Kemajuan zaman dan teknologi yang saat ini kita rasakan, menciptakan sekat antara kita dan orang lain tanpa kita sadari. Sekat yang kian menebal seiring dengan perkembangan dunia yang melunturkan kepekaan nurani. Kita berlomba-lomba dalam memenuhi ambisi pribadi, terus terjebak dalam ritme duniawi, hingga seringkali terlupakan dengan hak-hak saudara kita yang harus dipenuhi. Padahal, kita hidup di dunia tak hanya bersendiri, kita pun hidup hanya satu kali. Bukankah di kesempatan yang hanya satu kali ini, seharusnya kita belajar untuk lebih peduli?
Seiring berjalannya waktu, perlahan tapi pasti, segala sesuatu yang berkaitan dengan mengejar hal-hal bergengsi, menggerus perasaan yang kita sebut sebagai empati. Perasaan yang menuntut kita untuk menjadi lebih peduli. Tetapi sayang sekali, alih-alih peduli, kemajuan zaman malah menjadikan kita asyik dengan dunia kita sendiri, mengeraskan hati, dan memilih untuk selalu mengutamakan kepentingan pribadi. Kesulitan orang lain seakan-akan hanya berakhir sebagai bunyi notifikasi, berdering namun dibiarkan sesaat hingga akhirnya mati sendiri, bukan panggilan yang murni terlahir dari dalam hati.
Di tengah gersangnya dunia yang serba “aku”, syariat Islam justru hadir menjadi angin segar yang menyejukkan kalbu. Islam hadir untuk melepas belenggu, melembutkan hati yang sebelumnya membatu, membimbing jiwa menuju arah yang satu, dan membebaskan diri dari penjara angan-angan semu.
Salah satu akhlak mulia yang dapat menjadi solusi untuk kembali menajamkan kepekaan nurani terhadap sekitar adalah itsar. Meskipun kian memudar, itsar bisa kembali bersinar dengan menjadikan hati berambisi pada hal-hal yang berpahala besar. Itsar mengajarkan kita untuk sadar, bahwa hidup bukan hanya untuk membiarkan ego tumbuh liar, tetapi juga untuk memupuk kepedulian hingga bertumbuh, harum, dan semakin mekar.
Definisi itsar
Pengertian secara bahasa
Itsar (الأيثار) merupakan masdar dari kata (آثر- يؤثر-إيتارًا) yang bermakna التقديم والاختيار والاختصاص yakni: mendahulukan, memilih, dan mengkhususkan.
Jadi makna dari kalimat فآثَرَه إيثارًا berarti اختاره وفَضَّله “Ia memilihnya dan mengutamakannya.”
Dikatakan pula: آثَرَه على نَفْسِه، والشَّيءَ بالشَّيءِ: خَصَّه به
“Ia mendahulukannya atas dirinya sendiri atau ia mengkhususkan sesuatu untuk orang lain.”
Pengertian secara istilah
Ibnu al-‘Arabiy rahimahullah berkata,
الإيثارُ هو تقديمُ الغيرِ على النَّفسِ في حُظوظِها الدُّنيويَّةِ؛ رَغبةً في الحُظوظِ الدِّينيَّةِ
“Itsar adalah mendahulukan orang lain di atas dirinya sendiri dalam hal-hal keuntungan (kepentingan) duniawi dengan tujuan demi meraih keuntungan/kenikmatan agama (akhirat).” (Ahkam al-Qur’an, 4: 220)
Al-Jurjani rahimahullah berkata,
الإيثارُ أن يُقَدِّمَ غَيرَه على نفسِه في النَّفعِ له، والدَّفعِ عنه
“Itsar itu ketika seseorang mendahulukan orang lain atas dirinya sendiri dalam perkara yang memberikan manfaat kepadanya ataupun menolak bahaya darinya.” (At-Ta’rifat, 1: 59)
Ibnu Misykawaih rahimahullah berkata,
الإيثارُ: هو فضيلةٌ للنَّفسِ بها يَكُفُّ الإنسانُ عن بعضِ حاجاتِه التي تخصُّه؛ حتَّى يبذُلَه لِمن يستَحِقُّه
“Itsar adalah kemuliaan bagi jiwa, yang dengannya seseorang menahan diri dari sebagian kebutuhannya yang merupakan hak atau miliknya sendiri; sehingga ia memberikannya kepada orang yang berhak (layak) menerimanya.” (Tahdzib al-Akhlak, hal. 19)
Al-Qurthubi rahimahullah berkata,
الإيثارهو: تقديم الغيرعلى النفس وحظوظها الدنيوية رغبة في الحظوظ الدينية، وذلك ينشأ عن قوة اليقين وتوكيد المحبة والصبر على المشقة
“Itsar adalah mendahulukan orang lain di atas dirinya sendiri dan kepentingan duniawinya karena keinginan untuk mendapatkan keuntungan agama (kenikmatan akhirat), dan hal tersebut timbul dari kekuatan keyakinan, kekuatan rasa cinta, dan kesabaran atas kesulitan.” (Tafsir al-Qurthubi, 18: 26)
Asy-Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid hafidzahullah dalam ceramahnya berkata,
فأمَّا الإيثار فمعناه: أن تفضِّل غيرك على نفسك وتقدِّم غيرك على نفسك
“Adapun makna itsar adalah lebih mengutamakan orang lain atas diri sendiri dan mendahulukan orang lain atas diri sendiri.”
والإيثار: هو تقديم الغيرعلى النَّفس وحظوظها الدُّنيوية رغبةً في الحظوظ الأخروية
“Dan itsar adalah mendahulukan orang lain atas diri sendiri dan kepentingan duniawi karena keinginan untuk mendapatkan keuntungan ukhrawi (akhirat).”
Secara ringkas, itsar bisa kita simpulkan sebagai akhlak mulia, berupa perbuatan mendahulukan dan mengutamakan orang lain dalam perkara-perkara duniawi, bahkan pada perkara yang sangat mendesak sekalipun, demi meraih keberuntungan di akhirat kelak.
Landasan syariat itsar
Dasar dari syariat itsar adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan ini). Dan siapa saja yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 9)
Maksud kata خَصَاصَةٌ pada penggalan ayat وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ dijelaskan di dalam Tafsir Ibnu Katsir ialah “keperluan”. Yakni, mereka lebih mementingkan kebutuhan orang lain daripada kebutuhan diri mereka sendiri; mereka memulainya dengan kebutuhan orang lain sebelum diri mereka, padahal mereka sendiri membutuhkannya.
Syekh Muhammad Shalih al-Munajjid hafidzahullah menjelaskan makna خَصَاصَةٌ dalam ceramahnya yang membahas tentang makna surah Al-Hasyr ayat ke-9 ini;
فأمَّا معنى الخصاصة: فالخصاصة: هي الحاجة وليست الحاجة العادية؛ لكنَّها الحاجة الشَّديدة -كما يقول أهل اللُّغة- التي تختل بها الحال، يعني: إذا وقع الإنسان فيها اختلَّت أحواله، وأصلها من الاختصاص: وهو انفراد بالأمر، فالخصاصة: الانفراد بالحاجة
“Adapun makna al-khashashah adalah kebutuhan, dan kebutuhan yang dimaksud bukanlah kebutuhan biasa; tetapi al-khashashah adalah kebutuhan yang sangat mendesak. Sebagaimana yang dikatakan oleh ahli bahasa, yaitu “yang membuat suatu keadaan itu terganggu”. Maksudnya: apabila manusia terjatuh ke dalamnya (kebutuhan tersebut menimpa dirinya), keadaannya pun menjadi terganggu. Asal dari kata al-khashashah adalah al-ikhtishash: yaitu bersendirian dalam suatu perkara (urusan). Sehingga al-khashashah berarti bersendirian dalam kebutuhan (kondisi ketika seseorang merasakan kebutuhan yang sangat mendesak, seakan-akan hanya dirinya yang membutuhkan untuk terpenuhinya hal tersebut).”
Dari dalil tentang itsar di atas, kita mengetahui bahwa sikap itsar merupakan akhlak yang sangat mulia. Itsar adalah sikap yang menjadi gaya hidup orang-orang yang beriman sejak zaman salaf ash-shalih. Itsar mengajarkan kita untuk menjadi pribadi yang berempati terhadap sesama, bukan mementingkan ego diri semata. Empati yang diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata, berupa “Lebih mendahulukan orang lain dalam perkara duniawi pada hal-hal yang sebenarnya kita butuhkan atau bahkan dalam keadaan yang sangat mendesak sekalipun.”
Semoga Allah memberikan kemudahan bagi kita semua untuk bisa menerapkan akhlak yang mulia ini, semoga Allah menjaga akhlak ini agar senantiasa lestari dalam hati-hati kaum muslimin. Amin yaa Rabbal ‘alamin.
Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.
[Bersambung]
Baca juga: Hobi Kepo Urusan Orang Lain
***
Penulis: Putri Idhaini
Artikel Muslimah.or.id