Teks Hadis
Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِيءَ لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur, lalu ia enggan untuk memenuhi ajakan suaminya, maka ia (istri) akan dilaknat malaikat hingga pagi.” (HR. Bukhari no. 5193 dan Muslim no. 1436)
Dalam redaksi Muslim disebutkan,
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهَا فَتَأْبَى عَلَيْهِ إِلَّا كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur (untuk berhubungan suami istri) sedangkan dia (istri) enggan, melainkan (malaikat) yang ada di langit murka kepadanya sampai suaminya memaafkannya.” (HR. Muslim no. 121, 1436)
Penjelasan Teks Hadis
Pertama: kata,
إِلَى فِرَاشِهِ
“(mengajak istrinya) ke tempat tidur”; adalah kinayah (kata kiasan) untuk mengungkapkan ajakan berhubungan suami istri. Penggunaan kata kiasan untuk mengungkapkan perkara semacam ini banyak dijumpai dalam Al-Quran dan As-Sunah. Misalnya firman Allah Ta’ala,
هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ
“Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.” (QS. Al-Baqarah: 187)
Kedua: kata,
لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ
“ia (istri) akan dilaknat malaikat.”
Kemungkinan maksud dari “malaikat” dalam hadis ini adalah malaikat pencatat amal dan mungkin juga maksudnya adalah malaikat selain mereka. Al-‘Aini rahimahullah lebih mendukung pendapat bahwa mereka adalah malaikat yang berbeda [1], karena malaikat memiliki tugas-tugas tertentu yang disebutkan oleh dalil. Sehingga tidak mustahil jika ada malaikat yang ditugaskan untuk urusan-urusan tertentu, termasuk urusan yang disebutkan dalam hadis ini.
Dalam riwayat yang lain terdapat tambahan,
فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا
“ … sehingga dia (suami) melalui malam itu dalam keadaan marah … “ (HR. Bukhari no. 3237 dan Muslim no. 122, 1436)
Tambahan redaksi ini menunjukkan bahwa laknat untuk istri akibat pembangkangannya bergantung pada kemarahan suaminya. Berbeda halnya jika suami tidak marah, karena mungkin saja suami memaafkan atau mengabaikan (menggugurkan) haknya. Oleh karena itu, tambahan kalimat ini menjadi batasan untuk redaksi hadis yang bersifat umum yang telah disebutkan di atas.
Ketiga, kata,
حَتَّى تُصْبِحَ
“hingga pagi”; dibawa kepada makna mayoritas (umumnya) kejadian. Maksudnya, ajakan tersebut lebih banyak terjadi di malam hari daripada ketika siang hari, sehingga diksi yang dipilih adalah “hingga pagi”. Karena dzahir perkataan ‘hingga pagi hari’ menunjukkan bahwa laknat hanya berlaku jika penolakan tersebut terjadi di malam hari, bukan di siang hari. Namun, redaksi ‘hingga pagi’ tidaklah menunjukkan suatu pembatasan. Artinya, tidak boleh dipahami bahwa jika suami mengajak berhubungan intim di siang hari, maka boleh menolak dan tidak akan dilaknat oleh malaikat. Namun, redaksi kalimat tersebut disebutkan karena pada umumnya, permintaan suami ini terjadi pada malam hari. Seolah-olah terdapat penekanan terhadap pentingnya hal tersebut pada malam hari dan adanya dorongan yang kuat untuk melakukannya, meskipun sebenarnya ancaman dalam hadis tersebut berlaku baik pada malam maupun siang hari.
Bahkan bisa jadi penekanan ketika siang hari lebih kuat, berdasarkan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
إِنَّ الْمَرْأَةَ تُقْبِلُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ وَتُدْبِرُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ فَإِذَا أَبْصَرَ أَحَدُكُمْ امْرَأَةً فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِي نَفْسِهِ
“Sesungguhnya wanita itu datang dan pergi bagaikan setan. Maka, apabila kamu melihat seorang wanita, datangilah istrimu, karena yang demikian itu dapat menentramkan gejolak (syahwat) dalam hatimu.” (HR. Muslim no. 1403)
Pemahaman seperti ini juga didukung redaksi hadis yang ada di dalam Shahih Muslim,
حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا
“sampai suaminya memaafkannya.”
Redaksi dalam Shahih Muslim tersebut menunjukkan bahwa hal tersebut bersifat umum, baik ajakan di malam atau di siang hari. Sedangkan dalam redaksi yang lain dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan,
حتى ترجع
“sampai istri kembali (memenuhi permintaan suami).”
Dengan demikian, kewajiban istri untuk memenuhi permintaan suami berlaku siang dan malam. Laknat pun terus berlanjut hingga istri kembali (memenuhi permintaan suami) atau suami meridai atau memaafkannya.
Berdasarkan penjelasan ini, maka terdapat tiga redaksi hadis: 1) hingga pagi; 2) hingga suami rida (memaafkan); dan 3) hingga istri kembali (memenuhi permintaan suami). Redaksi “hingga pagi” dimaknai apabila suami tidak rida dan istri tidak kembali (tidak memenuhi permintaan suami), maka laknat akan berahir di pagi hari. Sedangkan redaksi “hingga suami rida” atau “hingga istri kembali” dimaknai bahwa jika hal tersebut terjadi, maka laknat akan berhenti.
[Bersambung]
***
@Fall, 4 Rabiul akhir 1446/ 7 Oktober 2024
Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel Muslimah.or.id
Catatan kaki:
[1] Lihat Bahjatun Nufus, 3: 229; ‘Umdatul Qari, 16: 385.