Saudaraku, tidak semua kebaikan terasa menyenangkan atau mudah dilakukan. Ada kalanya kita harus memaksakan diri untuk melakukannya, meskipun hati enggan. Namun, inilah jalan yang sebenarnya untuk mendidik jiwa, mendekatkan kita kepada Allah, dan membawa kesuksesan dunia dan akhirat, insyaa Allah. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ
“Surga itu dikelilingi oleh hal-hal yang dibenci, sedangkan neraka dikelilingi oleh hal-hal yang menyenangkan nafsu.” (HR. Muslim no. 2822)
Memaksa diri untuk beribadah
Ibadah adalah kewajiban utama yang harus dijalankan, meskipun terkadang terasa berat. Salat, puasa, dan ibadah lainnya memerlukan komitmen tinggi. Ibadah membutuhkan kesabaran dan keteguhan hati. Ketika kita memaksa diri untuk terus beribadah meskipun rasa malas atau lelah menghampiri, sesungguhnya kita sedang mendidik jiwa agar taat kepada Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْـَٔلُكَ رِزْقًا ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَٱلْعَٰقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ
“Dan perintahkanlah keluargamu untuk melaksanakan salat dan bersabarlah kamu dalam melaksanakannya. Kami tidak meminta rezeki darimu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Thaha: 132)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
“Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang terus-menerus dilakukan meskipun sedikit.”
(HR. Bukhari no. 6464 dan Muslim no. 2818)
Konsistensi dalam ibadah, bahkan ketika sulit, menunjukkan kecintaan kita kepada Allah dan keinginan untuk mendapatkan rida-Nya.
Menundukkan hawa nafsu
Hawa nafsu adalah ujian besar yang harus ditundukkan. Allah menyebutkan dalam Al-Qur’an bahwa keberhasilan seseorang bergantung pada kemampuannya mengendalikan hawa nafsu,
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ وَنَهَى ٱلنَّفْسَ عَنِ ٱلْهَوَىٰ , فَإِنَّ ٱلْجَنَّةَ هِىَ ٱلْمَأْوَىٰ
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabb-nya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).” (QS. An-Nazi’at: 40-41)
Memaksa diri untuk meninggalkan sesuatu yang disukai tetapi tidak bermanfaat, dan menggantinya dengan kebaikan, adalah bentuk jihad melawan diri sendiri (jihadun nafs). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda.
وَالْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي طَاعَةِ اللَّهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ
“Seorang mujahid adalah orang yang berjihad melawan dirinya dalam ketaatan kepada Allah.”
(HR. Ahmad)
Contohnya, memaksa diri untuk bersedekah meskipun merasa berat karena kecintaan pada harta. Dengan melakukannya, kita belajar melepaskan diri dari sifat kikir dan semakin dekat dengan Allah Ta’ala.
Kebaikan yang tidak disukai
Tidak semua kebaikan terasa menyenangkan pada awalnya. Sebagai contoh, menahan amarah atau memaafkan seseorang yang telah berbuat salah kepada kita bisa sangat berat. Namun, inilah ciri orang yang benar-benar beriman. Allah Ta’ala berfirman,
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
“(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 134)
Memaksakan diri untuk berbuat baik meskipun terasa sulit adalah tanda kesabaran dan keikhlasan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَا يَكُنْ عِنْدِيْ مِنْ خَيْرٍ فَلَنْ أَدَّخِرَهُ عَنْكُمْ،وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُ، وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللهُ، وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ
“Apa saja kebaikan yang aku punya, aku tidak akan menyembunyikannya dari kalian. Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya dari kejelekan, maka Allâh akan menjaganya. Barangsiapa merasa cukup (dengan karunia Allah), maka Allah akan mencukupinya. Barangsiapa melatih diri untuk bersabar, maka Allah akan menjadikannya sabar. Dan tidaklah seseorang diberi sebuah pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada anugerah kesabaran.” (HR. Bukhari no. 6470 dan Muslim no. 1053)
Ketika kita memaksakan diri untuk bersabar atau melakukan kebaikan dalam kondisi sulit, kita sedang melatih hati untuk ikhlas dan mengharapkan balasan hanya dari Allah Ta’ala.
Dampak positif
Memaksa diri melakukan hal-hal positif tidak hanya mendatangkan pahala akhirat, tetapi juga manfaat duniawi. Dalam ilmu psikologi, memaksakan diri melakukan hal baik membentuk kebiasaan positif yang akhirnya menjadi otomatis. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengajarkan hal ini melalui berbagai praktik, seperti salat malam dan puasa sunah.
لَيْسَ صَلاَةٌ أثْقَلَ عَلَى المُنَافِقِينَ مِنْ صَلاَةِ الفَجْرِ وَالعِشَاءِ ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْواً
“Tidak ada salat yang lebih berat bagi orang munafik selain dari salat Subuh dan salat Isya’. Seandainya mereka tahu keutamaan yang ada pada kedua salat tersebut, tentu mereka akan mendatanginya walau sambil merangkak.” (HR. Bukhari no. 657)
Mengatasi rasa malas untuk hal-hal sulit tetapi positif akan membawa keberkahan dan keuntungan besar. Selain itu, penelitian modern menunjukkan bahwa kebiasaan baik, seperti bangun pagi atau berolahraga, meningkatkan kesehatan mental dan fisik, yang pada akhirnya membuat kita lebih produktif dan bahagia. Sikap disiplin dan ketekunan ini membuka jalan menuju kesuksesan, sedangkan di akhirat, ia membawa kita kepada rida Allah dan surga-Nya.
Memaksakan diri untuk melakukan kebaikan, meskipun terasa sulit, adalah tanda ketaatan dan kesungguhan seorang hamba dalam mencari rida Allah. Dalam proses ini, kita tidak hanya mendidik diri menjadi pribadi yang lebih baik, tetapi juga mempersiapkan bekal untuk kehidupan akhirat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Siapa saja yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim no. 2699)
Begitu pula, barang siapa yang memaksa dirinya untuk terus berada di jalan kebaikan, Allah akan memudahkan jalannya menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Mari kita tanamkan dalam diri bahwa setiap langkah kebaikan yang kita paksakan adalah langkah menuju kesuksesan sejati.
***
Penulis: Fauzan Hidayat
Artikel Muslimah.or.id