Setiap Mukmin berharap bisa meraih ilmu yang bermanfaat untuk kehidupan dunia dan akhiratnya. Ilmu-ilmu yang membuat pelakunya semakin bertakwa dan membuahkan amal shalih, bukan ilmu yang justru menjadikannya durhaka kepada Allah Ta’ala.
Landasan Ilmu Syar’i
Ilmu yang bermanfaat yang pondasinya dibangun di atas Al Qur’an dan sunnah shahihah. Itulah ilmu syar’i yang menjamin keselamatan hidup sampai bertemu Allah Ta’ala.
Imam Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Ilmu yang bermanfaat dari semua ilmu adalah mempelajari seksama dalil-dalil dari Al Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta (berusaha) memahami kandungan maknanya, dengan mendasari pemandangan tersebut dari penjelasan para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para tabi’in (orang-orang yang mengikuti petunjuk para sahabat), dan orang-orang yang mengikuti (petunjuk) mereka dalam memahami kandungan Al Qur’an dan hadits (begitu pula) dalam (memahami penjelasan) mereka dalam masalah halal dan haram, pengertian zuhud, amalan hati (pensucian jiwa), pengenalan (tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah Azza wa Jalla). Dan pembahasan-pembahasan ilmu lainnya dengan terlebih dahulu berusaha untuk memisahkan dan memilih (riwayat-riwayat) yang shahih (benar) dan (meninggalkan riwayat-riwayat) yang tidak benar, kemudian berupaya untuk memahami dan menghayati kandungan maknanya. (Fadhlu ‘Ilmis Salaf ‘ala ‘Ilmil Khalaf, hal. 6).
Agar ilmu itu benar-benar berfaedah maka perlu selektif dan berhati-hati dalam mengambil ilmu. Imam Malik bin Anas rahimahullah, menjelaskan: “Tidak boleh mengambil ilmu (agama) dari empat tipe manusia dan boleh mengambil ilmu dari selain mereka. Tidak boleh mengambil ilmu dari mubtadi’ (ahli bid’ah) yang mengajak orang lain kepada bid’ahnya, tidak boleh mengambil ilmu dari orang dungu yang menampakan kedunguannya terang-terangan, tidak boleh mengambil ilmu dari orang yang selalu berdusta ketika berbicara dengan orang lain, meskipun ia jujur dalam menyampaikan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tidak boleh mengambil ilmu dari orang yang tidak mengetahui (ahli dalam) ilmu agama” (Dinukil oleh Al Khathiib dalam Al Kifayah, hal. 160 dan Adz Dzahabi dalam Siyar A’lamin Nubala, 8/67).
Ketika ilmu diambil dari bukan ahlinya niscaya ilmu itu akan merusak dunia akhiratnya dan menjerumuskan kepada kesesatan.
Harus Ikhlas
Ikhlas merupakan pondasi dasar agar ibadah diterima oleh Allah Ta’ala. Termasuk dalam menuntut ilmu syar’i. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
?? ?????? ????? ??? ????? ?? ???? ????? ????? ? ?? ????????? ??? ??????? ?? ????? ?? ?????? ?? ????? ?????? ?????? ???? ????????
“Barang siapa menuntut ilmu yang seharusnya dihadapkan dengannya wajah Allah Azza Wa Jalla, tetapi ia tidak menuntutnya kecuali untuk mendapatkan sedikit dari kenikmatan dunia maka ia tidak akan mencium bau surga pada hari kiamat” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib, no. 105).
Dari Ka’ab bin Malik radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
?? ??? ????? ?????? ?? ??????? ?? ?????? ?? ??????? ?? ???? ?? ???? ????? ???? ????? ???? ?????
“Barang siapa menuntut ilmu untuk menandingi para ulama, atau mendebat orang-orang bodoh, atau memalingkan pandangan-pandangan manusia kepadanya, maka Allah akan memasukkannya ke neraka.” (HR At Tirmidzi, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib, no.106).
Dengan ikhlas dan ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ilmunya akan menjadi ilmu yang bermanfaat.
Dampak Positif Ilmu yang Bermanfaat
Idealnya semakin banyak belajar ilmu agama maka semakin kokoh imannya, bagus adab dan ibadahnya, dan rasa takutnya pada Allah Ta’ala semakin besar. ilmu menaikkan kualitas sekaligus kuantitas iman dan amal shalihnya. Bukan ilmu yang membuat pelakunya semakin sombong dan merendahkan orang lain.
Imam Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata: “Dahul jika seseorang menuntut ilmu agama, maka tidak lama kemudian terlihat (pengaruh positif ilmu tersebut) pada sifat khusyuknya (tunduk kepada Allah), tingkahlakunya, ucapannya, pandangannya dan (perbuatan) tangan (anggota badan)nya”. (Dinukil oleh Imam Al Khatib Al Bagdadi dalam kitab Al Jami’ li Akhlaqir Rawi wa Adabis Sami’, I/215).
Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk meraih ilmu yang bermanfaat dan menjauhkan kita dari kebodohan, kesesatan, dan penyimpangan dalam mempelajari ilmu syar’i. Ilmu yang mengubah kita menjadi lebih baik, lebih shalih dan shalihah di mata Allah Ta’ala.
Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa
Referensi:
1. Majalah As Sunnah edisi 06/THN XX/ 1437 H
2. Majalah As Sunnah edisi 12/THN XX/ 1438 H
Artikel Muslimah.or.id