kedudukanmu, bahkan jika ilmu dan kedudukanmu jauh di atasnya, engkau tetaplah seorang makmum dan suami adalah imammu, bersikaplah seakan-akan engkau berada di bawahnya.
Lantas, apakah selamanya seorang istri dipaksa untuk menurut? Jawabannya tidak. Seorang istri bisa mengemukakan pendapatnya, tapi dengan cara yang baik. Letakkan antara engkau dan suamimu peraturan-peraturan dan rencana dalam rumah tangga yang dipandang baik dan sesuai dengan syariat Islam. Contohnya, letakkanlah rencana dan konsep yang sesuai untuk mendidik anak, atau tatanan yang sesuai dalam masalah nafkah dan lainnya. Selain itu, seorang istri harus berusaha menyayangi dan menghormati kedua orang tua suami. Karena bagaimanapun, ibu suamimu adalah cinta suamimu yang pertama. Bantulah suamimu dalam berbakti kepada ayah dan ibunya, dan jangan jauhkan dia dari ibu dan ayahnya.
Tahapan-tahapan yang perlu ditempuh untuk ishlah antara suami dan istri
Jika seorang istri sudah berusaha menjadi sosok penyejuk hati bagi suaminya, maka insyaa Allah akan jarang terjadi cekcok dalam kehidupan rumah tangga. Tetapi jika masih ada cekcok, maka engkau harus bersabar. Dan bagi seorang suami, seharusnya tidak buru-buru memutuskan perceraian. Karena sebelum perceraian, ada tahapan-tahapan yang perlu ditempuh untuk ishlah antara suami dan istri. Tahapan tersebut adalah:
Pemberian nasihat
Seorang suami atau istri jika melihat pasangannya melenceng atau tidak menunaikan hak pasangannya, maka harus diberi nasihat dengan cara dan perkataan yang baik. Seorang suami harus mengingatkan istrinya tentang kewajibannya dan dosa yang akan didapat jika tidak menaati perkataan suaminya. Begitu pun seorang istri harus mengingatkan suaminya tentang kewajibannya menjadi seorang kepala rumah tangga, tetapi harus dengan cara yang tidak merendahkan kehormatan suaminya.
Memberi pukulan yang tidak menyakitkan (ghairu mubarrih)
Tahapan ini khusus diberikan dari suami kepada istri. Tetapi dalam memberi pukulan kepada istri, harus dengan syarat-syarat yang ketat. Pukulan tidak boleh menyakitkan istri, dan tidak boleh meninggalkan bekas, baik berdarah atau pun memar. Selain itu, pukulan itu tidak boleh dilakukan di wajah, juga harus menggunakan sesuatu yang ringan (misalnya, kayu siwak). Pukulan harus diniatkan untuk membuat istri kembali ke jalan yang benar, dan tidak boleh untuk menyakiti dan meluapkan emosi.
Al-hajr atau meninggalkan (memboikot) istri
Jika dua tahapan tadi belum berhasil, maka suami bisa mendiamkan istri dan tidak tidur seranjang dengan istri. Tetapi suami harus ingat, al-hajr atau mendiamkan istri hanya dilakukan saat berdua saja. Sedangkan jika di depan orang lain, suami tidak boleh mendiamkan istrinya, karena ini termasuk menjatuhkan kehormatan istri dan juga menimbulkan perkataan-perkataan dan pikiran buruk dari orang lain.
Mengirim perwakilan dari kedua pihak
Jika tiga cara sebelumnya belum berhasil, maka pasangan suami istri harus mengirim perwakilan untuk membicarakan masalah antara pasangan dan mencari jalan keluar dari masalah tersebut.
Perceraian
Jika keempat cara tersebut tidak juga berhasil dan ditakutkan akan adanya mafsadah (keburukan) yang akan terjadi, maka pasangan suami-istri bisa mengambil langkah perceraian. Tetapi ini adalah langkah akhir dan sesuatu yang seharusnya dihindarkan.
Kelima cara ini sejalan dengan perkataan Allah Ta`ala,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا (34) وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا ۚ إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا (35)
“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (dengan kemampuan tertentu) atas sebagian yang lain dan karena mereka menafkahkan sebagian dari harta mereka. Maka perempuan-perempuan yang salehah adalah yang taat (kepada Allah dan suaminya) dan menjaga diri ketika tidak dilihat (oleh suami), karena Allah telah menjaga mereka. Dan perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuz (pembangkangan)-nya, maka nasihatilah mereka, pisahkanlah mereka di tempat tidur, dan pukullah. Jika mereka menaati kalian, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. Jika kalian khawatir ada perselisihan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam (penengah) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua penengah itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberikan taufik kepada keduanya (suami istri). Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.” (QS. An-Nisa’: 34-35)
Baca juga: Keutamaan Berdoa Sebelum Berhubungan Suami Istri
***
Penulis: Norma Melani Khaira
Artikel Muslim.or.id
Referensi:
Tahapan dalam ishlah diambil dari buku Taudiihu Al-Ahkam min Buluughi Al-Maroom, karya Syekh Abbdullah bin Abdurrahman Al-Bassam.



