Dari Ummu Salamah radhiyallahu‘anha, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
إذا رأيتم هلال ذي الحجة وأراد أحدكم أن يضحي فليمسك عن شعره وأظفاره حتى يضحي
“Jika kalian melihat hilal Zulhijah dan salah seorang dari kalian hendak berkurban maka hendaknya ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya hingga ia menyembelih hewan kurbannya.”
Dalam riwayat yang lain:
فلا يَمَسَّ من شعره وبشرته شيئاً
“Maka hendaknya ia tidak menyentuh (memotong) sedikit pun dari rambut dan kulit di badannya.” (HR. Muslim, no. 1977)
Hadis ini adalah dalil yang menunjukkan larangan bagi seorang yang hendak berkurban, jika telah masuk 10 hari pertama dari bulan pertama Zulhijah, maka hendaknya ia tidak memotong sedikit pun dari rambut, kuku dan kulit di badannya hingga ia menyembelih hewan kurbannya. Dan apabila hewan kurbannya berjumlah banyak maka larangan ini berlaku hingga disembelih hewan kurban yang pertama.
Pendapat yang paling rajih dari para ulama bahwa larangan ini hukumnya haram berdasarkan kaidah pelarangan. Sehingga barangsiapa yang sengaja melakukannya, hendaknya ia bertaubat dan beristighfar. Dan tidak ada fidyah baginya secara ijma’, juga tidak berpengaruh bagi penyembelihan hewan kurbannya.
Larangan ini dikhususkan hanya untuk shahibul qurban berdasarkan sabda Nabi:
وأراد أن يضحي
“Dan ia hendak berkurban.”
Maka tidak termasuk di dalamnya pasangan dan anak-anak jika ia (shahibul qurban) ingin menyertakan mereka di dalam pahala.
Barangsiapa yang menyembelih untuk selain dirinya sebagai wasiat ataupun wakil maka tidak diharamkan baginya memotong sedikit pun dari rambut, kuku dan kulit di badannya, dikarenakan sembelihannya bukan untuk dirinya.
Dan barangsiapa yang mencukur sebagian dari rambutnya atau memotong kukunya di 10 hari pertama Zulhijah karena ia tidak ingin berkurban, kemudian di pertengahan 10 hari tersebut ia berkeinginan untuk berkurban, maka ia menahan diri setelah memantapkan keinginannya tersebut.
Dan barangsiapa yang butuh untuk mencukur rambut, kuku dan kulit di badannya karena kondisi yang membahayakan apabila dibiarkan seperti rusaknya kuku atau adanya luka yang terdapat bulu padanya, yang jelas-jelas harus diambil, maka tidak mengapa (untuk dicukur). Sebab orang yang berkurban kondisinya tidak seperti orang yang sedang ihram, dimana ia diperbolehkan untuk mencukur apabila ada sakit atau gangguan (bahaya) di kepalanya, karena orang yang sedang ihram apabila ia melakukan hal tersebut maka dia harus membayar fidyah (dam), adapun seorang yang hendak berkurban tidak ada baginya fidyah.
Dan tidak diperbolehkan bagi wanita untuk mewakilkan seseorang berkurban atas namanya agar ia bisa memotong rambutnya sebagaimana yang sering dipahami oleh sebagian wanita. Sebab larangan ini berlaku bagi yang hendak berkurban saja, diwakilkan ataupun tidak. Adapun yang mewakili maka larangan ini tidak berlaku baginya.
Tidaklah mengapa bagi seorang laki-laki maupun wanita untuk mencuci rambutnya pada 10 hari ini, sebab larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah memotong atau mencukur. Sebagaimana orang yang berihram diperbolehkan baginya untuk mencuci rambut.
Dan barangsiapa yang ingin berkurban dan ia bertekad untuk melaksanakan haji maka tidak boleh baginya memotong rambut ataupun kukunya dalam keadaan ihram, karena hal ini adalah sunnah bagi yang hendak berhaji, sehingga diambil sisi untuk meninggalkannya. Akan tetapi jika ia berhaji tamattu’, maka tidak mengapa untuk mencukur sedikit dari rambutnya ketika ia telah selesai dari umrahnya. Sebab hal itu merupakan bagian dari ibadah umrah berdasarkan pendapat yang paling rajih. Begitu juga dengan melempah jumrah ‘aqabah pada hari Ied.
Baca juga: Kurban Atas Nama Orang Yang Sudah Meninggal
—
Diterjemahkan dari kitab Ahadits Asyr Dzilhijjah wa Ayyami Tasyriq Ahkam wa Adaab karya Syekh Abdullah bin Shalih Al-Fauzan rahimahullah.
Penulis: Annisa Auraliansa
Artikel Muslimah.or.id