Penulis: Ummu Ziyad
Muraja’ah: Ust. Aris Munandar
Kita telah mempelajari tata cara wudhu bagi muslimah pada artikel yang telah lalu. Nah, sekarang mari kita melengkapi pengetahuan kita tentang tata cara wudhu yaitu bab mengusap khuf – yang ini merupakan keringanan yang diberikan Allah Azza wa Jalla kepada hamba-Nya.
Sebelum masuk pada pembahasan, pada artikel yang lalu, telah masuk beberapa pertanyaan berkaitan dengan tata cara wudhu bagi muslimah ketika berada di luar rumah. Dan menjawab hal ini, kondisi paling aman bagi muslimah adalah berwudhu di ruangan tertutup sehingga ketika muslimah hendak menyempurnakan mengusap atau membasuh anggota tubuh yang wajib dikenakan air wudhu, auratnya tidak terlihat oleh orang-orang yang bukan mahramnya. Sayangnya, tidak semua masjid menyediakan tempat wudhu yang berada di ruangan tertutup.
Alternatif lain adalah dengan wudhu di kamar mandi. Sebagian orang merasa khawatir dan ragu-ragu bila wudhu di kamar mandi wudhunya tidak sah karena kamar mandi merupakan tempat yang biasa digunakan untuk buang hajat. Sehingga kemungkinan besar terdapat najis di dalamnya. Wudhu di kamar mandi hukumnya boleh. Asalkan tidak dikhawatirkan terkena/ terpercik najis yang mungkin ada di kamar mandi. Kita ingat kaidah yang menyebutkan “Sesuatu yang yakin tidak bisa hilang dengan keraguan.” Keragu-raguan atau kekhawatiran kita terkena najis tidak bisa dijadikan dasar tidak bolehnya wudhu di kamar mandi, kecuali setelah kita benar-benar yakin bahwa jika wudhu di kamar mandi kita akan terkena/ terpeciki najis. Jika kita telah memastikan bahwa lantai kamar mandi bersih dari najis dan kita yakin tidak akan terkena/ terperciki najis, maka insya Allah tak mengapa wudhu di kamar mandi.
Sedangkan pelafadzan “bismillah” di kamar mandi, menurut pendapat yang lebih tepat adalah boleh melafadzkannya di kamar mandi. Hal ini dikarenakan membaca bismillah pada saat wudhu hukumnya wajib, sedangkan menyebut nama Allah di kamar mandi hukumnya makruh. Kaidah mengatakan bahwa makruh itu berubah menjadi mubah jika ada hajat. Dan melaksanakan kewajiban adalah hajat.
Adapun membaca dzikir setelah wudhu dapat dilakukan setelah keluar kamar mandi, yaitu setelah membaca doa keluar kamar mandi. Untuk itu disarankan setelah berwudhu, tidak berlama-lama di kamar mandi (segera keluar).
Bagaimana bila kita yakin bahwa bila wudhu di kamar mandi kita akan terkena/ terperciki najis?
Dengan alasan terkena najis, maka sebaiknya tidak wudhu di kamar mandi atau disiram dulu sampai bersih.
Alternatif lainnya adalah dengan cara mengusap khuf. jaurab, dan jilbab tanpa harus membukanya. Pembahasan tentang ini masuk dalam bab mengusap khuf. Tentu timbul pertanyaan lain, bagaimana dengan tangan? Jika jilbab kita sesuai dengan syari’at, insya Allah hal ini bisa diatasi. Karena bagian tangan yang perlu dibasuh bisa dilakukan di balik jilbab kita yang terulur panjang. Sehingga tangan kita tidak akan terlihat oleh umum, insya Allah.
Wallahu a’lam bi shawab.
Definisi Khuf dan Jaurab
Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan bahwa khuf adalah sesuatu yang dipakai di kaki, terbuat dari kulit ataupun lainnya sedangkan jaurab adalah sesuatu yang dipakai di kaki, terbuat dari kapas dan semisalnya atau yang lebih dikenal oleh kebanyakan orang dengan kaos kaki.
Dalil Bolehnya Mengusap Khuf
Terdapat banyak hadits yang menunjukkan bolehnya mengusap khuf. Bahkan haditsnya mutawatir dari para sahabat sebagaimana al-Hasan al-Bashari rahimahullah dalam Al-Wajiz menyatakan, “Ada 70 sahabat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam yang menyampaikan kepadaku, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam biasa mengusap kedua khufnya.”
Adapun salah satu hadits yang menerangkan tentang hal ini adalah hadits dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu. Ia menuturkan, “Aku pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah perjalanan. Aku pun jongkok untuk melepas kedua sepatu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda,
‘Biarkan saja sepatu itu, karena aku memakainya dalam keadaan suci.’
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mengusap kedua sepatu tersebut.” (HR. Bukhari)
Dalil lain adalah hadits dari Jarir radhiallahu ‘anhu, dimana para ulama terkagum oleh hadits ini karena Jarir radhiallahu ‘anhu masuk Islam setelah turun surat al-Maaidah ayat 6,
“Maka, basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepala dan bsuhlah kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (Qs. al-Maaidah: 6)
Ayat tersebut menunjukkan kewajiban membasuh sampai dengan kedua mata kaki. Sedangkan Jarir radhiallahu ‘anhu tentu juga telah mengetahui ayat ini. Namun, ia pernah mengusap kedua khufnya setelah kencing. Kemudian ia ditanya oleh seseorang,
“Engkau melakukan ini?”
Ia menjawab, “Ya, (karena) saya pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kencing lalu berwudhu dengan mengusap di atas kedua khufnya.” (Shahih: Mukhtashar Muslim no. 136)
Hal ini menunjukkan syari’at mengusap khuf ini tetap diamalkan dan tidak terhapus oleh surat al-Maaidah tersebut.
Syarat Mengusap Khuf
- Memakai khuf/ jaurab tersebut dalam keadaan suci.
Sebagaimana dalam hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa beliau memakainya dalam keadaan suci. Artinya kita dalam kondisi telah berwudhu (suci) sebelum mengenakan khuf tefrsebut. Adapun jika sucinya karena tayamum, maka tidak diperbolehkan mengusap khuf ketika berwudhu, dan wajib baginya membuka khuf ketika wudhu. - Khuf/ jaurab tersebut juga dalam keadaan suci (tidak ada najis) dan bukan najis.
- Mengusapnya hanya karena hadats kecil. Adapun jika junub atau dalam keadaan yang mengharuskan kita mandi, maka khuf tersebut harus dilepas.
- Mengusapnya dalam waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh syariat, yaitu sehari semalam untuk orang yang mukim (tidak safar) dan tiga hari tiga malam untuk orang yang safar.
Dan penentuan batasan waktu ini dimulai setelah pengusapan pertama. Misalnya, seseorang yang mukim memakai khuf dalam keadaan suci. Kemudian ia mengusap khuf pada hari Senin pukul 15.00 WIB. Maka batasan akhir ia diperbolehkan mengusap khuf adalah hari Selasa pukul 15.00 WIB. Adapun jika ia musafir, kemudian ia mengusap khuf pertama kali pada hari Senin pukul 12.15 WIB, maka batasan akhir ia boleh mengusap khuf adalah hari Kamis pukul 12.15 WIB (dengan syarat ia tidak melakukan hal-hal yang menjadi pembatal bolehnya mengusap khuf).
Dalam mengusap khuf, tidak disyaratkan adanya niat bahwa ia nantinya akan bersuci dengan cara mengusap khuf.
Hal-Hal yang Membatalkan Bolehnya Mengusap Khuf
- Hadats yang mewajibkan mandi, seperti junub.
- Melepas khuf atau sejenisnya yang sedang dipakai,
- Telah habis batasan waktu bolehnya mengusap khuf.
Perlu diperhatikan bahwa berakhirnya masa diperbolehkan mengusap khuf tidaklah membatalkan keadaan suci yang masih dimiliki seseorang. Contohnya, seorang yang mukim dalam keadaan suci mengusap kaos kaki pukul 4.30 hari Selasa, dan pada pukul 4.00 hari Rabu ia wudhu dengan mengusap kaos kaki. Maka jika ia tetap dalam keadaan suci sampai pukul 4.35 atau setelahnya, ia tidak harus mengulangi wudhunya
Untuk seseorang yang memakai dua kaos kaki dalam keadaan suci, jika ia mengusap kaos kaki bagian atas kemudian ia melepaskan bagian atas tersebut, ia diperbolehkan mengusap kaos kaki yang kedua pada wudhu berikutnya. Hal ini disebabkan ia memakai dua kaos kaki tersebut dalam keadaan suci. Namun, jika seseorang memakai kaos kaki satu lapis kemudian mengusap kaos kaki tersebut dan setelah itu ia memakai kaos kaki yang kedua. Maka ia tidak diperbolehkan mengusap kaos kaki yang kedua, karena ia mengenakannya dalam keadaan tidak suci.
Cara Mengusap Khuf
Cara mengusap khuf adalah dengan mengusap bagian atas khuf sekali secara bersamaan dengan kedua tangan; tangan kanan untuk kaki kanan dan tangan kiri untuk kaki kiri.
Mengusap kaos kaki adalah sama seperti mengusap khuf. Sebagaimana dalam hadits dari Mughirah radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwudhu, beliau mengusap kaos kaki dan sandalnya.” (HR. Abu Dawud)
Ibnu Qudamah menyebutkan bahwa apabila seseorang mengusap kaos kaki dan sandalnya secara bersama-sama hendaknya setelah mengusap tidak melepas sandalnya.(al-Mughni dalam Thaharah Nabi). Namun, bila seseorang melepas sandalnya, maka menurut pendapat yang rajih, ia boleh mengusap kaos kakinya ketika wudhu berikutnya. Hal ini sebagaimana keadaan orang yang memakai dua kaos kaki. Dan batasan waktunya terhitung dari usapan yang pertama.
Sedangkan mengusap jilbab bagi muslimah, dapat dilakukan dengan dua cara.
- Mengusap hanya pada jilbab yang sedang dipakai, baik seluruhnya atau sebagiannya, yaitu sampai sebatas tengkuk.
- Mengusap ubun-ubun (bagian kepala yang tampak) dan dilanjutkan mengusap jilbab.
Demikian penjelasan salah satu sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan kita menjalankan salah satu bentuk ibadah ini. Aamiin.
Maraji’:
al-Wajiz (terj), ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Pustaka As-Sunnah, cetakan 2, Oktober 2006
Fatwa-Fatwa Seputar hukum Mengusap Dua Terompah dalam Berwudhu, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, Pustaka Arafah, cetakan 1, 2002
Thaharah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Sa’id bin ‘Ali bin Wahf al Qahthani, Media Hidayah cetakan 1 Juni 2004
Catatan Kajian Al Wajiz bersama Ustadz Muslam 15 Maret 2004
Kajian Al Wajiz bersama ustadz Aris Munandar bulan Februari 2009
***
Artikel muslimah.or.id
Mau tanya…
Misalnya, saya memakai khuf saat suci. Kemudian batal, dan wudhu dengan mengusap khuf. Masih dalam kondisi suci, saya melepas khuf, dan memakainya lagi juga masih dalam keadaan suci.
Apakah mengusap khuf masih berlaku lagi?
Jazaakumullah…
Tidak bisa akhi.
Mengusap khuf masih bisa berlaku selama khuf itu tidak dilepas dan tidak keluar dari batas waktu.
Bagaimana dgn membasuh wajah dan tangan..?? Sedangkan masih mengenakan jilbab…
Dalam bahasan ini tidak dijelaskan .,
bismillah
afwan mas ato mbak admin, tolong diumumkan yah
Hadirilah..!!!
Rangkaian Bedah Buku Solo Raya (22 & 24 Mei 2009)
1. Bedah Buku UNTUKMU YANG BERJIWA HANIF
Pemateri: Ustadz Abu Ihsan Al Atsari (dari Medan)
Hari/ Tanggal: Jum?at, 22 Mei 2009
Waktu: Pukul 13.00 WIB s.d. Selesai
Tempat: Masjid Umar bin Khaththab, Ngabeyan, Kartasuro, Sukoharjo, Solo (Samping Rumah Sakit Khusus Bedah Karima Utama, Kartosura / +/- 500 m Timur Terminal Kartosuro)
Peserta: Khusus Putra
2. Bedah Buku SURAT TERBUKA UNTUK PARA ISTRI
Pemateri: Ustadzah Ummu Ihsan (Penulis buku Surat Terbuka untuk Para Istri)
Hari/ Tanggal: Jum?at, 22 Mei 2009
Waktu: Pukul 13.00 WIB s.d. Selesai
Tempat: TKIT Makarima (sebelah Timur Masjid Umar bin Khaththab, Ngabeyan, Kartosuro, Sukoharjo, Solo)
Peserta: Khusus Putri
Penyelenggara:
Forum Kajian Islam Al Atsary Surakarta
Takmir Masjid Umar bin Khaththab Ngabeyan
UDRUS Media Belajar Islam
Didukung oleh:
Lajnah Dakwah Salafiyyah Surakarta
Informasi Panitia:
081329777662 (Abu Muhammad)
081329045923 (Aboe Zaid)
Rute:
Dari Yogyakarta, Semarang, Klaten, naik bus jurusan Solo, turun di RS. Khusus Bedah karima Utama, Kartosuro
Dari Terminal Tirtonadi Solo, naik bus jurusan Krtosuro, turun di RS. Khusus Bedah Karima Utama Krtosuro
3. Bedah Buku BEGINILAH KEPRIBADIAN SEORANG MUSLIM
Pemateri: Ustadz Abu Ihsan Al Atsari (Dari Medan)
Hari/ Tanggal: Ahad, 24 Mei 2009
Waktu: Pukul 08.00 WIB s.d. Selesai
Tempat: Masjid Raya Karanganyar, Surakarta (Sebelah Barat Alun-alun Karanganyar)
Peserta: Putra dan Putri
Penyelenggara:
Ma?had Al Ulum Karangpandan
UDRUS Media Belajar Islam
Didukung oleh:
Lajnah Dakwah Salafiyyah Surakarta
Informasi Panitia:
081329215149 (Abu Farhan)
081329045923 (Aboe Zaid)
Rute:
Dari Terminal Titonadi Solo, naik bus jurusan Karanganyar turun di Alun-alun Karanganyar. Jalan kaki sekitar 100 meter menuju Masjid Raya Karanganyar (Sebelah Barat Alun-alun Karanganyar)
Assalamu’alaikum..
@muslimah.or.id
Berkaitan dng pelafadzan “bismillah” dalam kamar mandi, saya pernah menanyakan hal serupa kpd muslimah.or.id dalam artikel “Pernak Pernik Wudhu” tgl 16 December 2008, dan dijawab tgl 17 December 2008
bahwa mengucapkannya bisa dalam hati saja (dan sudah saya praktekkan), tapi dlm artikel diatas, dikatakan pelafadzannya boleh di dalam kamar mandi.
Apakah ada tuntunan dari Rasullullah SAW yg shahih mengenai hal ini?
Karena saya jadi bingung, mau mengamalkan yg mana, karena pastinya wudhu adlh bagian dari ibadah shalat, dan saya takut wudhu saya jadi tidak bernilai/tidak syah.
Mohon penjelasannya.
Jazakullah khoir.
Assalamualaikum
Maaf mengomentari mengenai tulisan diatas ” membaca bismillah itu hukumnya wajib”, tapi sesuai apa yg saya pernah pelajari di dalam kitab fathul qorib bahwasannya membaca bismillah itu termasuk kedalam perkara yg sunnah ketika berwudhu, klo boleh tau referensi kitabnya apa yah tentang hukum membaca bismillah itu wajib?
Thanx
Wa’alaikumussalam
#Ukhti Nope
Berkaitan dengan lafadz ini, ketika penulis mengajukan tulisan ini untuk dimuraja’ah juga berisi jawaban yang kemarin diberikan, yaitu melafadzkan di dalam hati. Ini berdasarkan pengetahuan yang penulis dapatkan ketika mengikuti kajian bersama salah satu ustadz lima tahun yang lalu.
Namun, setelah dimuraja’ah (dikoreksi) ustadz, alhamdulillah ustadz memberikan ilmu baru kepada penulis dan ini pun tentu saja berdasarkan hasil telaah ustadz yang lebih banyak pengetahuannya daripada penulis.
Sebagaimana disebutkan pada artikel, ‘menurut pendapat yang lebih tepat’, maka memang ada pendapat lain sebagaimana jawaban untuk komentar ukhti di artikel Pernak-Pernik Wudhu.
Insya Allah pendapat terakhir ini dapat ukhti terapkan, karena tuntunannya adalah kaedah fikih dan kaedah fikih tentu saja disusun berdasarkan sunnah Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.
Barakallahu fiki…senang mendengar saudari kami bersungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.
Assalamu’alaikum…
@muslimah.or.id
Alhamdullilah, terima kasih atas jawabannya.
Sekarang saya lega, karena memang kondisi saya mengharuskan saya selalu berwudhu di dalam kamar mandi, baik di kantor maupun di rumah, karena memang tidak adanya tempat wudhu khusus akhwat.
Semoga muslimah.or.id bisa terus membantu saya belajar lebih banyak lagi :)
Jazakullah khoir..
‘Afwan… Kebetulan yang ana fahami juga adalah melafadzkan basmallah di dalam hati ketika berwudhu didalam kamar mandi.
Dan ana belum mengetahui ada pendapat lain yang lebih rajih mengenai pembolehan pelafadzan basmallah dikamar mandi.
Untuk itu, ana mohon kepada fihak admin agar menambahkan rujukannya berupa fatwa atau selainnya. Sehingga tsaqafah kami selaku pembaca dapat bertambah, insya Allah.
Jazakunnallahu khairan.
‘afwan baru menjawab. Kemarin sudah kami tanyakan ke Ust Aris. Berikut jawaban ust.
talafuzh basmalah di KM itu fatwa Ibnu Baz di majmu fatawa wa maqalat mutanawiah dan Syaikh Muqbil di ijabutus sail
Silakan dirujuk kembali ke sana untuk meyakinkan anti. Barakallahufiki…
Alhamdulillah, kemarin sebelum mampir ke sini, ana juga sudah mendapat penjelasan tentang musykillah ini.
Jazakumullahu khairan
Jazakumullahu khayran atas penjelasannya…
Mengenai mengusap jilbab, mohon lebih dijelaskan dalilnya karena saya rasa masih kurang jelas..
Jazakumullahu khayran..
Wassalam
akh abdurrahman:
Bisa anda lihat di buku Shifat Wudhu Nabi, mengenai perbuatan Ummu Salamah
terima kasih ninfonya, berguna sekali untuk saya pada situasi yang ada saat ini
Untuk mengusap kaus kaki – sebagai tambahan – bisa dibaca juga di : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/01/mengusap-kaus-kaki.html
Afwan ukhti, tanya apakah bedanya mengusap dg membasuh? Jika air yg trsisa pd jari2 seusai kita mengusah kepala sdkt, bgmn dg usapan pd telinga? Apakah mengusap telinga hingga telinga terbasahi smua atau bgmn? Jazakillaah khoir
Syaikh Sholih bin Utsaimin pernah ditanya pertanyaan serupa, saya sampaikan secara makna ya jawaban beliau.
Intinya, tidak diwajibkan untuk mengambil air baru untuk mengusap kedua telinga, bahkan tidak disunnahkan untuk mengambilnya. Akan tetapi yang benar adalah sesuai yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu mengusap kedua telinga dengan sisa-sisa air yang ada di kedua tangan bekas mengusap kepala.
***
Bedanya memang ada, ketika membasuh maka kita membasahi seluruh anggota tubuh tersebut dg air sedangkan mengusap hanya dengan menyeka di bagian luar saja.
Sebagaimana penjelasan pada artikel Wudhu Muslimah, untuk bagian kepala, maka disampaikan di situ adalah ‘mengusap’ begitu pula dg bagian telinga.
Wallahu a’lam.
assalamu’alaikum wr.wb.
syukron atas ilmunya, sangat bermanfaat,krn saya sempat bingung melihat tmn2 yg berasal dari mesir&sudan, mereka tdk pernah membasahikakinya scra langsung saat berwudhu,sedangkan yg saya tahu blh berwudhu dg mengusapkan air ke sepatu atau kaus kaki jika sedang sakit sehingga menghalangi utk membasahi scr langsung.
saya jg mau tnya ustadz ttg hal2 yg membatalkan wudhu, misal ketika sdg tawaf atau sa’i tiba2 kita batal krn tersentuh kulit laki2 scra tdk sengaja krn berdesak2n,apa boleh hanya bertayamum saja? mengingat jarak toilet yg jauh.
jazakallah khoir ustadz
terima kasih atas ilmu nya, dulu saya pernah di ajarkan sama ka2 kelas wktu sklh tata cara berwudu untk yg berjilbab di tempat yg terbuka tp saya kurang yakin dgn wudhu saya, apa lg saya tidak mengerti dalil nya. alhmdllh skrng saya sudah paham
ustad tlng kirim hadits beserta terjamahannya,seputar khuf.dan klo bisa sertakan dgn makna kosa katanya supaya kami bs mempelajarinya.sekian dan trimah kasih…
Assalamualaikum
saya ingin tanya,
Apakah kalau sudah mengusap jilbab 1 kali, tidak perlu membasuh telinga lagi?
mohon penjelasannya.
wassalamualaikum
@ Novi
Wa’alaikumussalam
Tidak perlu membasuh telinga lagi.
Mengusap kerudung bisa menjadi pengganti mengusap kepala. Yang termasuk mengusap kepala adalah mengusap rambut dan telinga. Untuk mendapatkan penjelasan yang bagus tentang mengusap kepala dan bagian bagian wudhu silahkan baca artikel kami
https://muslimah.or.id/fikih/wudhu-muslimah.html
azza wa jalla itu artinya apa ya ?
‘Azza: yang Maha Memiliki Kemuliaan
Jalla: yang Maha Agung lagi Mulia
Assalamu’alaikum, min mau Tanya maksud dari mengusap kedua kaos kaki itu apa dibasahi atau gimana ya artinya?
Wa’alaikumus salam, silahkan baca: http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/hukum-mengusap-khuf-sepatu.html
Assalamu’alaykum, afwan…izin bertanya.
Kalau semisal kita berwudhu dgn cara mengusap khuf, lalu ketika hendak sholat khuf tersebut dilepas (tapi pakai kaus kaki), apakah itu termasuk batal wudhu nya? Atau seharusnya yang diusap adalah kaus kakinya bukan khuf nya? Mohon jawabannya, terima kasih.
Wa’alaikumussalam wudhunya tidak batal
Bismillah
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu
Ijin bertanya Ustadz,
Apakah tdk mengapa bila saat mnggunakan alat transportasi kapal yg skg hnya ada kelas ekonomi (campur akhwat ikhwan), toiletnya pun campur. Saat akan masuk toilet bolehkah melepas jaurab krn khawatir terkena najis dan br akan memakainya kembali saat berada diatas sarrir. Ana merasa tdk nyaman mmg saat hrs melepas jaurab ddepan yg bukan mahram. Mau buka dalam toilet, rawan terkena percikan najis…. Mohon pencerahannya Ustadz u kondisi spt ini… Jazaakallahu khayran.
Bismillah
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Ustadz/Ustadzah ana butuh pencerahannya..
Apakah boleh membuka jaurob didepan bukan mahram bl ada udzur?
Ana dan keluarga saat mnggunakan alat transportasi kapal yg skg sudah tidak ada lg kelas/kamar yg bisa disewa. Kami berada dikelas ekonomi dimana bercampur laki perempuan, dgn toilet yg juga gabung laki perempuan (walaupun sdh tertulis dipintu toilet toilet laki dn perempuan dibedakan tp tetap sj itu tdk membuat para penumpang memisahkan diri). Saat akan k toilet APAKAH BOLEH MEEPAS JAUROB?, krn bila harus dilepas stlh dalam toilet, sangat rawan sekali terkena cipratan najis… Ana merasa sangat tdk nyaman berjalan melewati yg bkn mahram tanpa jaurob, tp ana dan anak perempuan ana terpaksa melakukannya…