Tidak diragukan lagi kesesuaian niat imam dengan makmum adalah perkara yang disyariatkan baik tatkala shalat sunnah atau pun shalat wajib. Akan tetapi para ulama berbeda pendapat bagaimana bila keduanya berbeda niat? Sebagai contoh imam shalat ‘Ashar sementara si makmum shalat Dzuhur atau imam shalat Tarawih sementara makmum shalat Isya dan seterusnya.
Pendapat paling kuat –insyaallah– yang menyebutkan bahwa tidak disyaratkan kesamaan niat antara imam dan makmum . Demikianlah pendapat Al Imam As Syafi’i dan Al Imam Ibnu Hazm rahimahumullah. (Shahih Fiqh Sunnah I/309)
Diantara dalil pendapat tersebut adalah
- Firman Allah Ta’ala,
?? ????????? ??????? ??????? ???? ?????????
“Tidaklah Allah membebani seseorang kecuali sesuai dengan kadar kesanggupannya” (Qs. Al Baqarah: 286)
Al Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata,
???? ?? ????? ??? ?? ??? ??? ?? ??? ?????? ??? ???????? ????? ????? ?? ????? ????? ???? ?? ????? ??????? ????? ?? ????? ?? ??? ?????
“Dan bukan termasuk kesanggupan kita untuk mengetahui perkara ghaib seperti mengetahui niat imam (karena niat letaknya di hati hanya Allah yang mengetahui kemudian hamba tersebut -pen) sehingga niat kita bisa sama dengan niat imam. Akan tetapi yang menjadi kewajiban kita adalah sebatas kesanggupan yang bisa kita lakukan yaitu mengetahui niat kita masing-masing dan menunaikan (rukun-rukun shalat) yang diperintahkan syariat.” (Al Muhalla, 4/224)
- Sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam,
???? ??????? ???????? ????? ??? ???? ?? ???
“Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya dan seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan” (HR Bukhari & Muslim)
Ibnu Hazm berkata,
??? ???? ?????? ??? ???? ??? ?? ??? ??? ?? ???? ??? ????? ?? ?????? ????? ???????? ????? ?? ???? ???????? ???????
“Dalam hadits ini Nabi shallallahu’alaihi wasallam menegaskan, bahwa setiap orang mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan. Sehingga benarlah bahwa imam mendapatkan nilai sesuai niatnya, dan makmum juga mendapatkan sesuai niatnya. Tidak ada sangkut paut antara satu dengan yang lainnya.” (Al- Muhalla 4/225)
Adapun hadits,
???? ?????? ?????????? ??????????? ???? ??? ???????????? ????
“Dijadikan Imam (dalam shalat) itu hanya untuk diikuti. Maka janganlah kamu menyelisihinya…” (HR. Bukhari 689 dan Muslim 411).
Yang dimaksudkan di sini adalah ‘Janganlah kalian menyelisihi imam dalam amalan dzahir (gerakan-gerakan shalat -pen)’. Dalil akan hal ini adalah kelanjutuan dari hadits di atas yang menyatakan,
“Apabila imam rukuk maka rukuklah kalian dan ketika imam sujud maka sujudlah kalian. Ketika imam shalat dengan duduk maka shalatlah kalian semua dengan duduk..”
Hadits tersebut tidak berkaitan dengan perbedaan niat (imam). Dan yang menunjukkan akan hal ini adalah kesepakatan umum ulama bahwa diperbolehkan seorang yang sedang shalat sunnah, bermakmum di belakang imam yang sedang shalat fardhu. (Sahih Fiqh Sunnah I/310).
- Hadits dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu berkata,
?? ???? ?? ??? ??? ???? ?? ???? ???? ??? ???? ???? ???? ???? ??????? ?? ???? ??? ???? ????? ??? ??? ??????
“Bahwa Mu’adz bin Jabal pernah shalat Isya bersama Nabi shallallahu’alaihi wasallam. kemudian beliau kembali kepada kaumnya dan mengimami shalat tersebut (Isya) bersama mereka.”
- Tidak adanya dalil tegas yang mewajibkan imam dan makmum harus memiliki niat yang sama.Ibnu Hazm rahimahullah berkata,
??? ?? ??? ??? ???? . ??? ??? . ??? ????? . ??? ????: ???? ????? ??? ?????? ????????? ??? ????? ?? ?????? ???? ??? ??? ??? ????? ??? ??? ?????? ???? ????? ?? ?????? ?? ??? ?????? ??? ???? * ?? ??????? ???? ??? ???? ???? ???? ??? ??? ???? ?? ????? ??? ??????? ??? ?????
“Tidak ada satupun dalil baik dari Al-Qur’an, sunnah Nabi shallallahu’alaihi wasallam, ijma’ maupun qiyas yang mewajibkan kesamaan niat imam dengan makmum. Dan semua syari’at yang tidak diwajibkan oleh Al Qur’an, Sunnah dan ijma’ maka bukanlah termasuk perkara yang wajib dikerjakan. Demikian juga syariat islam ini tidak mewajibkan imam dan makmum harus memiliki niat yang sama maka pendapat yang mewajibkan kesamaan niat imam dengan makmum adalah pendapat yang batil. Penjelasan ini sebagai bantahan atas pendapat keliru tersebut. Cukuplah tidak adanya dalil yang mewajibkan hal tersebut sebagai penggugur akan pendapat yang mewajibkannya.”
Baca juga: Sifat Wudhu dan Shalat
Bentuk perbedaan niat imam dengan makmum
- Imam shalat fardhu makmum shalat sunnah. Hukumnya boleh. Diantara dalilnya adalah:
- Hadits Abu Dzar radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda, “Bagaimana pendapatmu jika engkau mendapati seorang pemimpin yang mengakhirkan shalat hingga berakhir waktunya atau melewatkan shalat hingga berakhir waktunya?” Aku bertanya, “Lalu apa yang engkau perintahkan kepadaku? Beliau shallallahu’alaihi wasallam menjawab, ‘Tunaikanlah shalat tersebut tepat pada waktunya lalu jika engkau mendapati shalat tersebut dilakukan berjama’ah (bersama pemimpin tersebut) maka shalatlah bersama mereka. Karena shalat (kedua) yang engkau kerjakan adalah shalat sunnah bagimu.’”
- Hadits Yazid Ibnul Aswad berkata, “Aku pernah menunaikan haji bersama Nabi shallallahu’alaihi wasallam. Lalu aku shalat Subuh bersama beliau di masjid Khaif. Tatkala beliau selesai shalat dan memalingkan (wajahnya), tiba-tiba ada dua orang laki-laki dari daerah lain yang tidak ikut shalat bersama beliau.” Beliau shallallahu’alaihi wasallam berkata, “Bawalah dua orang tersebut padaku.” Maka keduanya pun didatangkan dengan urat leher yang gemetar. Beliau shallallahu’alaihi wasallam pun bertanya, “Apa yang menghalangi kalian berdua untuk shalat berjama’ah bersama kami?” Mereka menjawab, “Wahai Rasulullah kami telah menunaikan shalat tersebut diperjalanan” Maka Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Janganlah kalian berbuat demikian. Jika kalian berdua sudah shalat di perjalanan kemudian mendatangi masjid yang sedang dilakukan shalat berjama’ah maka shalatlah bersama mereka. Karena statusnya sebagai shalat sunnah untuk kalian. ”
- Imam shalat sunnah makmum shalat fardhu. Hukumnya boleh.Berdalil dengan
- Hadits Jabir bin Abdillah, “Bahwasanya Mu’adz bin Jabal shalat Isya bersama Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Kemudian ia kembali kepada kamunya dan menunaikan shalat tersebut (untuk kedua kalinya-pen)”. (HR. Bukhari 711 dan Muslim 465). Sebagian mereka (perawi) menambahkan lafadz, “Bagi Mu’adz sebagai shalat sunnah dan bagi kaumnya sebagai shalat fardhu.”
- Hadits Abu Bakrah beliau berkata, “Nabi shallallahualaihi wasallam shalat khuf waktu dzuhur. Sebagian sahabat makmum di belakang beliau dan sebagian lagi berperang menghadapi musuh. Beliau shallallahu’alaihi wasallam shalat dua rakaat kemudian salam. Lalu para shabat yang telah selesai shalat pergi dan mengambil alih posisi sahabat yang berperang sebelumnya. Kemudian datang rombongan sahabat (yang belum shalat) tersebut untuk bermakmum kepada Nabi shallallahu’alaihi wasallam. Lalu beliau shalat bersama mereka dua rakaat kemudian salam. Dengan demikian Nabi mengerjakan empat rakaat sementara para sahabat dua rakaat dua rakaat.” (HR. Abu Dawud).
Sehingga dapat disimpulkan diperbolehkan bagi orang yang belum melaksanakan shalat isya bermakmum dibelakang imam yang sedang shalat Tarawih. Ketika imam selesai salam, si makmum berdiri menggenapkan bilangan raka’at shalat isya’.
- Imam shalat fardhu makum shalat fardhu yang lain. Dalam masalah ini ada tiga keadaan:Pertama: Kedua shalat fardhu tersebut memiliki jumlah rakaat yang sama. Contohnya orang yang meng-qadha shalat dzuhur bermakmum dibelakang imam yang sedang shalat ‘Ashar atau ‘Isya. Hukumnya boleh.
Kedua: Jumlah raka’at makmum lebih banyak dari pada raka’at imam. Seperti orang yang shalat dzuhur bermakmum dibelakang imam yang sedang shalat shubuh atau maghrib. Hukumnya boleh.
Ketiga: Jumlah raka’at makmum lebih sedikit daripada raka’at imam. Seperti orang yang shalat shubuh bermakmum dibelakang imam yang shalat dzuhur. Hukumnya tidak boleh.
- Imam shalat qashar makmum shalat tidak qashar (shalat sempurna). Hukumnya boleh. Yang menjadi kewajiban si makmum adalah menggenapkan bilangan raka’at shalat hingga sempurna setelah imam salam.Diriwayatkan dari ‘Imran bi Hushain radhiyallahu’anhu, “Aku ikut berperang bersama Nabi shallallahu’alaihi wasallam dan menyaksikan langsung al fath (penaklukan kota Makkah). Beliau tinggal di Makkah selama 18 malam dan tidaklah shalat kecuali dua raka’at (di qashar). Kemudian beliau shallallahu’alaihi wasallam bersabda,’Wahai penduduk negeri, shalatlah empat raka’at sesungguhnya kami ini adalah kaum yang sedang safar.’”(HR. Abu Dawud).
- Imam shalat tidak di qashar (shalat sempurna) dan makmum shalat qashar. Hukumnya boleh. Akan tetapi yang menjadi kewajiban makmum adalah menyempurnakan bilangan raka’atnya menjadi empat raka’at.Dalilnya dari Musa bin Salamah berkata, “Kami pernah berada di Makkah bersama Ibnu ‘Abbas. Kukatakan, ‘Jika kami shalat bersama kalian kami shalat empat raka’at dan jika kami kembali melanjutkan perjalanan, kami shalat dua raka’at.’ Beliau menjawab, ‘’Demikianlah sunnah Abul Qasim shallallahu’alaihi wasallam” (HR. Ahmad).
Dari Ibnu Umar bahwasanya jika beliau (tatkala safar-pen) shalat bersama imam, maka beliau shalat empat raka’at namun jika sendirian shalat dua raka’at. (HR. Muslim). (Shahih Fiqh Sunnah I/309-313).
Washallallahu’ala Nabiiyana Muhammadin wa’ala alihi washahbihi wasallam.
***
Penyusun : Umi Farikhah (Ummu Fatimah)
Murja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits
Maraji’:
- Al Muhalla, Ibnu Hazm, Al Maktabah Asy Syamilah
- Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik Kamal, Al Maktabah At Taufiqiyyah
Artikel Muslimah.Or.Id