Kata al-ihdaad dan al-hidaad diambil dari lafadz al-haddu, maknanya adalah menahan atau melarang. Sebab saat itu seorang wanita dilarang berhias, menggunakan wewangian, dan semua hal yang mendorong kepada jima’ (berhubungan badan) atau menarik seseorang untuk melamarnya, hal itu terjadi ketika seorang wanita ditinggal mati oleh yang lainnya.
Berkaitan dengan berkabungnya seorang wanita ada beberapa macam :
- Berkabung karena kematian suaminya
Seorang wanita wajib berkabung karena kematian suaminya selama 4 bulan 10 hari. Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala:
??????????? ????????????? ???????? ??????????? ?????????? ????????????? ??????????????? ?????????? ???????? ????????? ??????? ???????? ??????????? ???? ??????? ?????????? ?????? ???????? ??? ????????????? ?????????????? ????????? ????? ??????????? ??????? (???)
“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari.” (Qs. Al-Baqarah:234)
Diriwayatkan dari ummu Salamah radhiyallahu’anha, ia berkata:
“Seorang wanita datang menemui Rasulullah shallallahu’alaihi wasalam, ia berkata, ‘wahai Rasullah, sesungguhnya puteriku ditinggal mati oleh suaminya, dan mengadukan sesuatu yang terjadi pada matanya, maka bolehkan aku memakaikan celak di matanya? Lalu Rasulullah shallallahu’alaihi wasalam berkata, ‘tidak’, ia bertanya dua atau tiga kali, setiap kali bertanya beliau menjawab , ‘tidak’, kemudian beliau bersabda, ‘ia harus menunggu selama empat bulan sepuluh hari’.” (HR. Al-Bukhari no.5334 dan Muslim no.1486)
Inilah pendapat kebanyakan para ulama, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qudamah, Ibnul Qayyim dan yang lainnya.
- Berkabungnya seorang istri yang masih kecil dan belum digauli
Kebanyakan para ulama berpendapat bahwa kewajiban berkabung bagi seorang isteri yang ditinggal mati oleh suaminya bersifat umum, baik ia adalah isteri yang masih kecil atau sudah besar, baik sudah digauli atau belum. [Zaadul Ma’aad (V/698), Fat-hul Baari (IX/486), dan al-Muhalla (X/275)]
- Berkabung karena kematian kerabat (selain suami)
Seorang wanita boleh berkabung atas kematian karib kerabatnya selama tiga hari sebagai rasa ikut berduka cita, dan ia tidak boleh berkabung lebih dari tiga hari.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wasalam:
“Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir berkabung atas mayit lebih dari tiga hari kecuali atas suaminya.” (HR. Muslim no. 1491)
Catatan:
Berkabung atas kematian karib kerabat dibolehkan dan tidak diwajibkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Dengan syarat bahwa jika sang suami memintanya untuk berjima’, maka ia harus memenuhinya saat itu juga. (Fat-hul Baari, III/146)
***
Muslimah.Or.Id
Ditulis ulang dari buku Ensiklopedi Fiqih Wanita jilid 1, Pustaka Ibnu Katsir karya Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim