Pertanyaan:
Terkait masalah bulan madu yang banyak tersebar di eropa, terkadang disertai dengan keyakinan yang aneh-aneh dari doktri agamanya. Apakah jika ada sebagian kaum muslimin yang melakukannya, termasuk bentuk meniru kebiasaan orang barat, meskipun hanya melakukan perjalanan di negeri islam?
Semoga Allah memberikan balasan yang terbaik bagi anda..
Jawaban Syaikh Abdurrahman as-Suhaim:
Dalam masalah ini perlu dirinci.
Pertama, jika fenomena tersebut merupakan bagian dari perkara ibadah orang kafir, baik menurut yahudi maupun nasrani maka tidak boleh diamalkan sama sekali, apapun keadaannya, kecuali jika perkara tersebut juga ditetapkan dalam syariat kita, berdasarkan al-Quran dan sunnah, sehingga menjadi bagian dari ajaran semua syariat. Seperti masalah hukuman had (hukuman tindak kriminal) atau menutup aurat atau yang lainnya.
Kedua, fenomena yang merupakan perkara dunia. Untuk yang kedua ini bisa dirinci sebagai berikut:
a. Jika diiringi dengan keyakinan tertentu maka tidak boleh ditiru, seperti: cincin tunangan.
b. Tidak diiringi keyakinan tertentu dan sudah tersebar di tengah masyarakat islam, sehingga orang islam yang melakukannya menyadari bahwa kegiatan ini hanya semata adat masyarakat di negerinya. Untuk kasus kedua ini, saya berharap tidak mengapa dilakukan.
Termasuk dalam jenis yang kedua ini adalah kebiasaan yang dikenal dengan ‘bulan madu’. Hanya saja tidak selayaknya terlalu terikat dengan penamaan ini dan batasan waktu tertentu. Karena kehidupan seorang muslim, jika dibangun di atas prinsip al-Quran dan sunnah maka semuanya adalah kehidupan yang indah dan menyenangkan.
Selanjutnya untuk masalah safar, pada asalnya hukumnya adalah mubah. Karena itu, boleh bagi suami untuk melakukan safar bersama istrinya, terutama ketika masa pengantin baru. Karena kegiatan ini akan semakin mengikat rasa cinta dan kasih sayang.
Akan tetapi tidak boleh safar ke negeri kafir atau ke tempat-tempat yang banyak digunakan untuk maksiat. Karena para ulama telah menegaskan bahwa wali berhak melarang orang yang menjadi tanggungannya untuk pergi ke tempat-tempat campur baur laki-laki perempuan.
Syaikh Abdurrahman as-Suhaim merupakan seorang dai dari Kementrian Agama, Wakaf, Dakwah dan Bimbingan Masyarakat Kerajaan Arab Saudi.
Disadur dari: http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=138993
Allahu a’lam
***
muslimah.or.id
Diterjemahkan Oleh Ustadz Ammi Nur Baits
makasih artikelnya….. :)
terimakasih artikelnya….. :)
??????????? ?????????? ?????????? ?????? ?????????????
Maaf ustad,saya mau bertanya…
Bila seorang muslimah melakukan safar,apakah harus didampingi mahramnya….kalo hanya dekat dan tidak lebih dr satu hari?
Yg kedua,apabila muslimah melakukan safar utk pulang kerumah mertua ato orangtuanya harus didampingi mahramnya?
Terimakasih utk penjelasannya dan pencerahannya….
?
???????????? ?????????? ?????????? ?????? ?????????????