Bismillaah. Walhamdulillaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa Rasulillaah.
Istilah ‘ahlul bait’ tentu tidak asing lagi di telinga kaum muslimin. Istilah ini telah banyak dikenal, dan digunakan dalam literatur Islam. Namun sayangnya, berbagai penyimpangan yang terjadi setelah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan istilah ahlul bait ini mendapat tanggapan berbeda dari kelompok-kelompok Islam. Untuk itu, perlu kiranya kita mengetahui, siapa mereka, dan bagaimana seharusnya kita bermuamalah dengan para penyandang titel ahlul bait tersebut.
Siapakah Ahlul Bait?
Secara bahasa, kata Aalu dan ahlu memiliki beberapa makna, di antaranya maknanya adalah istri dan keluarga. Sedangkan bayt bermakna tempat tinggal atau tempat berlindung. Jika lafaz ahlul bait atau aalul bait disebutkan secara bersendirian, bermakna ahlul bait Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ar-Raaghib berkata, “Ahlul bait dikenal sebagai Aali Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Ahlul Bait Inda Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, hal. 45-47)
Secara syar’i, terdapat beberapa pendapat mengenai siapa saja yang termasuk ahlul bait Rasulullah yang dihimpun para ulama, berdasarkan dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Pertama, Istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang agung,
يَا نِسَاء النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِّنَ النِّسَاء إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَّعْرُوفاً ؛ وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيراً
“Wahai istri-istri Nabi, kalian tidaklah sama dengan wanita-wanita lain, jika kalian bertakwa. Maka janganlah kalian tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang-orang yang memiliki penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik. Dan tetaplah dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian bertabarruj sebagaimana tabarrujnya wanita jahiliyah awal, dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah hanya menginginkan untuk menghilangkan kotoran dari kalian dan mensucikan kalian wahai ahlul bait sebersih-bersihnya” (QS. Al-Ahzab: 32-33)
Syekh Al-‘Utsamin rahimahullahu menjelaskan, “Ayat ini merupakan nash yang sangat jelas yang menerangkan bahwa istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk ahlul bait beliau, berbeda dengan Rafidhah yang menyatakan, istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah ahlul bait beliau. Maka istri-istri beliau adalah ahlul baitnya, tanpa diragukan lagi. Ahlul bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang beriman memiliki hak persaudaraan atas iman, dan dan kekerabatan dari jalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Syarah Riyaadush Shaalihiin, 3: 223)
Kedua, Fathimah, ‘Ali, Hasan dan Husain.
Dari Sa’d bin Abi Waqqash, beliau berkata,
“Ketika turun ayat, ‘Katakanlah, ‘Marilah, kita panggil anak-anak kita dan anak-anak kalian,’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil ‘Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain, seraya berkata, “Ya Allah, mereka ini adalah keluargaku.” (HR. Muslim no. 4420)
Ketiga, mereka yang diharamkan menerima/memakan sedekah, yakni Bani Hasyim dan Bani Muthallib. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
“Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah diberikan (menerima) zakat kurma ketika masa panen yang ketika itu seseorang membawa zakat kurmanya dan yang lain juga membawa zakat kurmanya sehingga kurma-kurma itu menumpuk karena sangat banyaknya. Tumpukan itu menjadi tempat bermainnya Hasan dan Husain radhiyallaahu ‘anhuma. Satu di antara kedua anak itu lantas mengambil sebutir kurma tersebut lalu memasukkannya ke dalam mulutnya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya kemudian mengeluarkannya dari mulutnya seraya bersabda, “Tidak tahukah kamu bahwa keluarga Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak boleh memakan sedekah (zakat)?” (HR. Bukhari no. 1390)
Dari Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
“Pada suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri dan berpidato di suatu tempat air yang di sebut Khumm, yang terletak di antara Makkah dan Madinah. Beliau memuji Allah, kemudian menyampaikan nasihat dan peringatan serta berkata, “Ketahuilah wahai saudara-saudara, bahwasanya aku adalah manusia biasa seperti kalian. Sebentar lagi utusan Rabbku, malaikat pencabut nyawa, akan datang kepadaku dan aku pun siap menyambutnya. Sesungguhnya aku akan meninggalkan dua hal yang berat kepada kalian, yaitu: Pertama, Al-Qur ‘an yang berisi petunjuk dan cahaya. Oleh karena itu, laksanakanlah isi Al-Qur’an dan peganglah. Sepertinya Rasulullah sangat mendorong dan menghimbau pengamalan Al-Qur’an. Kedua, keluargaku. Aku ingatkan kepada kalian semua agar berpedoman kepada hukum Allah dalam memperlakukan keluargaku. (Beliau ucapkan sebanyak tiga kali). Husain bertanya kepada Zaid bin Arqarn, “Hai Zaid, sebenarnya siapakah ahlul bait (keluarga) Rasulullah itu? Bukankah istri-istri beliau itu adalah ahlul bait (keluarga) nya?” Zaid bin Arqam berkata, “Istri-istri beliau adalah ahlul baitnya. Tapi ahlul bait beliau yang dimaksud adalah orang yang diharamkan untuk menerima zakat sepeninggal beliau.” Husain bertanya, “Siapakah mereka itu?” Zaid bin Arqam menjawab, “Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas.” Husain bertanya, “Apakah mereka semua diharamkan untuk menerima zakat?” Zaid bin Arqam menjawab, “Ya.” (HR. Muslim no. 4425)
Dari Jubair bin Muth’im radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
“Aku dan ‘Utsman bin ‘Affan berjalan menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu kami katakan, “Wahai Rasulullah, engkau memberikan Bani Al-Muthallib, tapi kami tidak, padahal kami di hadapan engkau kedudukannya sama.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Bani Al-Muthallib dan Banu Hasyim adalah satu (sama kedudukannya).” (HR. Bukhari no. 2907)
Syekh Shalih bin Ahmad Asy-Syaami hafizhahullahu menerangkan setelah membahas dalil-dalil mengenai siapa ahlul bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kesimpulannya, istilah ahlul bait, tercakup di dalamnya istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain radhiyallahu ‘anhum. Dan istilah aalu Muhammad juga mencakup orang-orang yang diharamkan menerima zakat, dan mereka adalah Bani Hasyim, dan Bani Al Muthallib, merekalah yang memiliki kekerabatan yang dimaksud dalam firman Allah Ta’ala, “Ketahuilah, sesungguhnya ghanimah apa saja yang kamu peroleh, seperlimanya diperuntukkan bagi Rasul dan yang memiliki tali kekerabatan.”
Ibnu Katsir rahimahullahu Ta’ala menafsirkannya, “Perkataan jumhur (mayoritas) ulama, mereka adalah Bani Hasyim dan Bani Al-Muthallib. Dan telah dipahami bahwa orang yang diharamkan menerima zakat, digantikan (zakat tersebut) dengan al-khumus, dan mereka adalah Bani Hasyim dan Bani Al-Muthallib.” (Disadur dari Alukah.net, http://www.alukah.net/spotlight/0/112703/ ).
[Bersambung]
***
Penulis: Ika Kartika Sari
Artikel Muslimah.or.id