Ibnul Mubarak rahimahullah pernah mengatakan, โBetapa banyak amalan yang kecil menjadi besar (pahalanya) karena sebab niat. Dan betapa banyak amalan yang besar menjadi kecil (pahalanya) karena sebab niat.โ (Al-Ikhlas wan Niyyah)
Apakah niat itu?
Secara bahasa, niat artinya keinginan atau tujuan; sedangkan makna secara istilah adalah keinginan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Niat letaknya ada di dalam hati dan tidak dilafalkan.
Fungsi niat
Fungsi niat dalam amalan seorang hamba adalah,
Membedakan antara ibadah dengan rutinitas (membedakan tujuan suatu perbuatan)
Misalnya, seseorang membasahi seluruh badannya dengan niat untuk menyegarkan badan, kemudian ada seorang yang lain membasahi seluruh badannya dengan niat mandi junub. Maka, mandinya orang yang kedua bernilai ibadah; sedangkan mandinya orang yang pertama hanya bernilai rutinitas.
Membedakan antara satu ibadah dengan ibadah yang lain
Misalnya, seseorang melakukan salat dua rakaat dengan niat untuk melakukan salat sunah, kemudian seorang yang lain melakukan salat dua rakaat dengan niat untuk melakukan salat wajib. Maka, amal kedua orang tersebut terbedakan karena sebab niatnya.
Dengan demikian, fungsi niat adalah membedakan antara ibadah dengan rutinitas dan membedakan antara ibadah yang satu dengan yang lainnya. Makna niat yang pertama yaitu membedakan tujuan suatu perbuatan, yang membedakan apakah suatu ibadah semata-mata ikhlas karena Allah atau karena yang lainnya.
Pahala sesuai dengan kadar niatnya
Allah Ta’ala berfirman,
ููู ูุง ุฃูู ูุฑููุง ุฅููููุง ููููุนูุจูุฏููุง ุงูููููู ู ูุฎูููุตูููู ูููู ุงูุฏููููู ุญูููููุงุก ูููููููู ููุง ุงูุตููููุงุฉู ููููุคูุชููุง ุงูุฒููููุงุฉู ููุฐููููู ุฏูููู ุงูููููููู ูุฉู
โPadahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus.โ (QS. Al-Bayyinah: 5)
Rasulullah shallallahu โalaihi wa sallam bersabda,
ุฅููููู ุงู ุงูุฃูุนูู ูุงูู ุจูุงูููููููุงุชูุ ููุฅููููู ูุง ููููููู ุงูู ูุฑูุฆู ู ูุง ูููููุ ููู ููู ููุงููุชู ููุฌูุฑูุชููู ุฅูููู ุงูููู ููุฑูุณููููููุ ููููุฌูุฑูุชููู ุฅูููู ุงูููู ููุฑูุณูููููู ุ ููู ููู ููุงููุชู ููุฌูุฑูุชููู ุฅูููู ุฏูููููุง ููุตููุจูููุง ุฃููู ุงูู ูุฑูุฃูุฉู ููููููุญูููุงุ ููููุฌูุฑูุชููู ุฅูููู ู ูุง ููุงุฌูุฑู ุฅููููููู
โSesungguhnya amal perbuatan tergantung pada niat, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan yang ia niatkan. Barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapat pahala hijrah menuju Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin diperolehnya atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka ia mendapatkan hal sesuai dengan apa yang ia niatkan.โ (HR. Bukhari dan Muslim)
Saudariku yang semoga dirahmati Allah, hadis di atas menjelaskan kepada kita bahwa sesungguhnya kita akan mendapatkan pahala sesuai dengan kadar niat yang ada dalam hati kita. Semakin tinggi tingkat ketulusan dan keikhlasan kita, semakin besar pula pula balasannya di akhirat dan semakin tinggi pula martabat kita di sisi Allah Ta’ala. Dalam hadis di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan contoh kepada kita, bahwa siapa saja yang berhijrah dengan tujuan mencari keridaan Allah dan Rasul-Nya, maka dia akan mendapatkan keridaan Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa saja yang berhijrah dengan tujuan untuk memperoleh dunia atau karena ingin menikahi seorang wanita, maka dia pun akan mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang dia niatkan.
Niat yang ikhlas, selain mendatangkan keridaan dan pahala Allah Ta’ala, juga akan meneguhkan hati kita di saat ujian datang. Dan hati kita akan tetap lapang, bagaimanapun hasil yang kita raih setelah usaha dan doa.
Oleh karena itu saudariku, aku nasihatkan untuk diriku dan untukmu agar senantiasa memperbaiki niat dari setiap perbuatan kita, karena Allah Ta’ala berfirman,
ุฅููููู ูุง ููุชูููุจูููู ุงููููู ู ููู ุงููู ูุชููููููู
โSesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.โ (QS. Al-Maidah: 27)
Allah Ta’ala juga berfirman,
ููููุจูููููููู ู ุฃููููููู ู ุฃูุญูุณููู ุนูู ููุงู
โSupaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.โ (QS. Al-Mulk: 2)
Lihatlah saudariku, Allah tidaklah menyebutkan amal yang paling banyak, akan tetapi Dia menyebutkan amal yang paling baik. Lalu, seperti apakah amal yang paling baik itu?
Seorang ulama salaf, Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah menjelaskan ayat di atas tentang apa itu amal yang paling baik. Beliau rahimahullah mengatakan, โAmal yang paling ikhlas dan paling benar. Sesungguhnya suatu amal jika dia dikerjakan dengan ikhlas namun tidak benar, maka amal tersebut tidak diterima. Dan suatu amal jika dia dikerjakan dengan cara yang benar namun tidak disertai dengan niat yang ikhlas, maka amal tersebut juga tidak diterima.โ
Suatu amal tidak akan diterima hingga ia dikerjakan dengan hati yang ikhlas dan dengan cara yang benar. Ikhlas adalah mengerjakan amal karena Allah. Adapun dikerjakan dengan cara yang benar adalah apabila ia sesuai dengan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Saudariku, sudah sepantasnya bagi kita untuk senantiasa memperbanyak doa kepada Allah agar Dia menjadikan setiap amal kita ikhlas karena-Nya. Karena Dia-lah Dzat yang memegang hati-hati kita, Dia-lah Dzat yang membolak-balikkan hati kita. Hanya dengan pertolangan-Nya saja kita mampu untuk ikhlas dalam setiap amal yang kita kerjakan.
Bahaya jika niat tidak tepat
Allah Ta’ala berfirman,
ู ูู ููุงูู ููุฑููุฏู ุงููุญูููุงุฉู ุงูุฏููููููุง ููุฒููููุชูููุง ููููููู ุฅูููููููู ู ุฃูุนูู ูุงููููู ู ูููููุง ููููู ู ูููููุง ูุงู ููุจูุฎูุณูููู ุ ุฃููููููุฆููู ุงูููุฐูููู ููููุณู ููููู ู ููู ุงูุขุฎูุฑูุฉู ุฅููุงูู ุงููููุงุฑู ููุญูุจูุทู ู ูุง ุตูููุนููุงู ูููููุง ููุจูุงุทููู ู ููุง ููุงูููุงู ููุนูู ูููููู
โBarang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.โ (QS. Huud: 15-16)
Ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa amal ibadah yang dikerjakan semata-mata karena mengharapkan dunia, amal ibadah tersebut tidak akan bermanfaat sedikitpun bagi pelakunya di akhirat, karena amal tersebut akan hilang disebabkan karena niat yang tidak benar.
Rasulullah shallallahu โalaihi wa sallam bersabda, โBarangsiapa menjadikan dunia sebagai tujuan utamanya, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kefakiran ada di hadapannya. Padahal ia tidak akan mendapatkan dunia kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuknya. Dan barangsiapa menjadikan akhirat sebagai tujuannya, maka Allah akan menghimpun urusannya dan akan menjadikan kekayaan (rasa cukup) di hatinya, dan dia akan melihat harta dunia dalam keadaan rendah.โ (HR. Ibnu Majah, dinilai sahih oleh Syekh Al-Albani dalam Ash-Shahihah)
Penutup
Saudariku yang semoga dirahmati Allah… Ingatlah, bahwa yang terpenting bukanlah banyaknya amalan, akan tetapi yang terpenting adalah amal manakah yang dilakukan dengan niat yang ikhlas hanya mengharap pahala dari Allah. Karena betapa banyak amalan yang terlihat kecil tetapi memiliki keberkahan yang besar karena sebab niat yang ikhlas. Dan betapa banyak amal yang besar menjadi sedikit manfaat dan keberkahannya karena sebab niat yang salah. Sebagaimana perkataan Ibnul Mubarak rahimahullah, โBetapa banyak amalan yang kecil menjadi besar (pahalanya) karena sebab niat. Dan betapa banyak amalan yang besar menjadi kecil (pahalanya) karena sebab niat.โ
Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjadikan setiap amal perbuatan kita ikhlas mengharap pahala dan ridha-Nya.
***
Penulis: Wakhidatul Latifah
Muraja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits
Artikel www.muslimah.or.id
Referensi:
Asy-Syarhul Kabir ‘ala Al-Arba’in An-Nawawiyyah, karya Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, Al-Maktabah Al-Islamiyyah.
Al-Ikhlas wan Niyyah, karya Ibnu Abid-Dunya, Dar Al-Basyair.
Bahjatun Nadhirin Syarh Riyadhus Shalihin, karya Syekh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly, Dar Ibnul Jauzy.
Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, karya Ibnu Rajab Al-Hambali, Dar Al-Aqidah.




