بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
“Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
وَٱلضُّحَىٰ * وَٱلَّيْلِ إِذَا سَجَىٰ * مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَىٰ * وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَىٰ * وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَىٰٓ * أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَـَٔاوَىٰ * وَوَجَدَكَ ضَآلًّا فَهَدَىٰ * وَوَجَدَكَ عَآئِلًا فَأَغْنَىٰ * فَأَمَّا ٱلْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ * وَأَمَّا ٱلسَّآئِلَ فَلَا تَنْهَرْ * وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
“Demi waktu matahari sepenggalah naik, dan Demi malam apabila telah sunyi, Rabbmu tidak meninggalkan kamu dan tidak (pula) membenci kepadamu, dan sesungguhnya yang akhir itu lebih baik bagimu daripada permulaan. Dan kelak Rabbmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta, maka janganlah kamu menghardiknya. Dan terhadap nikmat Rabbmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (QS. Adh-Dhuha: 1-11)
Surah Adh-Dhuha merupakan surah Makkiyah, yaitu surat yang diturunkan sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hijrah ke Madinah. Dan di antara faidah yang dapat kita petik dari surah ini adalah:
Berharganya waktu bagi seorang muslim
Sebagian ulama berpendapat bahwa الضُّحٰى adalah keseluruhan waktu siang (di antaranya pendapat Ath-Thabari, 24: 481; Al-Baghawi, 8: 454; Al-Qurthubi, 20: 91; dan As-Sam’aani, 6: 242). Mereka berdalil dengan ayat setelahnya, وَٱلَّيْلِ إِذَا سَجَىٰ ‘Demi malam apabila telah sunyi’, yaitu Allah bersumpah dengan malam.
Hal ini menunjukkan akan agungnya kedudukan waktu disisi Allah tabaraka wa ta’ala. Karena tidaklah Allah bersumpah dengan salah satu dari makhluk-makhluk-Nya, kecuali menunjukkan agungnya kedudukan makhluk tersebut di sisi-Nya.
Dan Allah Ta’ala bersumpah dengan waktu di banyak tempat di dalam Al-Quran. Di antaranya, وَٱلْعَصْرِ ‘Demi masa’, وَٱلْفَجْرِ ‘Demi fajar’, وَلَيَالٍ عَشْرٍ ‘Dan malam yang sepuluh’. Bahkan dalam surah Al-Hijr, Allah Ta’ala bersumpah dengan umur Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman,
لَعَمْرُكَ إِنَّهُمْ لَفِى سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ
“Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan).” (QS. Al-Hijr: 72)
Maka hendaknya seorang muslim mengagungkan apa-apa yang diagungkan oleh Allah Ta’ala, dalam konteks ini ‘waktu’. Seyogyanya bagi kita untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya dan tidak menyia-nyiakannya dengan menggunakannya untuk hal-hal yang sia-sia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيْمَ فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَ أَبْلَاهُ
“Tidak akan beranjak kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang umurnya, untuk apa ia habiskan; tentang ilmunya, apa yang telah diamalkan; tentang hartanya, dari mana ia peroleh dan ke mana ia habiskan; dan tentang tubuhnya – capek dan letihnya – untuk apa ia gunakan.” [HR. At-Tirmidzi (no. 2417), Ad-Darimi (1: 135), dan Abu Ya’la dalam Musnadnya (no. 7397)]
Keutamaan salat Dhuha
Sebagian ulama lain mengatakan bahwa الضُّحٰى maksudnya adalah waktu dhuha, bukan siang. Mereka berdalil bahwa seandainya Allah ingin bersumpah dengan siang, Allah pasti akan mengatakan وَالنَّهَارِ dan bukan الضُّحٰى. Ketika Allah menyebutkan dhuha, hal itu menunjukkan waktu khusus dan bukan bermakna siang, akan tetapi waktu dhuha itu sendiri.
Ada sebagian ahli tafsir yang menafsirkan,
عِبَادَهُ الَّذِينَ يَعْبُدُوْنَهُ فِي وَقْتِ الضُّحَى
“Hamba-hamba-Nya yang beribadah kepada-Nya di waktu dhuha.” (Lihat Tafsir Al-Qurthubi, 20: 92)
Intinya, dhuha adalah waktu yang penting. Dimulai kurang lebih lima belas menit setelah matahari terbit hingga kurang lebih sepuluh menit sebelum azan zuhur. Selama itulah, kita diperbolehkan menunaikan salat Dhuha.
Di antara keutamaan salat Dhuha adalah sebagaimana yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ يُحَافِظُ عَلَى صَلَاةِ الضُّحٰى إِلَّا أَوَّابٌ. قَالَ: وَهِيَ صَلاَةُ الأَوَّبِينَ
“Tidak ada yang memelihara salat Dhuha, kecuali orang yang kembali kepada Allah.” Beliau bersabda, “Ia adalah salatnya Awwabin (orang-orang yang kembali kepada Allah.” (HR. Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim, disahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah, no. 703)
Keutamaan beribadah di waktu malam
Allah Ta’ala berfirman,
وَٱلَّيْلِ إِذَا سَجَىٰ
“Demi malam apabila telah sunyi.” (QS. Adh-Dhuha: 2)
Sebagian ulama menafsirkan ayat ini dengan,
وَعِبَادَهُ الَّذِينَ يَعبُدُونَهُ باِللَّيلِ إِذَا أَظْلَمَ
“Demi hamba-hamba-Nya yang beribadah kepada-Nya pada malam hari tatkala gelap gulita.” (Tafsir Al-Qurthubi, 20: 92)
Dikarenakan waktu malam adalah waktu yang istimewa, pada waktu sepertiga malam Allah turun ke langit dunia. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَنزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حين يبقى ثلث الليل الآخرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونى فَأَسْتَجيب لَهُ مَنْ يَسْأَلُني فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُني فأَغْفَرَ لَهُ
“Allah Dzat Yang Maha Memberkati dan Tinggi turun setiap malam menuju langit dunia ketika malam tinggal sepertiga. Allah berfirman, ‘Barangsiapa berdoa kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan. Barangsiapa meminta kepada-Ku, maka akan Aku beri. Barangsiapa meminta ampunan kepada-Ku, maka akan Aku ampuni.” (HR. Bukhari no. 1145)
Dan Allah telah mensifati orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada-Nya bahwa mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا يُؤْمِنُ بِـَٔايَٰتِنَا ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا۟ بِهَا خَرُّوا۟ سُجَّدًا وَسَبَّحُوا۟ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ ۩ * تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ ٱلْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ
“Sesungguhnya orang yang benar-benar percaya kepada ayat-ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat itu, mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa-apa rezeki yang Kami berikan.” (QS. As-Sajadah: 15-16)
Allah tabaraka wa ta’ala juga berfirman,
إِنَّ ٱلْمُتَّقِينَ فِى جَنَّٰتٍ وَعُيُونٍ * ءَاخِذِينَ مَآ ءَاتَىٰهُمْ رَبُّهُمْ ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا۟ قَبْلَ ذَٰلِكَ مُحْسِنِينَ * كَانُوا۟ قَلِيلًا مِّنَ ٱلَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ * وَبِٱلْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam taman-taman (surga) dan mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar.” (QS. Adz-Dzariyat: 15-18)
[Bersambung]
***
Penulis: Annisa Auraliansa
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
Tafsir Ibnu Katsir, Pustaka Ibnu Katsir Jakarta, Cetakan Kedelapan Rabi’ul Awwal 1435/ Januari 2014.
Tafsir Juz Amma, Syaikh ‘Utsaimin, Darul Falah Jakarta, Cetakan Pertama 2007.
Tafsir Juz Amma, Ustadz Dr. Firanda Andirja, Cetakan Pertama, Oktober 2018.
Shahih Al-Bukhari, Pustaka As Sunnah Jakarta, Cetakan Pertama April 2010.