Salah satu kepemilikan sifat mulia yang Allah miliki adalah sifat mulia Al-Fattah (Maha Pembuka). Sehingga Allah-lah yang merupakan sebaik-baik pembuka. Nama Allah yang mulia ini, yakni Al-Fattah merupakan salah satu nama Allah yang mulia. Bagi setiap muslim yang beriman kepada Allah ‘azza wa jalla dan mengimani nama-Nya (Asmaul Husna), dia wajib untuk menggunakan nama mulia ini sebagai pembuka di setiap permintaan doa yang dihajatkan kepada Allah ta’ala. Sebagaimana dalam Al-Qur’an, Allah ta’ala berfirman,
وَلِلَّهِ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ فَٱدْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا۟ ٱلَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِىٓ أَسْمَٰٓئِهِۦ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
“Hanya milik Allah asmaul husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf: 180)
Haturkan doa-doa yang diperintahkan oleh Allah ta’ala untuk senantiasa menggunakan nama-Nya mencakup dua jenis doa, yakni doa ibadah dan doa permohonan. Doa ibadah adalah dengan memahami nama Allah ini, memahami apa saja kandungan yang ada di dalamnya, dan menetapkan bahwasanya Allah memiliki sifat yang sesuai dengan nama ini. Lebih dari itu semua, ia berusaha mewujudkan peribadahan yang merupakan konsekuensi dari iman kepada nama Allah ta’ala.
Nama Allah yang mulia ini “Al-Fattah” merupakan nama yang sangat agung, sampai-sampai disebutkan dalam Al-Qur’an hingga dua kali. Adapun yang pertama adalah tatkala Allah ta’ala menyebutkan doa Nabi Syu’aib,
قَدِ ٱفْتَرَيْنَا عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًا إِنْ عُدْنَا فِى مِلَّتِكُم بَعْدَ إِذْ نَجَّىٰنَا ٱللَّهُ مِنْهَا ۚ وَمَا يَكُونُ لَنَآ أَن نَّعُودَ فِيهَآ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ رَبُّنَا ۚ وَسِعَ رَبُّنَا كُلَّ شَىْءٍ عِلْمًا ۚ عَلَى ٱللَّهِ تَوَكَّلْنَا ۚ رَبَّنَا ٱفْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِٱلْحَقِّ وَأَنتَ خَيْرُ ٱلْفَٰتِحِينَ
“Sungguh kami mengada-adakan kebohongan yang benar terhadap Allah, jika kami kembali kepada agamamu, sesudah Allah melepaskan kami dari padanya. Dan tidaklah patut kami kembali kepadanya, kecuali jika Allah, Tuhan kami menghendaki(nya). Pengetahuan Tuhan kami meliputi segala sesuatu. Kepada Allah sajalah kami bertawakal. Ya Tuhan kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan Engkaulah Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya.” (QS. Al-A’raf: 89)
Adapun yang selanjutnya ataupun yang kedua adalah pada firman Allah ta’ala,
قُلْ يَجْمَعُ بَيْنَنَا رَبُّنَا ثُمَّ يَفْتَحُ بَيْنَنَا بِٱلْحَقِّ وَهُوَ ٱلْفَتَّاحُ ٱلْعَلِيمُ
“Katakanlah, “Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi keputusan antara kita dengan benar. Dan Dialah Maha pemberi keputusan lagi Maha mengetahui.” (QS. Saba’: 26)
Selain daripada itu, nama Allah “Al-Fattah” juga menunjukkan bahwasanya Allah ta’ala memiliki sifat pembuka (Pemberi Keputusan). Di antara makna yang terkandung oleh nama Allah “Al-Fattah” ini adalah,
Pertama, Allah membuka pengetahuan syariat-Nya kepada para hamba.
Kedua, Allah membuka pengetahuan pahala dari amalan hamba.
Ketiga, Allah membuka pengetahuan tentang beberapa ketetapan Allah yang berlaku di alam ini kepada para hamba.
Sebagaimana di jelaskan dalam firman Allah ta’ala,
مَّا يَفْتَحِ ٱللَّهُ لِلنَّاسِ مِن رَّحْمَةٍ فَلَا مُمْسِكَ لَهَا ۖ وَمَا يُمْسِكْ فَلَا مُرْسِلَ لَهُۥ مِنۢ بَعْدِهِۦ ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah, maka tidak seorang pun yang sanggup melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Fatir: 2)
Inilah Allah ta’ala yang memiliki nama “Al-Fattah”. Maka sudah sepatutnya kita sebagai seorang muslim mengimani nama-Nya. Maka cara membuktikannya dengan melaksanakan berbagai langkah. Langkah pertama yang harus dilakukan oleh seorang hamba yang ingin menjadi seorang pembuka pintu kebaikan dan penutup pintu keburukan adalah dengan cara merendah, bertawasul kepada Allah dengan nama ini, dan bersandar kepada “Al-Fattah” yang merupakan sebaik-baik pemberi keputusan. Tidak lupa dengan meninggikan harapan (raja’) kepada Allah dan jujur (meluruskan niatnya) kepada Allah ta’ala. Allah ta’ala tidak akan mungkin mengecewakan hamba yang berdoa kepada-Nya. Allah ta’ala juga tidak akan mengecewakan hamba yang menaruh harapan kepada-Nya.
Baca juga: Iman kepada Asma wa Sifat Allah serta Keutamaannya
Semua anugerah itu berada di tangan Allah. Baik anugerah itu berupa ilmu yang bermanfaat, amal salih maupun akhlak yang mulia. Hal ini sebagaimana perkataan dari sebagian ulama salaf, “Sesungguhnya akhlak-akhlak yang baik ini adalah anugerah. Apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Allah akan menganugerahkan sebagian akhlak mulia ini kepadanya.”
Jadi, Allah ta’ala adalah pembagi akhlak, rezeki, amal, umur, dan segala hal untuk hamba-hamba-Nya. Sehingga langkah pertama yang harus ditapakkan untuk menjadi seorang insan yang membawa kebaikan adalah penyandaran yang sempurna kepada Allah ta’ala. Kita tidak mungkin akan memperoleh ilmu, pemahaman, akhlak terpuji, kecuali apabila Allah membukakan pintunya untuk kita. Begitu juga kita tidak akan mampu melakukan dan melaksanakan suatu ibadah apapun dan berbagai hal lainya kecuali apabila Allah membukakan pintunya untuk kita.
Alangkah indahnya perkataan Mutharrif bin Abdullah bin Syikhkhir rahimahullah terkait permasalahan ini. Beliau adalah salah seorang ulama tabi’in. Adapun kalimat yang beliau ucapkan sangat indah yakni, “Seandainya hatiku dikeluarkan, lalu diletakkan di sebelah kiriku, kemudian seluruh kebaikan didatangkan dan diletakkan di sebelah kananku, maka aku tidak akan mampu meletakkan sedikit pun kebaikan pada hatiku kecuali apabila Allah yang meletakkanya.” (Hilyah Auliya, 2: 201; Siyar A’lam An-Nubala, 4: 190)
MasyaAllah, seluruh urusan dan perkara hanya di tangan Allah ta’ala. Oleh karenanya, terkadang seseorang mendengar nasihat, pelajaran yang sangat berharga untuk urusan agama dan dunianya, pintu-pintu kebaikan, pintu-pintu ketaatan, dan pintu-pintu kemenangan, namun jiwanya menjauh dan lari. Maka amal dan sedekahnya pun tetap sedikit. Memang taufik itu hanya di tangan Allah, Dialah yang mengetahui dan berkuasa. Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan-Nya.
Semoga Allah ta’ala menjaga hidayah dan keistikamahan kita, mengaruniakan keberkahan dan keikhlasan dalam setiap amal yang kita perbuat. Dan jangan lupa untuk senantiasa berdoa dan meminta perlindungan pada Allah agar kita terhindar dari fitnah dan syubhat akhir zaman yang marak hadir di sekitar lingkungan, terutama maksiat yang diumbar dan dosa-dosa yang ditampakkan dan Allah jaga agar kita semakin bertakwa dan mengimani setiap syariat dan sunah Nabi serta menjadi manusia yang bertanggung jawab atas apa yang kita perbuat dan mampu menggunakan teknologi secara bijak. Semoga kita dimudahkan dan di mampukan dalam menjaga niat diri ikhlas menjadi insan yang semakin bertakwa dan mengimani setiap syariat dan sunah Nabi.
Wallahu’ alam.
Baca juga: Kaidah-Kaidah Penting Untuk Memahami Asma dan Sifat Allah
***
Penulis: Kiki Dwi Setiabudi
Artikel: Muslimah.or.id
Catatan kaki:
Mayoritas pembahasan ini disarikan dari buku “Insan Pembuka Pintu Kebaikan & Penutup Pintu Keburukan” karya Prof. Dr. Abdurazzaq bin Abdulmuhsin al-Badr dengan judul kitab asli “Kaifa Takuunu Miftaahan Lil Khoiri” yang diterjemahkan oleh Tim ShahihFiqih dengan beberapa perubahan dan sedikit penambahan.