I’tikaf adalah sunnah di bulan Ramadhan dan yang lainnya sepanjang tahun, dalilnya adalah firman Allah Ta’ala :
????????? ?????????? ??? ????????????
‘’Sedang kalian dalam keadaan i’tikaf di masjid”. (QS Al Baqarah:187)
Disertai hadits-hadits shahih tentang i’tikaf Nabi Shalallahu’ alaihi wasallam. Demikian pula atsar-atsar yang mutawatir dari ulama salaf dalam masalah itu.Sebagaimana disebutakan dalam kitab Al Mushannaf, karya ibnu Abi Syaibah dan Abdurrazzaq.
Dan lebih ditekankan di bulan Ramadhan berdasarkan hadits Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu , bahwa Rasulullah Shallallaahu’alaihi wasallam beri’tikaf Ramadhan 10 hari. Dan pada tahun dimana beliau wafat, Rasulullah I’tikaf selama 20 hari. Yang paling utama adalah pada akhir bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkannya.
Syarat-syarat I’tikaf
1.Tidak disyariatkannya kecuali di dalam masjid-masjid berdasarkan firman Allah Ta’ala:
????? ??????????????? ????????? ?????????? ??? ????????????
“Dan janganlah kalian melakukan jima dengan mereka sedang kalian beri’tikaf di masjid-masjid’’.( QS Al Baqarah:187 ).
Berkata ‘Aisyah radhiyallah’anha :’’Disunnahkan bagi seorang yang beri’tikaf agar tidak keluar kecuali untuk sebuah kebutuhan yang mesti dia lakukan. Tidak boleh menjenguk orang sakit,tidak boleh menyentuh wanita, tidak pula jima’ dengan mereka, dan tidak ada I’tikaf melainkan pada masjid jami’(yang digunakan untuk shalat jamaah ). Disunnahkan pula bagi yang I’tikaf yang berpuasa”.
2. Dan hendaklah pada masjid jami’agar tidak terpaksa keluar masjid untuk melaksanakan shalat jum’at,karena keluar untuk itu adalah wajib. Berdasarkan ucapan ‘Aisyah radhiyallahu’anha yang lalu dalam sebuah riwayat ( ….dan tidak ada I’tikaf kecuali di masjid jami’).
3. Disunnahkan untuk yang melakukan I’tikaf agar berpuasa sebagaimana yang lalu dari penjelasan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Yang Dibolehkan untuk Orang yang I’tikaf
1. Dibolehkan keluar dari masjid untuk buang hajat, juga mengeluarkan kepalanya dari masjid untuk dikeramasi atau disisir. Berkata ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha : “Sesungguhnya Rasulullah dahulu mengeluarkan kepalanya kepadaku sedang dia dalam keadaan beri’tikaf dan saya di kamar saya, kemudian saya sisir rambutnya’’. Dalam sebuah riwayat :’’ lalu saya cuci kepalanya dan diantara aku dan dia kayu dasar pintu dan saya dalam keadaan haid, dan beliau beliau tidak masuk rumah kecuali untuk hajat seorang manusia, ketika itu beliau dalam keadaan I’tikaf.
2. Dibolehkan untuk seorang yang I’tikaf dan yang lain untuk berwudhu dalam masjid berdasarkan ucapan seorang kepada yang melayani Nabi Shallallaahu ‘alaihi Wasallam : “Nabi berwudhu ringan di depan masjid’’.
3. Dibolehkan pula dia membuat kemah kecil dibagian belakang masjid lalu lalu beri’tikaf di dalamnya, karena ‘Aisyah dulu membuat tenda untuk Nabi Shallallaahu’ alaihi wasallam.
Dibolehkan Wanita Beri’tikaf dan Menengok Suaminya Di Masjid
1. Dibolehkan seorang wanita menengok suaminya yang ada ditempat I’tikafnya, dan hendaknyalah suaminya mengantarkanya sampai keluar pintu masjid, berdasarkan ucapan Shafiyyah radhiyallahu’anha:’’ketika itu Nabi beri’tikaf di masjid pada 10 hari terakhir dari bulan Ramadhan, maka aku datang untuk menengoknya pada di malam hari dan di sisinya istri-istrinya yang sedang bergembira, lalu aku berbicara dengan beliau beberapa saat lalu aku berdiri untuk kembali, maka beliau katakan: ‘Jangan kau terburu-buru sehingga aku antarkan .’’ Maka beliau pun berdiri bersamaku untuk mengantarkanku, Shafiyyah tinggal di kampung Usamah bin Zaid. Tatkala berada di pintu masjid yang dekat dengan pintu rumah Ummu Salamah, lewat dua orang sahabat dari Anshar. Ketika beliau melihat Nabi keduanya mempercepat langkahnya. Maka Nabi berkata : ‘pelan-pelan ! Sesungguhnya wanita ini adalah Shafiyyah binti Huyai’’. Lalu kedunya mengatakan ‘’Subhanallah ! Wahai Rasulullah ‘’ . Maka Nabi mengatakan : ‘’Sesungguhnya setan mengalir pada seseorang seperti mengalirnya darah. Dan sungguh aku khawatir kalau setan membisikan pada hati kalian berdua kejelekan atau beliau beliau mengucap sesuatu.
Bahkan dibolehkan bagi wanita untuk I’tikaf bersama suaminya atau sendirian. Berdasarkan ucapan ‘Aisyah radhiyallahu’anha:’’Telah I’tikaf bersama Nabi seorang wanita yang istihadhah ( dalam sebuah riwayat dia adalah Ummu Salamah) di antara istri-istrinya dan dalam keadaan dia masih melihat kemerahan, kekuningan, bahkan kadang-kadang kami meletakkan bejana di bawahnya dalam keadaan dia tetap shalat’’.
2. Jima’ membatalkan I’tikaf. Berdasarkan firman Allah :
.??????? ?????? ??????? ???????????
‘’Dan jangan kalian gauli mereka sedang kalian dalam ibadah dalam ibadah I’tikaf ( di masjid ).”
Berkata Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu: ‘Jika seorang yang I’tikaf melakukan jima’ batal I’tikafnya, dan hendaklah dia memulainya kembali. ‘
—
Diketik ulang dari buku Buku “Shalat Tarawih dan I’tikaf bersama Rasulullah” karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Artikel www.muslimah.or.id