Mudahanah artinya berpura-pura, menyerah dan meninggalkan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar serta melalaikan hal tersebut karena tujuan duniawi atau ambisi pribadi. Maka berbaik hati, bermurah hati atau berteman dengan ahli maksiat ketika mereka berada dalam kemaksiatannya, sementara ia tidak melakukan pengingkaran padahal ia mampu melakukannya, maka itulah mudahanah.
Hal ini berarti meninggalkan cinta karena Allah dan permusuhan karena Allah. Bahkan ia semakin memberikan dorongan kepada para pendurhaka dan perusak. Maka orang penjilat atau mudahin seperti ini termasuk dalam firman Allah,
?????? ????????? ???????? ???? ????? ???????????? ????? ??????? ??????? ???????? ????? ???????? ?????? ????? ??????? ????????? ??????????? . ??????? ?? ????????????? ???? ???????? ????????? ???????? ??? ??????? ???????????. ????? ???????? ???????? ????????????? ????????? ???????? ???????? ??? ????????? ?????? ???????????? ???? ?????? ??????? ?????????? ????? ?????????? ???? ??????????.
“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka. Yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan.” (QS. Al-Maidah: 78-80)
Nah.. ucapan selamat natal dari sebagian orang seperti para politikus bisa jadi adalah suatu bentuk mudahanah, dalam rangka mencari suara atau maksud mendapatkan jabatan kekuasaan.
Yang mesti dipahami, seharusnya seseorang mencari ridha Allah ‘Azza wa Jalla, bukan mencari ridha manusia yang membuat Allah ‘Azza wa Jalla murka. Dalam hadis riwayat Ibnu Hibban disebutkan,
???? ????????? ????? ????? ???????? ???????? ?????? ????? ?????? ?? ?????? ?????? ???????? ? ?? ???? ????????? ????? ???????? ???????? ????? ?????? ????? ???????? ?? ???????? ???????? ????????
“Barangsiapa yang mencari ridha Allah saat manusia tidak suka, maka Allah akan meridhainya dan Allah akan membuat manusia yang meridhainya. Barangsiapa yang mencari ridha manusia dan membuat Allah murka, maka Allah akan murka kepadanya dan membuat manusia pun murka.”
Kalau ingin meninggalkan ucapan selamat natal, lakukanlah karena Allah, bukan karena manusia. Begitu pula jika mau ucapkan, dasarilah karena Allah, bukan karena tidak enak pada rekan, teman atau saudara. Karena sesuatu yang didasari ikhlas karena Allah, itulah yang diridhai. Bagaimana mau dikatakan Allah ridha, sedangkan memeriahkan perayaan orang kafir saja sudah Allah larang? Allah Ta’ala berfirman:
??????????? ?? ??????????? ???????? ??????? ??????? ??????????? ??????? ????????
“Dan orang-orang yang tidak memberikan menghadiri az zuur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqan: 72)
Yang dimaksud menghadiri acara az zuur adalah acara yang mengandung maksiat. Perayaan natal jelas-jelas adalah perayaan kekufuran yang lebih dari maksiat karena sama saja memperingati lahirnya anak Tuhan. Padahal Allah tidak memiliki anak sebagaimana disebutkan dalam ayat:
????????? ???????? ??????? ??????? ??????????? ???? ???? ??? ??? ????????????? ??????????? ????? ???? ??????????
“Mereka (orang-orang kafir) berkata: “Allah mempunyai anak”. Maha suci Allah, bahkan apa yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah; semua tunduk kepada-Nya.” (QS. Al Baqarah: 116).
Jika seorang muslim mengucapkan selamat Natal pada Nashrani, maka sama saja ia setuju dengan perayaan kelahiran anak Tuhan. Na’udzubillah. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla memberikan kepada kita keselamatan.
—————————————————————
Diketik ulang dari buku “Natal, Hari Raya Siapa?” karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal –hafizhahullâh–
Artikel muslimah.or.id