Beliau adalah Abu Bakar Al Baqilani, seorang ulama madzhab Maliki dari Bashrah yang wafat pada tahun 402H. Beliau murid dari Ad Daruquthni dan Ibnu Abi Zaid Al Qairuwani.
Suatu saat Al-Baqilani menemui raja Romawi. Dia melihat di sekeliling raja ada banyak pendeta. Al-Baqilani lalu bertanya kepada pendeta, “Bagaimana kabarmu, istri, dan anak-anak?!!” Sang raja mengatakan, “Dalam surat raja yang mengirim kamu kesini dinyatakan bahwa engkau adalah juru bicara umat dan orang yang cerdas dan cerdik. Namun tidaklah engkau tahu bahwa kami menyucikan pendeta dari istri dan anak?”. Al-Baqilani langsung menjawab, “Sungguh mengherankan, kalian tidak menyucikan Allah dari istri dan anak, namun kalian menyucikan para pendeta dari istri dan anak, seakan-akan menurut kalian mereka (para pendeta) lebih mulia dan lebih suci dari Allah” (Tabyin Kadzib al-Muftari, hal.218 karya Ibnu ‘Asakir).
Betapa cerdasnya Imam al-Baqilani dalam mengkritisi pemahaman trinitas yang sangat bertentangan dengan aqidah tauhid yang lurus. Allah berfirman:
??? ???????? ???????? ???? ??????
“Allah sekali-kali tidak mempunyai anak…” (QS. Al Mukminun: 91).
?????? ???????? ???? ?????? ?? ???? ?????? ????? ????????
“Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri?” (QS. Al An’am : 101).
???? ?????? ?? ???? ???????? (3) ?? ???? ?????? ???? ??????? ??????
“Dan tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia” (QS. Al Ikhlas: 3-4).
Aqidah kufur yang meyakini paham trinitas sangat bertentangan dengan apa yang di dakwahkan Nabi Isa ‘alaihissalam dan semua rasul yang esensinya adalah mengesakan Allah subhanahu wa ta’ala. Isa adalah putra Maryam, nabi serta Rasul Nya. Bukan anak tuhan dan bukan tuhan itu sendiri. Allah ta’ala berfirman ketika memerintahkan Rasulullah,
?????????? ????????? ????? ???????? ??? ???????? ????????? ????? ???????
“Dan bahwasanya maha tinggi kebesaran Rabb kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak” (QS. Al-Jin: 3).
Sedangkan menyucikan para pendeta dari istri dan anak sungguh kontradiktif dengan fitrah dan tabiat manusia untuk menyalurkan syahwatnya pada jalan yang diridhai Allah subhanahu wa ta’ala. Perkara atau perbuatan yang menyalahi syariatNya hanya akan membawa keburukan.
Dalam sebuah riwayat dari Sa’ad bi Abi Waqqash radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata:
????? ???????? ??????? ????? ??????? ???????? ?? ??????? ????? ????????? ???? ???? ?????? ??????????? ?? ???? ?????? ??? ??? ????????????
“Nabi menampik tabattul (menjauhi pernikahan guna berkonsentrasi dalam beribadah) dari Utsman bin Mazh’un, seandainya beliau mengizinkan itu untuknya, niscaya kami akan benar-benar mengebiri diri kami” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kehidupan tanpa menikah merupakan perbuatan yang menyerupai pendeta Nasrani, penganut agama Budha dan kalangan sufi dengan tujuan agar berkonsentrasi ibadah. Menikah adalah sunnahnya dan membawa kemaslahatan hidup dunia akhirat. Pilihan membujang sebagaimana keyakinan orang Kristen diharamkan dan membawa resiko kerusakan besar untuk dirinya dan orang lain.
Demikianlah hikmah yang dapat dipetik dari kisah al-Baqilani dalam membungkam pemahaman menyimpang orang Kristen yang secara akal saja kontradiktif, terlebih lagi secara syar’i sangat berseberangan dengan aqidah yang diajarkan Rasulullah dan para salafus shalih.
**
Referensi :
1. Majalah As-Sunnah, edisi April 2010
2. Majalah Al-Furqon,edisi 6 tahun ke tigabelas
3. Kitab Tauhid (terjemah) Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Darul Haq, Jakarta, 2002
Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa
Artikel Muslimah.or.id