Pertanyaan:
Apakah mencela agama atau mencela Rabb – kita memohon ampun kepada Allah dari sikap tersebut – tergolong perbuatan kekufuran dan menyebabkan pelakunya murtad? Apa hukumnya dalam Islam? Ini nyata terjadi di negeri kita (Arab Saudi, pen.).
Jawaban:
Mencela agama termasuk dosa yang paling besar. Demikian juga mencela Rabb ‘Azza wa Jalla. Dua perkara ini merupakan pembatal keislaman yang paling berat, dan termasuk sebab seseorang menjadi murtad, keluar dari Islam. Jika orang yang mencela Allah atau mencela Islam ini adalah orang yang mengaku muslim, maka dia dihukumi murtad, menjadi kafir, dan diminta untuk bertaubat. Jika dia bertaubat maka diampuni, jika tidak mau bertaubat maka dia dihukum mati oleh pemerintah negara tersebut.
Sebagian ulama berpendapat, “Dia tidak diminta bertaubat, tapi langsung dihukum mati, karena kesalahannya sangat besar.”
Akan tetapi, pendapat yang kuat, bahwa dia tetap diminta bertaubat. Mudah-mudahan Allah memberinya hidayah, kemudian dia kembali kepada kebenaran. Meski demikian, tidak salah jika dia diberi hukuman ta’zir (sanksi). Dia berhak diberi sanksi berupa hukuman cambuk dan kurungan penjara, agar dia tidak mengulangi kesalahannya.
Inilah pendapat yang tepat, yang disampaikan beberapa ulama, bahwa pelaku tetap mendapat hukuman sanksi meski kita telah meminta pelaku bertaubat dan menerima pengakuan taubatnya atas dosa besar yang dia lakukan. Kita mohon keselamatan dari Allah.
Sebagian ulama lainnya menyatakan, “Dia tidak perlu diminta bertaubat, tapi langsung dihukum mati, bagaimana pun kondisinya.” Pendapat ini sangat kuat.
Akan tetapi, pada zaman ini, pemaksaan dirinya untuk bertaubat, lebih baik insyaallah. Bersamaan dengan itu, dia diberi sanksi yang sesuai dan dipenjara dengan kadar yang sesuai, agar dia tidak mengulangi kemungkaran itu.
Demikian pula ketika ada orang yang mencela Al-Quran atau mencela Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia diminta untuk bertaubat. Jika dia lakukan maka taubatnya diterima, jika tidak maka dia dibunuh. Sebab, mencela agama, mencela Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau mencela Rabb ‘Azza wa Jalla termasuk pembatal keislaman. Demikian pula dengan tindakan mengolok-olok Allah, Rasul-Nya, surga, neraka, perintah-perintah Allah (misalnya shalat), atau zakat. Ini semua membatalkan keislaman.
Allah berfirman,
قُلْ أَبِاللّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِؤُونَ* لاَ تَعْتَذِرُواْ قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Katakanlah, ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS. At-Taubah: 65 – 66)
Kita memohon keselamatan dari Allah.
Fatwa Syekh Abdul Aziz bin Baz.
Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/45943
—
Penerjemah: Tim Penerjemah Muslimah.Or.Id
Murojaah: Ustadz Ammi Nur Baits
Artikel www.muslimah.or.id
**
حكم سب الدين أو الرب -تعالى الله عن ذلك-
عبد العزيز بن باز
السؤال:
هل مَن سب الدين أو الرب – نستغفر الله من ذلك – يعتبر كافراً أو مرتداً؟ وما حكمه؟ وما العقوبة المقررة عليه في الدين الإسلامي الحنيف؟ حتى نكون على بينة من أمر شرائع الدين، علماً بأن هذه الظاهرة متفشية بين بعض الناس في بلادنا.
الإجابة:
سبُّ الدين من أعظم الكبائر ومن أعظم المنكرات، وهكذا سب الرب عزَّ وجلَّ، وهذان الأمران من أعظم نواقض الإسلام ومن أسباب الردة عن الإسلام، فإذا كان مَنْ سبَّ الرب سبحانه أو سبَّ الدين ينتسب إلى الإسلام فإنه يكون مرتداً عن الإسلام، ويكون كافراً يستتاب فإن تاب وإلا قتل من جهة ولي الأمر في البلد، وقال بعض أهل العلم: “إنه لا يستتاب بل يقتل؛ لأن جريمته عظيمة”، ولكن الأرجح أنه يستتاب لعل الله يمن عليه بالهداية فيلتزم الحق، ولكن لا مانع من تعزيره، فينبغي أن يعزر بالجلد والسجن حتى لا يعود لمثل ذلك، هذا هو الصواب الذي قاله جمع من أهل العلم: “إنه يعزر ولو استتبناه وقبلنا توبته عن إجرامه العظيم، وإقدامه على هذه الكبيرة العظيمة”، نسأل الله العافية.
وقال آخرون: “لا يستتاب بل يقتل بكل حال”، وهو قول عظيم قوي، لكن استتابته اليوم أولى إن شاء الله مع التأديب المناسب والسجن المناسب حتى لا يعود إلى هذه المنكر، وهكذا لو سب القرآن، أو سب الرسول صلى الله عليه وسلم، فإنه يستتاب فإن تاب وإلا قتل؛ لأن سب الدين أو سب الرسول صلى الله عليه وسلم أو سب الرب عزَّ وجلَّ من نواقض الإسلام، وهكذا الاستهزاء بالله أو برسوله أو بالجنة أو بالنار أو بأوامر الله كالصلاة والزكاة، فالاستهزاء بهذه الأمور من نواقض الإسلام، قال الله سبحانه: {قُلْ أَبِاللّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِؤُونَ* لاَ تَعْتَذِرُواْ قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ} [التوبة: 65، 66]، نسأل الله العافية.
assalamualaikum wr wb.
saya ingin bertanya. dulu saya shalat masih bolong” lalu saya ingin taubat dan saya pun alhamdulillah shalat 5 waktu sembari belajar shalat sunnah yg lain. namun setiap saya berusaha khusyuk tiba” hati saya mengeluarkan kata” yg tidak pantas dengan sendirinya bahkan sampai bawa agama. saya bingung dan sampai menangis. memang dulu saya suka berkata buruk. saya sudah memohon doa, taubat, dan semakin sayaberusaha melupakan kata” itu malah semakin mendesak keluar.apakah saya dosa ? apakah itu tanda dosa saya tidak diampuni ? saya harus bagaimana. saya ingin menjadi yg lebih baik. mohon sarannya ya. terimakasih
@akhwat, teruslah memperdalam ilmu agama dan mencari teman-teman yang shalihah sehingga membuat anda lebih mudah istiqamah dalam menjalankan agama.
Assalamu’laikum Wr Wb.
Saya ingin bertanya, apa hukum orang yang mencela datangnya hidayah dari Allah, malah d sebut hidayah dajjal,dan tak pernah menunaikan solat 5 waktu, mohon penjelasannya. Terimakasih
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Wa’alaikumussalam, nasehati dan dakwahi dengan sabar