Kita mengetahui dalam Islam terdapat larangan membuat dan memanfaatkan gambar makhluk bernyawa. Lalu apakah jika gambar tersebut dicoret matanya kemudian menjadi boleh digambar atau dimanfaatkan?
Larangan Menggambar dan Memanfaatkan Gambar Makhluk
Diantara dalil larangan membuat gambar makhluk bernyawa adalah hadits berikut:
وعَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي الحَسَنِ، قَالَ: كُنْتُ عِنْدَ ابْنِ عَبَّاسٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا -، إِذْ أَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا أَبَا عَبَّاسٍ، إِنِّي إِنْسَانٌ إِنَّمَا مَعِيشَتِي مِنْ صَنْعَةِ يَدِي، وَإِنِّي أَصْنَعُ هَذِهِ التَّصَاوِيرَ، فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: لاَ أُحَدِّثُكَ إِلَّا مَا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: سَمِعْتُهُ يَقُولُ: «مَنْ صَوَّرَ صُورَةً، فَإِنَّ اللَّهَ مُعَذِّبُهُ حَتَّى يَنْفُخَ فِيهَا الرُّوحَ، وَلَيْسَ بِنَافِخٍ فِيهَا أَبَدًا» فَرَبَا الرَّجُلُ رَبْوَةً شَدِيدَةً، وَاصْفَرَّ وَجْهُهُ، فَقَالَ: وَيْحَكَ، إِنْ أَبَيْتَ إِلَّا أَنْ تَصْنَعَ، فَعَلَيْكَ بِهَذَا الشَّجَرِ، كُلِّ شَيْءٍ لَيْسَ فِيهِ رُوحٌ
Dari Sa’id bin Abi Al Hasan berkata, Aku pernah bersama Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu ketika datang seorang kepadanya seraya berkata; “Wahai Abu ‘Abbas, pekerjaanku adalah dengan keahlian tanganku yaitu membuat lukisan seperti ini”. Maka Ibnu ‘Abbas berkata: “Yang aku akan sampaikan kepadamu adalah apa yang pernah aku dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Yaitu beliau bersabda: “Siapa saja yang membuat gambar ash shurah, Allah akan menyiksanya hingga dia meniupkan ruh (nyawa) kepada gambarnya itu dan sekali-kali dian tidak akan bisa melakukannya selamanya”. Maka orang tersebut sangat ketakutan dengan wajah yang pucat pasi. Ibnu Abbas lalu berkata: “Celaka engkau, jika engkau tidak bisa meninggalkannya, maka gambarlah olehmu pepohonan dan setiap sesuatu yang tidak memiliki ruh (nyawa)” (HR. Bukhari no.2225).
Dalam hadits ini dijelaskan oleh Ibnu Abbas bahwa ash shurah yang dilarang untuk digambar adalah gambar makhluk yang bernyawa. Adapun gambar makhluk yang tidak bernyawa seperti pohon, maka tidak terlarang untuk digambar.
Sedangkan dalil larangan pemanfaatan gambar makhluk bernyawa, hadits dari Abul Hayyaj Al Asadi, ia mengatakan bahwa Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu berkata kepadanya,
أَلَا أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم؟ أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ
“Mau engkau kuberi tugas yang dahulu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam memberikan tugas tersebut kepadaku? Yaitu beliau bersabda kepadaku: ‘hendaknya jangan engkau biarkan ada patung kecuali engkau hancurkan, dan jangan engkau biarkan ada kuburan yang ditinggikan, kecuali engkau ratakan.’” (HR. Muslim no. 969).
Gambar Makhluk dan Coret Mata
Lalu, apakah gambar makhluk bernyawa jika dicoret matanya atau dihilangkan matanya apakah menjadi boleh digambar atau dimanfaatkan?
Jawaban dewan fatwa IslamWeb atas pertanyaan di atas, sebagai berikut:
فإذا أبقيت من الصورة ما لا تبقى معه حياة، فلا بأس بها وأما مجرد تغميض العين، أو مسحها، فلا يكفي؛ لبقاء الحياة مع ذلك، ولكن يمكنك إزالة ملامح الوجه بالكلية
“Jika dengan sifat-sifat gambar sedemikian rupa hingga tidak layak disebut makhluk yang memiliki nyawa, maka tidak mengapa. Adapun sekedar memejamkan mata atau menghapus mata, maka ini tidak cukup. Karena masih dianggap sebagai makhluk yang memiliki nyawa. Maka solusinya adalah dihapus seluruh wajahnya” (Fatwa IslamWeb, nomor 278743).
Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Al Wushabi hafizhahullah mengatakan:
هل يكفي طمس العينين أم لا بد من طمس الوجه؟ الجواب لا بد من طمس الوجه بكامله
“Apakah cukup menghapus kedua mata? Ataukah harus menghapus seluruh wajah? Jawabnya, harus menghapus seluruh wajahnya dengan sempurna” (Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=YGmWa1YXhdQ).
Sehingga menurut para ulama, menutup mata saja atau mencoretnya tidak membuat gambar makhluk bernyawa menjadi halal membuatnya atau memanfaatkannya.
Salah Paham Memahami Fatwa Ulama
Adapun yang difatwakan oleh Syaikh Ibnu Al Utsaimin rahimahullah, beliau mengatakan:
إذا لم تكن الصورة واضحة، أي: ليس فيها عين، ولا أنف، ولا فم، ولا أصابع: فهذه ليست صورة كاملة، ولا مضاهية لخلق الله عز وجل
“Jika gambar makhluk bernyawa tersebut tidak jelas, yaitu tidak ada matanya, tidak ada hidungnya, tidak ada mulutnya, dan tidak ada jari-jarinya, maka ini bukan gambar makhluk bernyawa yang sempurna dan tidak termasuk menandingi ciptaan Allah” (Majmu’ Fatawa war Rasail, 2/278-279).
Di sini beliau menyebutkan “mata”, “hidung” , “mulut”, “jari-jari”. Perkataan beliau ini tidak bisa dipahami bahwa boleh memilih salah satu untuk dihilangkan.
Jika dipahami demikian maka berarti boleh menggambar atau memanfaatkan makhluk bernyawa yang hanya dihilangkan jari-jemarinya. Ini malah akan bertabrakan dengan hadits Abdullah bin Abbas radhiallahu ’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
الصُّورَةُ الرَّأْسُ، فَإِذَا قُطِعَ الرَّأْسُ فَلَيْسَ بِصُورَةٍ
“Inti dari shurah adalah kepalanya, jika kepalanya dipotong, maka ia bukan shurah” (HR. Al Baihaqi no.14580 secara mauquf dari Ibnu Abbas, Al Ismai’ili dalam Mu’jam Asy Syuyukh no. 291 secara marfu‘. Dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no.1921).
Maka maksud perkataan Syaikh Ibnu Utsaimin di atas (dan di fatwa-fatwa lainnya) adalah dihilangkan semuanya, yaitu mata, hidung, mulut dan jari-jemari. Sehingga gambarnya tidak sempurna sebagai makhluk bernyawa. Bukan hanya matanya saja, atau hidungnya saja, atau mulutnya saja, atau jarinya saja.
Hukum Pemanfaatan Gambar Digital
Dalam masalah hukum gambar, ada dua masalah yang perlu dibedakan:
1. Masalah membuat gambar (tashwir ash shurah)
2. Masalah memanfaatkan gambar (iqtina’ ash shurah)
Maka, dari penjelasan di atas. Tidak boleh membuat gambar makhluk bernyawa yang sekedar memejamkan mata atau dihapus matanya. Juga tidak boleh memanfaatkan gambar yang sekedar memejamkan mata atau dihapus matanya.
Namun untuk masalah kedua (memanfaatkan gambar), ada satu masalah lagi. Yaitu, bagaimana jika gambarnya berupa gambar digital, bukan gambar yang dicetak?
Ini dibolehkan oleh sebagian ulama. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Munajjid mengatakan:
الصور التي على الجوال وفي أجهزة الحاسب ، وما يصور بالفيديو ، لا تأخذ حكم الصور الفوتوغرافية ، لعدم ثباتها ، وبقائها ، إلا أن تُخرج وتطبع ، وعليه فلا حرج في الاحتفاظ بها على الجوال ، ما لم تكن مشتملة على شيء محرم ، كما لو كانت صوراً لنساء
“Foto yang ada di HP atau di komputer, atau yang dibuat dengan video, tidak sama hukumnya dengan foto hasil jepretan kamera. Karena ia tidak tsabat (tetap) dan tidak baqa’ (selalu ada dzatnya). Kecuali jika di-print (dicetak). Oleh karena itu tidak mengapa menyimpannya di HP selama tidak mengandung perkara yang haram, seperti misalnya foto wanita” (Sumber: https://islamqa.info/ar/91356).
Maka gambar digital, baik buatan tangan atau foto, boleh dimanfaatkan walaupun berupa gambar makhluk bernyawa yang sempurna. Tidak harus dihapus wajahnya atau kepalanya. Karena gambar ini sifatnya tidak tetap.
Oleh karena itu kita melihat sebagian ulama zaman sekarang yang memanfaatkan media sosial dalam berdakwah, mereka memasang foto mereka di akun media sosial.
Namun andaikan seseorang ingin berhati-hati, maka menghilangkan kepala atau wajah pada gambar digital, itu lebih utama. Mengingat sebagian ulama melarang secara mutlak termasuk gambar digital.
Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang bisa kita ambil dari penjelasan para ulama:
1. Jika anda tukang gambar, maka tidak boleh menggambar makhluk bernyawa secara sempurna atau hanya dihilangkan matanya. Hindari menggambar makhluk bernyawa sama sekali, atau jika tetap ingin menggambar, maka hilangkan wajahnya atau kepalanya.
2. Jika anda memanfaatkan gambar makhluk bernyawa yang tercetak (gambar fisik), maka tidak boleh memanfaatkan gambar makhluk bernyawa yang sempurna atau hanya dihilangkan matanya. Hindari pemanfaatan gambar makhluk bernyawa atau hilangkan seluruh wajahnya.
3. Jika anda memanfaatkan gambar makhluk bernyawa yang tidak tercetak (digital), maka boleh dimanfaatkan baik dihapus wajahnya ataupun tidak. Namun dihapus wajahnya itu lebih berhati-hati. Dengan catatan pemanfaatan gambar tersebut mubah, tidak mengandung keharaman seperti: gambar wanita, gambar hoax, gambar aurat, gambar dalam rangka pamer, dll.
Wallahu a’lam.
***
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslimah.or.id
Assalamualaikum ustadz, saya ijin bertanya
Jikalau saya menggambar illustrasi (tanpa wajah, ada leher, dan dengan jari tangan) yang dipergunakan untuk hadiah, dan cara menggambar tersebut dengan harus melihat foto orangnya (laki/perempuan) terlebih dahulu (jiplak).
Bagaimana hukumnya yang seperti itu ustadz? apakah yang seperti itu termasuk juga zina mata?
Mohon pengertiannya ustadz, jazakallahu khairan
Assalamu’alaikum ustadz, saya mau bertanya. Apakah menggambar rambut hukumnya tetap haram?
Wa’alaikumussalam, sebaiknya tinggalkan karena rambut wanita adalah aurat. Adapun rambut laki-laki boleh.
Assalamualaikum
Apa boleh menggambar tubuh yg tak sempurna misalnya tangan aja / wajahnya aja?
assalamualaikum ustadz, mohon maaf saya ingin bertanya, saya pernah menggambar dengan menyontek/mencontoh dari suatu fotografi seseorang yang cukup terkenal (sehingga mungkin beberapa orang akan menyadari siapakah orang yang saya gambar), kemudian saya menggambar hanya dari leher hingga kaki atau kadang hanya badannya saja. apakah diperbolehkan? terima kasih sebelumnya
Assalamualaikum kakak/adik saya mau bertanya misalkan jika saya itu menggambar karakter/persona saya sendiri itu tidak full body dan saya gak melakukan sesuatu terhadap gambar tersebut (Seperti menyembah , Mengagungkan , Serta Menyaingi Allah S.W.T) Apakah boleh kak? Mohon bantuannya , Karena hobi saya menggambar makhluk bernyawa atau semacamnya, Jadi bagaimana kak/dek? Apakah boleh? Mohon bantuannya wasalamualaikum
kalau matanya diganti huruf hamzah gmn, bolehkah?
Assalamualaikum ustadz, bagaimana hukumnya memakai gambar makhluk bernyawa sebagai background poster dakwah? Mohon pencerahannya
Assalamu’alaikum ustadz, saya ingin bekerja sebagai editor (penyunting) naskah buku pelajaran bahasa Inggris SD-SMP-SMA. Tapi, pada soal atau materi di buku tersebut sepertinya akan ada yang diberi gambar orang/hewan yang sesuai dengan materi atau soal. Dan karena ini buku pelajaran umum, jadinya wajahnya dibiarkan (tidak dicoret matanya atau tidak dibuat tidak berwajah). Bagaimana hukum bekerja sebagai editor naskah buku dengan kondisi demikian? Untuk bagian gambar tersebut bukan saya yang memberi, tetapi divisi lainnya. Jazaakumullahu khairan
Assalamu’alaikum, Ustadz. Saya ingin bekerja sebagai editor (penyunting) naskah buku pelajaran bahasa Inggris SD-SMP-SMA. Tapi, pada soal atau materi di buku tersebut sepertinya akan ada yang diberi gambar orang/hewan yang sesuai dengan materi atau soal. Dan karena ini buku pelajaran umum, jadinya wajahnya dibiarkan (tidak dicoret matanya atau tidak dibuat faceless). Bagaimana hukum bekerja sebagai editor naskah buku pelajaran yang kondisinya demikian? Untuk bagian gambar tersebut bukan saya yang memberi, tetapi divisi lainnya.
Assalamu’alaikum Ustadz, ingin bertanya, jika menggambar manusia namun nampak belakang sehingga tidak terlihat wajahnya apakah diperbolehkan?
Ustadz Kalo kita cuma gambar bagian tubuh saja misalnya mata saja atau tangan saja bagaimana ustadz?mohon penjelasannya…
Telah datang Atsar dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu bahwasanya
beliau berkata:
الصورة الرأس فإذا قطع الرأس فليس بصورة
“Gambar itu adalah kepala, jadi apabila kepalanya sudah dipotong maka
itu bukanlah gambar.” HR. Al-Baihaqi, no, 14357.
Perlu diingatkan, ada sebagian orang hanya mencukupkan dengan
menghapus atau mencoret gambar mata saja tanpa memotong kepalanya, kami tidak tahu apa hujjah mereka melakukan hal itu, kalau mereka tidak mendatangkan dalil maka atsar shahih yang kami sebutkan ini cukup sebagai hujatan buat mereka, dan yang seharusnya dilakukan adalah memotong kepalanya. Wabillahit Taufiq.
jadi semisalnya saya menggambar mahluk bernyawa secara digital tetapi wajahnya sempurna itu halal atau haram?
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, ustadz saya tidak mengerti yang di maksud gambar hoax, emg ada yah gambar hoax?, Terus jika gambar dilarang kenapa saya menemukan kebolehan dari gambar pada kain?
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Jika menonton nya apakah boleh ustadz?, karena saya bisa dapat pelajaran dari anime yang saya tonton