Al-Qur’an adalah Kitabullah yang mengandung petunjuk kebenaran, keselamatan, dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Kalamullah ini sangat sempurna, orisinal dan terjaga hingga hari Kiamat. Al-Qur`an bukan sekedar sesuatu yang tertulis dalam lembaran-lembaran, atau terpampang pada mushaf-mushaf , namun ia telah dipraktekkan secara nyata dan ideal di masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan dalam kehidupan salafuna sholeh (orang-orang salih terdahulu -ed).
Perilaku keseharian generasi emas didikan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam sungguh luar biasa.
Hari-hari mereka selalu basah oleh lantunan ayat-ayat-Nya, hati mereka begitu tersentuh, tunduk, hingga menangis karena keagungan firman-firman Allah ‘Azza wa Jalla.
Potret hidup mereka sarat dengan pengamalan wahyu-Nya yang mendorong kuat berubahnya manusia dari mencintai dunia menjadi sosok yang merindukan akhirat. Nuansa hati, jiwa, hingga perkataan atau perbuatan mereka adalah refleksi dari pijar keimanan yang kokoh karena telah di tempa dalam madrasah nabawi hingga membuat mereka menjadi pribadi mulia yang mencintai Rabb-nya.
Membaca dan mentadaburi Al-Qur`an bisa menguatkan iman. Jundub bin Abdillah berkata, “Dahulu ketika kami bersama Nabi shalallahu ’alaihi wa sallam dan ketika itu kami masih muda, kami belajar iman sebelum belajar Al-Qur`an, kemudian kami belajar Al-Qur`an maka iman kami pun semakin bertambah.” (HR. Ibnu Majah, hal 7 (Shahih); lihat hayat As- Shahabah 3/ 176)
Belajar Al-Qur`an merupakan kewajiban setiap muslim dan muslimah, karena dengan mengilmui ayat-ayat Allah ‘Azza wa Jalla, manusia akan mengetahui risalah ini dan bisa mengamalkannya. Hidupnya terarah serta benteng keimanannya tidak mudah goyah, karena pengaruh syahwat dan keraguan dalam hidupnya. Al-Qur`an bukan sekadar dibaca atau dihafalkan, namun yang lebih bermanfaat dalam hidup adalah ditadaburi dan diamalkan.
Para sahabat radhiyallahu ‘anhum adalah umat yang menjadi teladan dalam mempelajari Al-Qur`an. Apabila mereka mempelajari Al-Qur`an, tidaklah sebatas hanya mempelajari ilmunya saja, namun mereka juga mengamalkannya.
Subhanallah … begitu lekat interaksi para salaf dengan Al-Qur’an. Al-Qur’an itu bagi mereka adalah sesuatu yang paling berharga yang harus dijaga, dibaca dengan tartil dan direnungi maknanya, serta dijadikan pedoman hidup.
Majlis-majlis ilmu yang mengkaji Kitabullah penuh dengan orang-orang yang ikhlas meniti jalan ilmu.
Di dalam Al-Muwaththa’ Imam Malik, sebuah riwayat sampai kepadanya, ‘Bahwa Abdullah bin Umar secara fokus mempelajari surat Al-Baqarah selama 8 tahun. (Al-Muwaththa’, I/ 205 dan Ibnu Sa’ad dalam Ath-Thabaqat dari Abu Malih, dari Maimun).
Dari Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar berkata, “Umar mempelajari Al-Baqarah selama 12 tahun, manakala dia mengkhatamkannya, maka dia menyembelih onta.” (Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, I/ 40; Tahdzib Siyar A’lam An –Nubala’, I/ 35 dan Ibnu Sa’ad dalam Ath-Thabaqot 4 / 121)
Jati diri seorang mukmin diukur dengan Al-Qur’an. Kalamullah adalah surat dari Rabbul ‘alamin. Dialah pintu keselamatan, ayat-ayatnya penuh keajaiban, menggetarkan hati dan membuat seorang mukmin bahagia hidupnya.
Syaikhul Islam berkata, ”Dan kebutuhan umat ini sangat mendesak untuk memahami Al-Qur`an.” (Muqodimah Fi Ushul At-Tafsir, hal 2 ).
Dan dalam hadits yang masyhur disebutkan (artinya): “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya.” (H.R. Al-Bukhari)
*****
Referensi : Mudahnya Memahami Al-Qur’an ( Terjemah ), Salman bin Umar As-Sunaidi, Darul Haq, Jakarta 2008 M, dengan sedikit penyesuaian redaksi.
Penulis: Isruwanti Ummu Nashifah
Muroja’ah: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah
Artikel muslimah.or.id