Iman merupakan anugerah terbesar yang Allah ‘Azza wa Jalla berikan kepada seorang hamba. Dengan keimanan, seorang muslim dapat menjalani kehidupannya dengan penuh makna, beramal dengan ilmu, dan tujuan yang jelas dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Namun, iman bukanlah sesuatu yang statis. Ia bisa bertambah dengan ketaatan, dan berkurang karena kemaksiatan. Oleh sebab itu, setiap muslim dituntut untuk senantiasa menjaga, memperkuat, bahkan memperbarui keimanannya setiap saat.
Salah satu cara paling utama dalam memperbarui keimanan adalah dengan mempelajari ilmu syar’i yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Karena ilmu syar’i berfungsi sebagai cahaya yang menyingkap kegelapan kebodohan, mengokohkan keyakinan, dan menuntun amal ibadah agar sesuai dengan tuntunan syariat.
Keimanan bertambah dengan mempelajari ilmu yang bermanfaat
Ilmu syar’i mencakup pemahaman terhadap Al-Qur’an, As-Sunnah, serta penjelasan dari ulama ahlussunnah wal jama’ah. Dengan ilmu inilah, seseorang dapat mengenal Allah ‘Azza wa Jalla, memahami sifat-sifat-Nya, mengetahui perintah dan larangan-Nya, serta menjalani ibadah sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ilmu yang bermanfaat akan meningkatkan keimanan, menumbuhkan rasa takut kepada Allah, sekaligus menumbuhkan harapan akan rahmat-Nya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama.” (QS. Fathir: 28)
Ayat ini menegaskan bahwa ilmu merupakan kunci munculnya rasa takut dan ketundukan kepada Allah, sehingga iman menjadi kokoh dan tidak mudah goyah. Tanpa ilmu, ibadah seseorang bisa menyimpang; dan tanpa ilmu pula, iman bisa rapuh ketika menghadapi syubhat (kerancuan pemikiran) dan syahwat (godaan hawa nafsu).
Al-Qur’an, sumber utama bertambahnya keimanan
Al-Qur’an bukan hanya tulisan, tetapi juga pedoman yang dapat meningkatkan keimanan ketika dibaca, ditadabburi (direnungkan), dan diamalkan. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
وَإِذَا مَا أُنزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُم مَّن يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَـٰذِهِ إِيمَانًا فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ. وَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَىٰ رِجْسِهِمْ وَمَاتُوا وَهُمْ كَافِرُونَ
“Dan apabila diturunkan suatu surat (Al-Qur’an), maka di antara mereka (orang munafik) ada yang berkata, ‘Siapakah di antara kalian yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?’ Adapun orang-orang yang beriman, maka surah itu menambah imannya dan mereka bergembira. Adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surah itu, bertambahlah kekafiran mereka di samping kekafirannya, dan mereka mati dalam keadaan kafir.” (QS. At-Taubah: 124–125)
Ayat ini menunjukkan perbedaan sikap orang beriman dan orang munafik. Bagi orang beriman, turunnya ayat-ayat Al-Qur’an akan menambah keyakinan, ketenangan, serta kegembiraan. Sebaliknya, bagi orang munafik, ayat-ayat Allah justru menambah keraguan dan penolakan.
Hal ini menjadi pelajaran bahwa untuk memperbarui iman, seorang muslim harus senantiasa berinteraksi dengan Al-Qur’an; tidak hanya membacanya, tetapi juga mentadabburi maknanya.
Di ayat yang lain, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
إِنَّ هَـٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberi petunjuk kepada (jalan) yang paling lurus.” (QS. Al-Isra’: 9)
Ayat ini juga menegaskan bahwa siapa saja yang ingin memperbarui keimanannya, haruslah menjadikan Al-Qur’an sebagai rujukan utama dalam segala aspek kehidupannya, baik dalam beragama maupun bermuamalah. Dengan mengikuti petunjuk Al-Qur’an, iman akan terpelihara dari penyimpangan dan penyelewengan.
Urgensi taddabur Al-Qur’an
Adapun yang lebih utama dari membaca Al-Qur’an adalah merenungkan maknanya, memahami kandungannya, dan berusaha mengamalkannya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
“Maka apakah mereka tidak mentadabburi Al-Qur’an? Sekiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, niscaya mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. An-Nisa’: 82)
Dan dalam ayat lain, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُو۟لُوا ٱلْأَلْبَٰبِ
“Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah, agar mereka mentadabburi ayat-ayatnya, dan agar orang-orang yang berakal mendapatkan pelajaran.” (QS. Shad: 29)
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa tadabbur adalah sarana utama untuk memperkuat keimanan. Ketika seorang hamba merenungi ayat-ayat Allah, ia akan semakin menyadari akan kebesaran-Nya, kelemahan dirinya, serta pentingnya ketaatan dan ketundukan kepada-Nya.
Beramal dengan ilmu, wujud keimanan yang nyata
Ilmu syar’i yang dipelajari haruslah diwujudkan dalam bentuk amalan. Iman bukan hanya keyakinan di dalam hati saja, tetapi juga mencakup ucapan dengan lisan dan perbuatan dengan anggota badan. Oleh sebab itu, memperbarui iman tidak cukup hanya dengan memahami dalil, tetapi juga harus tercermin dalam ketaatan, ibadah, dan akhlak sehari-hari.
Mempelajari ilmu syar’i akan menuntun seorang muslim untuk memperbaiki salatnya, memperindah akhlaknya, mengikhlaskan niat, serta menghindari perkara yang diharamkan. Dengan demikian, iman bukan hanya bertambah secara teori, melainkan benar-benar nampak dalam perilaku seorang hamba yang beriman.
Memperbarui keimanan adalah kebutuhan utama setiap muslim, mengingat iman dapat naik dan turun. Di antara cara terpenting untuk memperbarui keimanan adalah dengan mempelajari ilmu syar’i yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Melalui ilmu yang benar, seorang hamba dapat mengenal Allah ‘Azza wa Jalla, memahami perintah dan larangan-Nya, serta mengamalkan ibadah sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Oleh karena itu, seorang muslim hendaknya menjadikan ilmu syar’i sebagai bagian dari kehidupannya, agar keimanan senantiasa diperbarui, menjadi lebih kokoh, dan menuntun kepada kebahagiaan di dunia, terlebih kehidupan di akhirat.
Semoga bermanfaat, wallahu a’lam bisshawab.
Baca juga: Mencerdaskan Diri dengan Ilmu Syar’i
***
Penulis: Chrisna Tri Hartadi
Artikel Muslimah.or.id
Catatan kaki:
Disarikan dari kitab Tajdidu Al-Iman, karya Syekh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafizhahullah, hal. 13-14.



