Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), sebuah perkara yang sering kali menghiasi kehidupan pernikahan. Terkadang perceraian terjadi karena suami melakukan KDRT atau sebaliknya istri membangkang dan tidak mau mentaati suaminya.
KDRT tak hanya identik dengan tindakan yang menjurus pada kriminalis nyata seperti pemukulan, penganiayaan, intimidasi dan hal yang melukai badan. Namun perkara yang sifatnya spiritual emosional, dan perkara-perkara yang tidak kasat mata juga dikategorikan sebagai KDRT.
Islam adalah agama yang mengusung perdamaian dan anti kekerasan. Ketika kekerasan terjadi dipastikan keharmonisan keluarga terkoyak dan berbagai prahara tidak terelakkan. Batin menderita lantaran orang yang semestinya mencurahkan segala cinta dan perhatiannya justru berbalik arah dengan melakukan kezaliman dalam ucapan maupun perbuatan. Dalam hadits qudsi Allah ta’ala berfirman,
???????? ???? ???????? ???????? ???????? ????? ???????? ????????????? ?????????? ?????????? ????? ????? ??????
“Wahai hamba-hambaku! Sesungguhnya aku telah mengharamkan kezaliman atas diriku. Dan aku menetapkannya sebagai perkara yang diharamkan diantara kalian. Maka janganlah kalian saling menzalimi”. (Shalih Muslim (IV/1583), (2577).
Diantara wujud KDRT yang terkadang terlupakan diantara kaum muslimin adalah perasaan benci kepada pasangan. Seorang suami menzalimi istrinya dengan ucapan-ucapan pedas, bersikap kasar dan terlalu menuntut kesempurnaan dari pasangannya. Dia melupakan bahwa istri pun memiliki kelebihan disamping kelemahan yang memang setiap orang tidak bisa terlepas darinya. Allah ta’ala berfirman:
??????????????? ?????????????? ?????? ???????????????? ??????? ???? ?????????? ??????? ?????????? ??????? ????? ??????? ????????
“Dan pergaulilah dengan mereka (istri) secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. An-Nisa : 19).
Seorang istri pun terkadang melakukan praktek KDRT tanpa ia sadari seperti melupakan dan tidak bersyukur akan kebaikan suami. Dia menuntut sesuatu yang tidak mampu dilakukan suami.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Allah tidak akan melihat istri yang tidak bersyukur kepada suaminya, padahal ia selalu membutuhkannya.” (Diriwayatkan oleh Al Bazzar, Al Hakim dan lain-lain. Lihat As Silsilah as-shahiihah (I/581) (289) dan shahiih at-targhiib wat-Tarhiib (II/198), (1944).
Begitu pula dalam pernikahan yang di poligami KDRT sering kali memicu perselisihan diantara para madu hingga mengakibatkan kezaliman. Suami yang berlaku tidak adil dan melebihkan salah satu istrinya dalam hal jadwal giliran, tempat tinggal, nafkah dan pakaian.
KDRT bisa pula berujud memprovokasi suami untuk menceraikan madunya, menjelek-jelekkan salah satu madunya hingga keindahan poligami terkubur dengan berbagai noda yang sejatinya semakin menjatuhkan seorang mukmin pada jurang kehancuran.
Demikian sekilas pandang betapa KDRT sering kali dianggap biasa dilakukan tanpa memikirkan betapa KDRT yang dibiarkan dan dilakukan akan membuat bahtera cinta lambat laun akan terhempas dalam keguncangan yang membuat pernikahan tidak seindah harapan. Dan rumah tangga beliau yang mulia merupakan cermin sebuah keluarga yang damai, tentang menyejukkan dan tanpa kekerasan, kebahagiaan dan surga pernikahan dapat direguk dan dinikmati dengan kelembutan ketika kita menyadari bahwa kekerasan tak menyelesaikan masalah.
Referensi: Stop kekerasan, Abu Hamzah Abdul Lathif al – Ghamidi, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Jakarta, 2010
Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa
Artikel Muslimah.or.id