Ruqyah secara bahasa Arab artinya meninggikan dan mengangkat. Secara syar’i, ruqyah adalah jampi-jampi yang dirapalkan untuk menyembuhkan demam, kejang-kejang, dan penyakit lainnya (Kitabut Tauhid lil Fauzan, hlm. 48). Bedakan ruqyah dengan rukyah. Adapun rukyah, maksudnya adalah rukyatul hilal, yaitu melihat hilal untuk menentukan awal dan akhir bulan Hijriyah.
Cara melakukan ruqyah secara umum adalah dengan merapalkan atau membacakan bacaan-bacaan ruqyah kepada orang yang sakit. Dan ruqyah tidak identik dengan kesurupan, karena ruqyah biasa digunakan juga untuk menyembuhkan penyakit, baik penyakit badan yang nampak (seperti batuk, pilek, demam, dan semisalnya) maupun penyakit yang tidak nampak (seperti kesurupan dan penyakit ‘ain).
Hukum Ruqyah
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz menjelaskan, “Ruqyah hukumnya boleh jika memenuhi tiga syarat:
Pertama, menggunakan bacaan yang jelas maknanya, tidak ada rapalan mantra-mantra yang samar atau tidak jelas maknanya.
Kedua, bacaan yang digunakan tidak mengandung perkara yang bertentangan dengan syariat.
Ketiga, hati tidak bergantung kepada ruqyah secara dzatnya, namun meyakini bahwa ruqyah adalah sekedar sebab untuk mengusahakan kesembuhan, yang terkadang Allah berikan kesembuhan dengannya dan terkadang tidak.
Jika syarat ini terpenuhi maka ruqyah yang dilakukan tersebut hukumnya boleh menurut pada ulama. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
لا بأسَ بالرُّقى ما لَم تَكُن شِركًا
“Tidak mengapa melakukan ruqyah selama tidak mengandung kesyirikan.” (HR. Muslim no.2200)
Dan juga karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri melakukan ruqyah dan beliau pun pernah di-ruqyah. Demikian juga para sahabat Nabi pun melakukannya. Maka tidak mengapa melakukan ruqyah jika memenuhi kriteria-kriteria di atas, semisal me-ruqyah menggunakan ayat-ayat Al-Qur`an, atau menggunakan doa-doa yang dikenal, atau lafadz-lafadz lain yang dipahami maknanya, dan tidak terdapat pelanggaran syariat di dalamnya.
Adapun jika dalam ruqyah terdapat unsur minta bantuan setan, atau minta bantuan kepada orang mati, atau tawasul dengan kedudukan orang yang sudah mati, atau terdapat mantra-mantra dari huruf muqata’ah yang tidak jelas maknanya, maka ini semua ruqyah yang terlarang.” (Syarah Kitabut Tauhid, rekaman nomor 11)
Sehingga ruqyah itu dibagi menjadi dua:
Pertama, ruqyah syar’iyyah. Yaitu, ruqyah yang sesuai dengan tuntunan syariat, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz di atas.
Kedua, ruqyah ghayru syar’iyyah. Yaitu, ruqyah yang tidak sesuai dengan tuntunan syariat. Ruqyah jenis ini dibagi menjadi dua lagi :
[1] ruqyah bid’iyyah, yaitu ruqyah yang mengandung ibadah-ibadah yang tidak pernah dituntunkan oleh syariat.
[2] ruqyah syirkiyyah, yaitu ruqyah yang mengandung kesyirikan, seperti meminta bantuan dukun, menggunakan mantra-mantra setan, meminta bantuan kepada jin atau orang mati, menggunakan jimat, menggunakan sihir dan semisalnya. Inilah yang disebutkan dalam hadis dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إنَّ الرُّقى، والتَّمائمَ، والتِّوَلةَ شِركٌ
“Sesungguhnya ruqyah (jampi-jampi), jimat, dan pelet adalah kesyirikan.” (HR. Abu Daud no. 3883, di-shahih-kan al-Albani dalam Shahih Abu Daud)
Hukum Meminta Di-Ruqyah
Meminta di-ruqyah hukumnya mubah (boleh). Berdasarkan hadis dari Asma bintu Umais radhiyallahu ’anha, ia berkata:
، قال : نعم ، فلو كان شيء سابق القدر لسبقته العين
“Wahai Rasulullah, Bani Ja’far terkena penyakit ‘ain, bolehkah kami minta mereka diruqyah? Nabi menjawab: “Iya boleh. Andaikan ada yang bisa mendahului takdir, itulah ‘ain.” “(HR. Tirmidzi no.2059, Ibnu Majah no. 3510, di-shahih-kan al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah)
Juga hadis dari ‘Aisyah radhiyallahu ’anha, ia berkata:
كانَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ يَأْمُرُنِي أَنْ أَسْتَرْقِيَ مِنَ العَيْنِ
“Dahulu Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam memintaku agar aku diruqyah untuk menyembuhkan ‘ain.” (HR. Muslim no.2195)
Namun, jika orang yang meminta di-ruqyah ia bertawakal kepada pe-ruqyah atau kepada ruqyah-nya, inilah yang dilarang dalam hadits tentang 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab, salah satu ciri mereka adalah tidak minta di-ruqyah. Adapun orang yang meminta di-ruqyah dan tetap bertawakal kepada Allah, hukum asalnya boleh. Namun, meninggalkan perbuatan meminta di-ruqyah, ini lebih utama.
Syaikh ‘Abdul ‘Azhim al-Badawi mengatakan, “Meminta di-ruqyah syar’iyyah hukumnya tidak mengapa. Maksudnya, orang yang sedang sakit tidak mengapa meminta kepada orang yang dianggap bisa me-ruqyah dengan berkata, “Ruqyah-lah saya, bacakan bacaan-bacaan ruqyah kepada saya“. Namun, meninggalkannya lebih utama. Karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menyebutkan 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab di antaranya, yaitu orang yang laa yastarquun, maksudnya orang yang tidak meminta di-ruqyah. Dalam rangka menyempurnakan tawakal kepada Allah ‘Azza Wa Jalla.” (Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/30794).
Bacaan Ruqyah Dari Al-Qur’an Dan Hadis
Pada dasarnya, semua ayat-ayat Al-Qur`an bisa digunakan untuk ruqyah. Karena Allah Ta’ala berfirman:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an (sesuatu) yang menjadi penyembuh dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim (Al-Qur`an itu) hanya akan menambah kerugian.” (QS. Al-Isra` : 82)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَيْهَا وَامْرَأَةٌ تُعَالِجُهَا، أَوْ تَرْقِيهَا، فَقَالَ: (عَالِجِيهَا بِكِتَابِ اللَّهِ).
“Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pernah masuk ke rumah ‘Aisyah lalu mendapati ada wanita sedang menyembuhkan atau meruqyah Aisyah. Maka Nabi bersabda: “Sembuhkanlah ia dengan Al-Qur`an!”” (HR. Ibnu Hibban no.6098, di-shahih-kan al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah no.1931)
Sehingga boleh membacakan ayat Al-Qur`an apa saja kepada orang yang sakit. Syaikh al-Albani juga menjelaskan:
ما فيه رقية إلا بالتلاوة .السنة لا رقية إلا بالتلاوة .أما الكتابة ومحو الكتابة بالماء هذا يقول به بعض العلماء ولكن لم نجد له أثرا في السنة
“Tidak ada metode ruqyah yang disyariatkan kecuali dengan tilawah (membacakan Al-Qur`an). Yang sesuai sunnah, tidak ada ruqyah, kecuali dengan tilawah. Adapun dengan menuliskan ayat kemudian dibasahi air, ini memang pendapat sebagian ulama, namun kami tidak menemukan atsar (hadis) dari as-sunnah.” (Majmu’ Fatawa Syaikh al-Albani, no. 28)
Namun, ada beberapa ayat Al-Qur`an yang dianjurkan oleh para ulama untuk dibacakan untuk ruqyah. Di antaranya: surat Al-Fatihah, surat An-Nas, surat Al-Falaq, surat Al-Ikhlas, surat Al-Baqarah ayat 1-5, surat Al-Baqarah ayat 102-103, surat Al-Baqarah ayat 123-124, surat Al-Baqarah ayat 255, surat Al-Baqarah ayat 285-286, surat Ali-’Imran ayat 18-19, surat Al-A`raf ayat 54-57, surat Al-A’raf ayat 117-122, surat Yunus ayat 81-82, surat Thaha ayat 69, surat Al-Mukminun ayat 115-118, surat Ash-Shaffat ayat 1-10, surat Al-Ahqaf ayat 29-32, surat Ar-Rahman ayat 33-36, surat Al-Hasyr ayat 21-24, dan surat Al-Jin ayat 1-9 (Diringkas dari kitab Al-Iidhahul Mubin, li Kasyfi Hiyalis Saharah wal Musya’wadzin, karya Syaikh Shadiq Ibnul Haaj, hlm. 44-53)
Sedangkan bacaan ruqyah dari hadis-hadis Nabi yang shahih lebih banyak lagi. Di antaranya dalam hadis ‘Aisyah radhiyallahu ’anha, ia berkata: “Ketika Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam merasakan sakit, malaikat Jibril me-ruqyah-nya dengan doa:
باسْمِ اللهِ يُبْرِيكَ، وَمِنْ كُلِّ دَاءٍ يَشْفِيكَ، وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إذَا حَسَدَ، وَشَرِّ كُلِّ ذِي عَيْنٍ
/Bismillahi yubriik, wa min kulli daa-in yasyfiik, wa min syarri haasidin idza hasad, wa syarri kulli dzii ‘ainin/
(dengan nama Allah yang menyembuhkanmu. Ia menyembuhkanmu dari segala penyakit dan dari keburukan orang yang hasad dan keburukan orang yang menyebabkan ‘ain). (HR. Muslim no.2185)
Juga dalam hadis dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca doa ruqyah:
أذهِبِ الباسَ ربَّ النَّاسِ، اشفِ أنتَ الشَّافي، لا شفاءَ إلَّا شفاؤُكَ شفاءً لا يغادرُ سَقمًا
/adzhibil ba’sa rabbannas, isyfi, antasy syafi, la syifa`a illa syifa`uka syifa`an la yughadiru saqaman/
(“Wahai Rabb-nya manusia, hilangkanlah musibah ini, sembuhkanlah, Engkau adalah yang memberi kesembuhan, tidak ada kesembuhan kecuali dari-Mu, berilah kesembuhan yang sempurna sehingga penyakit tidak kembali lagi).”” (HR. Abu Dawud no. 3883, di-shahih-kan al-Albani dalam Shahih Abu Daud).
Cara Me-ruqyah
Cara me-ruqyah adalah dengan membacakan ayat-ayat Al-Qur`an kepada orang yang sakit dengan niat ruqyah, bukan sekedar tilawah. Atau membacakan doa-doa dalam hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Boleh juga dengan cara membacakan ayat-ayat Al-Qur`an dan doa-doa dalam hadis di depan telapak tangan, lalu meniup dengan lembut pada telapak tangan, kemudian mengusapnya pada bagian tubuh yang sakit. Sebagaimana dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dia berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَنْفُثُ عَلَى نَفْسِهِ فِي الْمَرَضِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ فَلَمَّا ثَقُلَ كُنْتُ أَنْفِثُ عَلَيْهِ بِهِنَّ وَأَمْسَحُ بِيَدِ نَفْسِهِ لِبَرَكَتِهَا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meniupkan kepada diri beliau sendiri dengan al-mu’awwidzat (doa-doa perlindungan) ketika beliau sakit menjelang wafatnya. Ketika sakit beliau semakin parah, akulah yang meniup beliau dengan al-mu’awwidzat dan aku mengusapnya dengan tangan beliau sendiri karena berkahnya kedua tangan beliau.” (HR. Al-Bukhari no. 5735 dan Muslim no. 2192)
Boleh juga dengan membacakan ayat Al-Qur`an atau doa-doa dalam hadis di depan air minum, kemudian air tersebut diminumkan kepada orang yang sakit. Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz menjelaskan, “Malaikat Jibril pernah me-ruqyah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sakit, dengan menggunakan air yang dibacakan: /bismillah arqika min kulli syai’in yu’dzika wa min syarri kulli nafsin aw ‘ainin hasidin allahu yasyfika bismillahi arqika/ sebanyak 3 kali. Ini adalah metode ruqyah yang disyariatkan dan ada manfaatnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah membacakan (ayat Al-Qur`an dan doa-doa yang ma`tsur, ed.) pada air untuk Tsabit bin Qais radhiyallahu ’anhu lalu memerintahkan ia untuk memercikkan air tersebut pada dirinya. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab Ath-Thib dengan sanad yang hasan.” (Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/1899).
Adapun cara ruqyah dengan mencelupkan ayat Al-Qur`an atau doa pada air, lalu meminumnya, ini adalah pendapat sebagian ulama, namun sebaiknya ditinggalkan karena tidak terdapat dalil shahih yang mendasarinya, sebagaimana telah dijelaskan Syaikh al-Albani di atas.
Dan ruqyah itu pada hakekatnya adalah doa. Sebagaimana kita berdoa kepada Allah dianjurkan sesering mungkin, maka demikian juga ruqyah hendaknya dilakukan dengan sering dan konsisten. Dan ruqyah itu tidak harus dilakukan oleh seorang ustadz atau ulama. Bahkan setiap orang dapat meruqyah dirinya sendiri.
Jual-Beli Air Ruqyah
Syaikh ‘Abdullah bin Jibrin rahimahullah pernah ditanya tentang jual-beli air ruqyah yang konon sudah dibacakan ayat Al-Qur`an dan doa-doa, apakah praktek seperti ini dibolehkan. Beliau menjawab, “Realitanya, orang-orang yang biasa menjual air atau hal lain yang ditiupkan bacaan-bacaan semacam ini hanya sedikit sekali faidah dan manfaatnya. Karena ruqyah yang semacam ini, orang yang membacakan (ayat-ayat dan doa-doa) pada air atau yang lainnya tersebut tidaklah memaksudkannya kecuali untuk perkara duniawi dan maslahat pribadi. Orang yang menggunakannya tidak mendapatkan bahaya juga tidak mendapatkan manfaat.
Oleh karena itu kami nasehatkan untuk mencukupkan diri pada metode ruqyah yang biasa (bukan yang diperjual-belikan), yang diniatkankan untuk memberi manfaat bagi saudaranya sesama muslim dan menghilangkan gangguan darinya. Dan tidak perlu mengambil upah dari aktifitas ruqyah tersebut kecuali sekedar untuk biaya ganti air atau hal lain yang dibacakan ayat-ayat dan doa.” (Sumber: http://www.almoslim.net/node/162974)
Semoga sedikit penjelasan ini bisa memberikan ilmu yang bermanfaat seputar ruqyah syar’iyyah dan bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Semoga Allah Ta’ala memberi taufik.
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslimah.or.id