Kehidupan rumah tangga yang dijalani Rasulullah shallallalhu ‘alaihi wa sallam bersama Ummahatul Mukminin mencerminkan kehidupan yang terhormat, mapan dan harmonis. Derajat mereka setingkat lebih tinggi dalam hal kemuliaan, kepuasan, kesabaran, tawadhu, pengabdian dan kewajiban memenuhi hak-hak suami. Padahal hidup beliau tak lekang dari keprihatinan, yang tak akan sanggup dijalani manusia. Anas pernah berkata, “Aku tidak pernah mengetahui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat adonan roti yang lebar lagi tipis hingga saat meninggal dunia dan tidak pula beliau melihat hidangan daging domba sama sekali.”
Aisyah berkata, “Kami benar-benar pernah melihat tiga kali kemunculan hilal selama dua bulan, namun tidak pernah kunyalakan tungku api di rumah-rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Lalu Urwah bertanya kepada Aisyah, “Kalau begitu apa yang membuat kalian bertahan hidup?”
Aisyah menjawab, “Dua hal, kurma dan air.”
Pengabaran lain yang menggambarkan keadaan rumah tangga beliau seperti ini cukup banyak.
Sekalipun dalam keadaan yang serba kekurangan dan memprihatikan seperti ini, istri-istri beliau tidak pernah mencaci dan mengumpat, kecuali sekali saja, sebagai tuntunan yang layak bagi manusia biasa dan sekaligus sebagai sebab turunnya hukum syariat, lalu Allah menurunkan ayat yang memberikan pilihan kepada mereka,
??? ???????? ?????????? ???? ??????????? ???? ????????? ???????? ?????????? ?????????? ???????????? ????????????? ?????????????? ???????????????? ???????? ??????? (??)?????? ????????? ???????? ??????? ??????????? ?????????? ????????? ??????? ??????? ??????? ??????????????? ????????? ??????? ???????? (??)
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: “Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik.Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar.” (QS. Al Ahzab: 28-29)
Di antara bukti kemuliaan dan kehormatan mereka, maka mereka memilih Allah dan Rasul-Nya. Tak seorang pun di antara mereka yang berpaling kepada keduniaan.
***
muslimah.or.id
Potongan tulisan dari buku Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Pustaka Al-Kautsar
Bismillah,,,sy benar2 terkesan mmbaca artikel ini,Rasul sj tdk pernh menikmati hidup d dunia dg kmwahan,tp beliau ttp bhgia.knp kt sbgi umatnya hrus mngejar dunia?bersbarlah,smg jd hamba Allah yg mndpt Ridho Nya,amin
rosul kaya raya, namun beeliau sederhana.Ketika kekayaannya itu tidak dipamerkan berupa benda berlebihan spt manusia, beliau memliki harta bnyak namun lebih cenderung utk masyarakat.
Subhanallah..,artikel ini menyadarkan kita bahwa kita harus tetap bersyukur dan tidak bersenang2 dengan kenikmatan duniawi yang hanya sesaat,sederhana&tetap tawadhu seperti di contohkan nabi kita.
terimakasih, saya baru membaca artikel ini.
Subhanallah Rasulullah memang telah Allah turunkan untuk memberi suri teladan.
Ada yang ingin saya tanyakan Rasulullah saat itu mungkin telah menjadi yatim piatu. jadi tidak ada tuntutan untuknya dari orang tua. sedang saya pribadi memang tidak dituntut untuk memberi/ membalas pada kedua orang tua. namun mereka mendambakan anaknya dapat sukse dunia akhirat. bagaimanakah sya seharusnya?
terimakasih…
Bismillah,,,
Ijin share n’ copas. Syukrn
kita harus mensyukuri nikmat yang di berikan oleh Allah Subhana wa ta’ala yaitu terutama nikmat iman dan Islam…
subhanallah…inilah idola yang sesungguhnya. ijin share ‘n copy. syukron
bismillah………., ijin share n copy ya. syukron.