Data sensus penduduk di negeri ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduknya beragama islam. Ini adalah sebuah realita yang seharusnya dengannya kita bisa melihat adanya sebuah generasi yang tangguh, tetapi ternyata tidak.
Mari kita lihat keadaan diri dan anak-anak kita. Kenyataannya masih sangat sedikit yang benar-benar serius memperhatikan pendidikan. Sebagian besar acuh dan tidak peduli…
Mungkin banyak yang merasa keberatan dengan pernyataan di atas dan menyanggah: “TIDAK! Saya memperhatikan pendidikan anak-anak saya! Saya akan melakukan segalanya demi pendidikan mereka. Seandainya harus menjual tanah, saya akan melakukannya untuk bisa menyekolahkan mereka sampai jadi sarjana! Biarpun saya cuma lulusan SMP, tapi saya ingin anak saya berpendidikan tinggi!”
Seperti inilah yang kebanyakan kita pahami tentang kewajiban mendidik anak, yaitu menyekolahkan anak sampai tinggi, atau bagaimana supaya anak menjadi cerdas, pintar, dan tidak gagap teknologi.
Untuk bisa menyekolahkan anak sampai sarjana, kita rela menjual tanah atau cari hutangan tapi untuk agama mereka kita tidak peduli.
Kita bisa geger ketika melihat nilai matematika anak kita dapat angka 3, lalu segera keliling cari tempat kursus yang bagus untuknya. Tapi kita tidak peduli (baca: tidak geger) ketika anak kita diajari pelajaran PPKN di sekolah; anak kita diajari bahwa agama di Indonesia ini ada lima dan semua agama itu sama. Semuanya mengajarkan kebaikan, jadi harus saling menghormati. Padahal telah nyata kebenaran bahwa agama yang Allah subhanahu wa ta’ala ridhoi hanyalah islam. Kata “hanyalah” menunjukkan bahwa tidak ada yang lain. Hal ini termasuk hal yang besar bagi seorang muslim yang tidak layak untuk disepelekan karena ini menyangkut aqidah seseorang.
Kebanyakan dari kita, seandainya pun memperhatikan kelakuan anak, berkelakuan baik yang dimaksud tolok ukurnya adalah masyarakat. Jadi ketika melihat putri kesayangan jalan-jalan ke mall dengan pakaian ‘pas-pasan’ bersama teman laki-lakinya, ini -menurut pengertian di sini- masih termasuk dalam kriteria ‘berkelakuan baik dan tidak nakal’ karena masyarakat menganggap wajar bagi seorang ABG. Atau ketika putra kesayangan membeli majalah untuk melihat horoscope (ramalan bintang), ini juga masih masuk dalam kriteria ‘berkelakuan baik dan tidak nakal’ karena masyarakat juga menganggap ini adalah hal yang lumrah. Padahal jika dilihat dari tolok ukur yang benar, keduanya bertentangan dengan syariat.
Wahai para pendidik!
Sikap mendidik yang seperti ini secara tidak langsung seperti kita mengatakan pada anak kita: “Wahai anakku! Kejarlah duniamu! Lupakan akhiratmu!”
Padahal tentang kehidupan dunia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seandainya dunia sebanding dengan satu sayap sayap lalat di sisi Allah, niscaya Dia tidak akan memberikan seteguk air pun bagi seorang kafir.” (HR. At-Tirmidzi, dia berkata, “Hadits hasan shahih”)
Bahkan Allah membenci orang yang pandai dalam urusan dunia tapi bodoh dalam urusan akhirat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya Allah membenci setiap orang yang pandai dalam urusan dunia namun bodoh dalam urusan akhiratnya.” (Shahih Jami’ Ash Shaghir)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya:
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS. Ar Rum:7)
Ayat di atas merupakan peringatan keras bagi orang yang hanya mementingkan urusan dunia sedangkan urusan akhiratnya dilupakan.
Adapun para ulama menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut,
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Umumnya manusia tidak memiliki ilmu melainkan ilmu duniawi. Memang mereka maju dalam bidang usaha, akan tetapi hati mereka tertutup, tidak bisa mempelajari ilmu dienul islam untuk kebahagiaan akhirat mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/428)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata: “Pikiran mereka hanya terpusat kepada urusan dunia sehingga lupa urusan akhiratnya. Mereka tidak berharap masuk surga dan tidak takut neraka. Inilah tanda kehancuran mereka, bahkan dengan otaknya mereka bingung dan gila. Usaha mereka memang menakjubkan seperti membuat atom, listrik, angkutan darat, laut dan udara. Sungguh menakjubkan pikiran mereka, seolah-olah tidak ada manusia yang mampu menandinginya, sehingga orang lain menurut pandangan mereka adalah hina. Akan tetapi ingatlah! Mereka itu orang yang paling bodoh dalam urusan akhirat dan tidak tahu bahwa kepandaiannya akan merusak dirinya. Yang tahu kehancuran mereka adalah insan yang beriman dan berilmu. Mereka itu bingung karena menyesatkan dirinya sendiri. Itulah hukuman Allah bagi orang yang melalaikan urusan akhiratnya, akan dilalaikan oleh Allah ‘azza wa jalla dan tergolong orang fasik. Andaikan mereka mau berpikir bahwa semua itu adalah pemberian Allah ‘azza wa jalla dan kenikmatan itu disertai dengan iman, tentu hidup mereka bahagia. Akan tetapi lantaran dasarnya yang salah, mengingkari karunia Allah, tidaklah kemajuan urusan dunia mereka melainkan untuk merusak dirinya sendiri.” (Taisir Karimir Rahman 4/75)
Baca juga: Senantiasa Mendoakan Kebaikan Untuk Anak
Dunia oh… dunia!
Membuat lalai para pengejarnya!
Perhatikanlah dalam hadis ini bagaimana Allah subhanahu wa ta’ala mengancam dengan kehinaan jika umat islam sibuk dalam urusan dunia dan lalai dari urusan akhirat!
Diriwayatkan oleh ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda yang artinya:
“Apabila kalian berjual beli dengan sistem ‘inah (satu barang dengan dua harga-termasuk salah satu jenis riba) dan kalian sibuk dengan urusan peternakan serta urusan pertanian dan kalian meninggalkan jihad, niscaya Allah akan timpakan kerendahan kepada kalian yang tidak akan dicabut dari kalian sebelum kalian kembali kepada agama kalian.” (Riwayat Abu Daud (3462) dan riwayat ini shahih)
Wahai pendidik!
Untuk mengangkat umat ini dari kehinaan Allah telah memberi solusi, yaitu dengan kembali pada dien yang lurus. Kondisi kaum muslimin saat ini masih jauh dari nilai-nilai islam. Kita bisa melihat saat adzan dzuhur dikumandangkan, masjid-masjid sepi dari para jamaah padahal pada waktu yang bersamaan pasar-pasar dan jalan-jalan ramai dipenuhi oleh kaum muslimin. Kita juga bisa melihat orang-orang yang berusaha untuk berpegang teguh pada sunnah dianggap aneh. Seperti misalnya celana cingkrang (di atas mata kaki), jenggot, jilbab syar’i, tidak mau berjabat tangan dengan lawan jenis, menjauh dari ibadah-ibadah yang tidak ada contohnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan masih banyak lagi. Ini adalah keadaan yang menyedihkan karena syariat islam dipandang asing oleh pemeluknya sendiri.
Mari kita belajar dari doa Nabi Ibrohim ‘alaihissalam. Ketika beliau berdoa tentang anak dan keturunannya, pandangannya jauh kedepan. Tidak sekedar pada kenikmatan-kenikmatan dunia. Tetapi yang beliau harapkan adalah agar Allah menjadikan mereka sebagai umat yang tunduk patuh pada-Nya, mengutus rasul pada mereka sehingga tidak tersesat dalam kegelapan, menjauhkan mereka dari dosa terbesar yang membinasakan (syirik).
Demikianlah wahai para pendidik!
Tujuan kita adalah tujuan yang mulia!
Mengajak generasi meniti jalan yang lurus untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
Tujuan kita bukan sekedar berapa nilai matematika anak kita, bagaimana kemampuan bahasa inggrisnya, dapat rangking berapa, bisa masuk universitas mana, bisa kerja dimana, bisa belikan kita mobil berapa, atau bisa jadi pejabat tidak.
Tidak sependek itu!
Tidak sekedar anak kita bisa menyelesaikan ujian akhir semester dengan sukses dan melupakan yang lain padahal ada ujian yang menanti yang jauh lebih besar ketika kita ditanya siapa Robbmu, apa agamamu, dan siapa nabimu.
Maka seharusnya kita segera mempersiapkan diri.
Mendidik diri-diri kita dan keluarga untuk kembali pada dien ini.
Menempuh jalan yang lurus meski jalan itu terasa asing karena sedikitnya pengikut.
Kembali pada al Quran dan as Sunnah dengan pemahaman salafush sholih.
Terangkatnya kemuliaan umat ini adalah dengan kembali pada dien yang lurus. Bukan dengan harta atau kekuasaan.
Seandainya mulia itu dengan kekuasaan, tentu Fira’un termasuk ke dalam orang-orang yang mulia.
Seandainya mulia itu dengan harta, tentu Qorun lebih mulia dari kita.
Kita jadi sadar bahwa ternyata memang masih sedikit yang benar-benar memperhatikan pendidikan generasi ini.
Duhai pendidik sejati! Kemana harus dicari?
Wallahu a’lam
Baca juga: Permainan Yang Dilarang Bagi Anak-anak
—
Penulis: Ummu Ayyub
Muroja’ah: Ustadz Subhan Khadafi, Lc.
Artikel: Muslimah.or.id
1. ummu ja’far
ALLOHU AKBAR…
buat ummu ayyub, OK bgt :)
semoga Alloh memberi kekuatan penuh u terus dan terus istiqomah d jalan-Nya. Bagaimana kabar akhowat 17C?
2. ummu hafidz
we..siapa ya..iya..kangen ni ama 17c..tapi insya Alloh besok cuma mampir ya…
3. qonita
Mampir….mampir gimana???
=(
Kebersamaan yang telah terjalin akan menjadi sebuah kenangan indah
17c …………
4. beny
kenapa ya?…..
tidak bolehkah kita menginginkan dunia??
5. li4ni
Subhanallah….tulisannya benar2 nonjok dan kena bangat.Jujur… miris rasanya melihat perkembangan anak2 saat ini terutama di lingkungan sekitar dimana kedua orang tuanya sama2 bekerja sehingga pendidikan terutama masalah Dieen mereka benar2 memprihatikan…klu saat ini sudah seperti ini bagaimana kondisi umat islam 10 atau 20 tahun ke depan.
6. fulanah
assalamualaykum wr.wb
Terima kasih atas tulisannya, mohon ijin untuk memasukan ke blog saya.
Bagi saya pribadi, mendidik anak tidak cukup saat anak itu telah hadir ke dunia, apalagi setelah dewasa bergantung sepenuhnya ke sekolah dan pengajar, namun harus mulai dari sang anak masih di dalam kandungan, pembinaan itu sudah harus diberikan.
wassalam
7. ummu aufa
Saudara beny….
Dunia tak pantas kita miliki namun kita boleh mengambil manfaat dari dunia tersebut hanya sekedar saja, ingat…sekedar saja…..
Menginginkan namun bukan ambisi
Menginginkan namun tidak untuk tamak
Dan menginginkan bukan untuk lupa kepada ALLOH yang mempunyai dunia
8. abu hasan
jazakillah wahai ummu ayyub wabarakallahu fiiki
9. siti
memang benar yang namanya mendidik anak itu sangat sulit. saya mempunyai 3 anak tapi ketiganya lain2. Si sulung dan si kecil sudah tahu ilmu agama bahkan si kecil sudah tahu apa itu isbal. Antara dunia dan akhirat haruslah seimbang. sehingga dalam kesehariannyapun dia tidak mau memakai celana yg isbal tapi anakku yang no 2 sulit sekali diatur…… pokoknya bikin pusing bapak ibunya
10. Warsiti
menurutku disamping ilmu pengetahuan kita selaku ummat Allah tentu saja memerlukan ilmu agama. Dan itu penting sekali bahkan menurutku itu sebagai landasan utamanya. Masalahnya saya punya anak di masa peralihan dari anak mau ke remaja. Dan pengalaman yang lalu cukup susah namun alhamdulilah karena perempuan dan kebetulan anaknya pendiam bisa teratasi dengan mudah. Nah kali ini yang sangat2 pusing anak ke2ku pria (12 thn) masa yang sangat krusial. Susah sekali diatur….tolong kasih aku saran donk…
11. ummu ayyub
ummu ja’far,
alhamdulillah ahwat 17c baik2, apa lagi yang kemarin abis dijemput.
hayuk,.. ke jogja teh!
Saudara beni,
Dunia?
bukan dunia tidak boleh dimiliki.
bahkan ada 2 iri yang dibolehkan, salah satunya adalah pada orang yang Allah beri harta kemudian dia keluarkan di jalan yang haq.
Dunia ketika itu mendatangkan manfaat untuk akhirat, maka baik.
tapi,..
ketika pandai dunia tapi bodoh dalam urusan akhirat, maka Allah benci orang-orang yang seperti ini.
Atau,
ketika sibuk urusan dunia lalu lalai dalam urusan akhirat,..
maka Allah akan timpakan kehinaan.
Jadi disini kita bisa melihat bahwa baik-buruknya dunia bukan sebuah variabel yang berdiri sendiri.
yang menyedihkan adalah, terhadap diri dan anak-anak kita, masih banyak diantara kita yang sangat perhatian pada urusan dunia tapi acuh pada dien (seperti yang ukhti li4ni sampaikan). Ini salah satunya yang melatar belakangi ana membuat tulisan ini.
ukhti li4ni,
kalau tilisan ini dirasa nonjok,
mmm…. semoga banyak yang “tertonjok” dan berubah lebih baik, sehingga 10 atau 20 tahun kedepan kondisi umat islam lebih baik.
12. ummu ‘ash
ibu warsiti yang baik :
Senang sekali bisa berkenalan dengan ibu, umur 12 th, adalah umur puber dimana anak mengalami perubahan dari anak-anak ke remaja, wajar kalau susah diatur, karena mereka baru tahap mencari jati diri apalagi laki-laki. Kalau boleh memberi sedikit usulan, biarlah anak ibu seperti itu, asalkan apa yang dia lakukan tidak melanggar syari’at, namun jika sekiranya melanggar ibu bisa memberi sedikit peringatan.Jadilah sesosok ibu sebagai sahabatnya, dan pilih lingkungan yang baik untuk dia berkembang, karena lingkungan itu berprosentase besar terhadap perkembangan anak.
Ibu sabar ya, berdo’alah kepada ALLOH agar dalam masa krusial anak ibu selalu dijaga oleh ALLOH.
Semoga ibu dimudahkan.
barokallohu fiiki
13. ummu athiyah
subhanalloh!
jazakillah ummu ayyub
ana jadi rindu jogja dg rutinitas kajiannya dimana2,ana drmh skrg mcb bthn dg realita dan ilmu seadanya,do’akan ana istiqomah
saya jadi agak gundah gulana, dimana sebaiknya kita menyekolahkan anak kita ya..?
mau sekolah di sdit ngeri ada ajaran2 yg gak sunnah bahkan bid’ah..mahal pula. . di sekolah negri memang murah, tapi lingkungannya kurang islami.
tapi khan lebih baik sedikit sunnah ya..daripada banyak bid’ah. so..sptnya anak2 akan saya sekolahkan di sekolah negri saja, spy tdk terlalu banyak mendapatkan yg bid’ah2. soal pelajaran dan aqidahnya..ya menjadi tg jwb kita sebagai ortunya..iya gak ?
setel aja radio sunnah setiap saat dan di setiap tempat.
gimana.. ada yg mau kasih saran ?
jangan kenalkan dengan radio sunnah,televisi sunnah tapi kenalkan siapa Allah ,para Sahabat ,para Ulama
Radio Sunnah dan TV Sunnah merupakan alat yang baik untuk mendidik anak. Maaf, kenapa antum tidak menyebutkan Rasulullah SAW ? Itu salah satu pertanyaan yang ditanya di dalam kubur nanti, kalau anak kita tidak tahu siapa Rasul nya ? Celaka lah kita semua……
Assalamu’alaikum.Saya belum punya anak, tp saya punya adek laki2 8 thn. Saya pengen adek saya mngenal agama dgn benar sejak kecil, gak spt saya. Tp gmn ya caranya? Saya sndiri kos di luar kota, ilmu agamapun masih cethek, smntr kluarga di rumah kurang memperhatikan mslh agama. Sy pengennya adek mlanjutkan di psantren, tp orang tua gak setuju, mreka inginnya saya aja gitu yg ngajari. Sebaiknya bagaimana ya? Jazakumullahu khairan.
Wassalaamu’alaikum Wr Wb
Yaa sebaiknya banyak mohon pertolongan Alloh Swt,
dengan cara banyak berdu”a , sholat sunnat, agar diberi jalan yang terbaik untuk keluargamu, sehingga anak\ keluarga dapat menuntut ilmu dienul Islam dengan sebaik-baiknya. no : 081 2272 54665
Untuk saudara Beny,
Benar, kita tak boleh menginginkan dunia.
Keinginan kita haruslah akhirat, jannah.
Itu yang Allah perintahkan.
Misal Kita bekerja mencari nafkah di dunia ini pun bukan untuk mendapatkan dunia, tapi untuk mendapatkan akhirat, untuk menunaikan kewajiban kita pada Allah, ujudnya:
1. tak akan kita mencari nafkah dengan cara yang haram, harus dengan cara yang halal, meski cara haram lebih menjanjikan hasil sedangkan cara halal hanya mendatangkan sedikit hasil. Yang kita cari adalah barakah Allah.
2. hasil yang kita dapatkan digunakan untuk ketaatan pada Allah, dan tak digunakan untuk hal-hal yang maksiyat.
Coba banyak mengaji tentang perbandingan dunia dan akhirat, keutamaan zuhud di dunia, dll.
Bismillah. Ana iji share ustd. jazakumulloh.
Anak memang amanah bagi kita untuk menyiapkannya bahagia dunia dan akhirat. tapi sayangnya anak tidak memiliki kita saja tapi juga orang lain disekitarnya yang ikut berperan dalam tumbuh kembangnya termasuk pemahamannya tentang nilai-nilai agama yang justru mendapat perhatian lebih baginya karena lebih realistis untuk dijalaninya (cendrung lebih moderat rasional). Inilah yang merupakan tantangan terbesar bagi ibu seperti saya.
info yang bermanfaat ..
izin share ya …
terima kasih kaospadusi.com
Assalamualaykum warahmatullahi wabarakatuh
wah artikelnya kena sekali dengan kehidupan di sekitar kita. Alhamdulillah,Senang rasanya bisa dapat ilmu di muslimah.or.id ini. Karena tdk ada fasilitas yg memadai untuk tambah2 ilmu agama selain dari buku agama sekedarnya dan dr internet. Karena lingkungan yg kurang mendukung dan sbgai Ibu rumahtangga yg sehari2 hanya di rumah. Semoga bs jd bekal untuk mendidik anak2ku kelak. Insya Allah menjadi anak yg pandai akhiratnya bukan hanya dunia.
saya juga heran,kenapa memakai jilbab lebar dan celana cingkrang katanya sok alim lah,apalah. Pdhl kan mengikuti sunah rasulullah shallallahu alaih wasallam..malahan katanya tidak usa Pake jilbab lebar,cuma bikin ribet. Pake krudung mini aja, tidak usah lebai deh. Yah Allah teguhkanlah hati ini, tunjukanlah jalan lurus pada kami dan berikanlah mereka hidayah.
artikel yg bagus..izin share ya..
masyaAllaah bagus artikel nya,
untuk para pendidik, semangat deh dalam mendidik nya…
insyaAllah di mudahkan ^^
izin copas ya
Assalamu’alaikum,
Saya ibu Yoana 30th, hijrah ke kota kecil setelah menjadi mualaf dan mengikuti suami. Setelah menjalani 5th pernikahan dan memiliki 3anak, saya mulai merasa ada ketidak sepahaman tentang akidah dg suami. Misal: 1. Saya ingin anak di pondok agar dpt belajar agama jauh lbh dlm daripada ibunya, suami bersikap merendahkan “hanya pondok”. 2. Suami berwiraswasta dg menggunakan uang bank krn bunganya kecil dibannding rentenir (menurutny tdk dianggap riba), padahal sekecil apapun riba hukumnya haram. 2hal ini selalu mengganjal dlm kehidupanku sehari2, adakah yg bs membantu mencari solusiny? Karena kl aq ajak diskusi, suami menganggap aq bodoh krn tidak bs bisnis sendiri.
kita bukannya di larang mencari dunia, tapi larangan
tertipu dengan dunia…
Izin ss salah satu dalil nya