Sebelum kalian memperbaiki orang lain hendaklah kalian memperbaiki diri kalian terlebih dahulu, wahai para pendidik! Kerjakanlah kebaikan di hadapan anak didik kalian dan tinggalkanlah kejelekan. Perilaku yang baik dari para pendidik dan orangtua di hadapan anak-anak merupakan pendidikan yang paling utama.
Maka yang wajib dilakukan (oleh orangtua dan pendidik) antara lain:
- Mengajarkan anak mengucapkan Laa ilaaha illallah Muhammadur rasulullah dan memberikan pemahaman tentang maknanya ketika mereka dewasa (telah mampu diajak berpikir, serta membedakan baik dan buruk -red muslimah.or.id), yaitu: “Tidak ada Ilah (sesembahan) yang berhak diibadahi kecuali Allah semata.”
- Menanamkan rasa cinta kepada Allah dan keimanan kepada-Nya ke dalam hati sang anak, bahwasanya Allah adalah Dzat Yang Menciptakan kita, Pemberi rezeki, Penolong kita, dan tidak ada sekutu bagi-Nya.
- Memotivasi anak untuk meraih surga, bahwasanya surga itu diperuntukkan bagi orang-orang yang shalat, puasa, menaati kedua orang tua, dan mengamalkan perbuatan yang diridhai Allah, serta memperingatkan mereka tentang neraka yang diperuntukkan bagi orang-orang yang meninggalkan shalat, durhaka kepada orang tua, melakukan perbuatan yang membuat Allah murka, berhukum dengan selain syariat-Nya, memakan harta manusia dengan cara menipu, berdusta, riba, dan yang lainnya.
- Mengajarkan anak agar senantiasa berdoa dan memohon pertolongan hanya kepada Allah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada anak pamannya:
- ???? ???????? ???????? ????? ?? ???? ??????????? ??????????? ???????.
Artinya: “Apabila engkau meminta maka mintalah kepada Allah, dan apabila engkau memohon pertolongan maka mohon pertolonganlah kepada Allah.” (Hadits riwayat At-Tirmidzi, dan dia berkata “hadits hasan shahih”)
***
Sumber: Dikutip dari Kiat Mencetak Anak Shalih (terj. Kayfa Nurabbi Awlaadanaa At-Tarbiyyah Al-Islamiyah Ash-Shahiihah), karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, penerbit: Pustaka Ulil Albab, Bogor, Rabi’ul Awwal 1428/April 2007); dengan pengubahan seperlunya oleh redaksi www.muslimah or.id.
assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
saya hendak bertanya, mohon di balas. bagaimana cara kita mendidik anak kita yang jauh dari orang tuanya sendiri. anak saya diasuh sama mertua saya dan kakak dari suami saya? berdosakah saya?
nanti jika saya punya anak, ketika ia menghirup napas pertama akan saya ucapkan assallamuallaikum nak, dan akan saya bisikan kalimat tahlil di telinganya dengan suara terindah saya :)
Amin ya ALLAH …
tolong diperbanyak materinya..!!!!!
terima kasih
Rindu
3rd April 2009 pukul 7:07 pm
nanti jika saya punya anak, ketika ia menghirup napas pertama akan saya ucapkan assallamuallaikum nak, dan akan saya bisikan kalimat tahlil di telinganya dengan suara terindah saya :)
Sunnahnya pertama kali adalah meng Adzani, buka memberi ucapan itu.
Ahmad
5th April 2009 pukul 2:43 am
Ada dalilnya ga?
wa’alaikumsalam warahmatullahiwabarakatuh
utk umu salwa :anak adalah amanat dari Allah Ta’ala, org tuanya lah yg wajib mengasuh & mendidiknya, setiap kita adalah pemimpin,dan kita akan ditanya apa yg dipimpinnya , ibu adalah pemimpin / pendidik bagi anak-anaknya dirumah.
Untuk ahmad. ‘Af1 shohihkah dalil yg anda utarakn mngenai sunnah mngadzani tlinga anak ktika lhir? Bgni sbenarny ad be2rapa pndpt. dari ibnul qoyyim alJauzi brpndapat hal tu sunnah,sdgkan syaikhul ibnu Taimiyyah mngatakn hal tu bid’ah. Mnurut ana pndpat yg paling kuat adlh pndapat syaikhul ibnu taimiyyah krna bliau adalah prowi hadits yg terpercya. Allohu a’lam.
Assalamu’alaikum.
Bagaimana dengan menyerahkan pendidikan anak ke pesantren..,dengan harapan mereka memperoleh dasar agama yang lebih baik dari orangtuanya..?
assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh……..
Memang sangat penting membenahi akhlak orangtuanya terlebih dahulu sebelum mendidik anak,karena anak akan mencontoh setiap perbuatan orangtuanya.Jadi jangan selalu menuntut anak berakhlak mulia,tetapi orangtuanya belum membenahi diri.Bagaimana jika ana mau menulis artikel tentang pendidikan anak?
Assalamu’alaykum
Amanah ini memang cukup berad untuk dipikul bila orang tua juga tidak mau ikut memperbaiki diri dan belajar agar menjadi lebih baik lagi. Untuk itu adakah millis khusus untuk akhwat yg dapat dijadikan sarana akhwat ngaji untuk saling bertukar info, nasehat ttg anak, pendidikan dan lain2nya. Jika ada, mohon saya di invite. Jazakillah khoir.
@Ahmad
Berikut ini hadits-hadits yang menyebutkan tentang anjuran mengadzani telinga bayi (dan terkadang ditambah dengan iqamah):
1. Dari Ubaidillah bin Abi Rafi’, dari Abi Rafi’, ia berkata: “Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adzan (seperti adzan) sholat di telinga Hasan bin Ali ketika dilahirkan oleh Fatimah.”
Hadits tersebut Dhaif. Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 5105, Tirmidzi no. 1514 di kitab al-Adhahi Bab Adzan fi Udzudinil Maulud, al-Baihaqy (9/305), semuanya dari jalan Sufyan ats-Tsauri, dari ‘Ashim bin Ubaidillah bin ‘Ashim, dari Ubadilillah bin Abi Rafi’, seperti diatas.
Imam at-Tirmidzi berkata: hadits ini hasan shahih.
Namun ‘Ashim bin Ubaidillah bin ‘Ashim adalah seorang rawi yang dhaif dari jurusan hafalannya. Dan dia telah dilemahkan oleh jama’ah ahli hadits seperti Sufyan bin ‘Uyainah, Ahmad bin Hambal, Ibnu Sa’ad, Ya’qub bin Syai’bah, Abu Hatim, an-Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, ad-Daruquthni, Ibnu Ma’in, Abu Dawud, dan lainnya.
(Tahdzibut Tahdzib juz 5 hal. 46-49 oleh al-Hafizh Ibnu Hajar)
2. Dari Husain bin Ali, ia berkata, Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barang siapa yang mendapat anak, lalu ia adzan di telinganya yang kanan dan qamat di telinganya yang kiri, niscaya tidak akan membahayakan dia ummu shibyan.”
Riwayat tersebut Maudhu’. Diriwayatkan oleh Ibnu Sunniy di kitabnya ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 628. Dengan sanad: Telah menceritakan kepada kami Jubaarah bin Mughallis: telah menceritakan kepada kami yahya bin ‘Alaa’, dari Marwan bin Salim, dari Thalhah bin ‘Ubaidillah al-‘Uqailiy, dari Husain bin Ali, seperti di atas.
Imam Bukhari berkata: Haditsnya mudhtharib (goncang). (Mizaanul I’tidal juz 2 hal. 387 oleh Imam adz-Dzahabi)
Imam Ahmad bin Hambal berkata tentang Yahya bin ‘Alaa’ al-Bajaliy ar-Raaziy: Seorang pendusta, pemalsu hadits. (Mizaanul I’tidal juz 4 hal. 397)
Dan Marwan bin Salim pun disebutkan sebagai seorang pemalsu hadits. (Mizaanul I’tidal juz 4 hal. 90-91)
Wallahu a’lam
anak saya bertanya dimanakah Alloh, maka saya menjawab Alloh ada di atas langit, bersemayam di atas arsy.
teman saya yang mendengar hal tersebut bertanya, lalu bagaimana korelasinya dengan Alloh lebih dekat dengan urat leher (QS Qaaf 16), karena menurutnya Alloh ada dimana-mana, dekat dengan kita.
Mohon penjelasannya agar kami tidak keliru, juga mohon penjelasannya apa yang dimaksud dalam ayat tersebut. Jazakumulloh
@Ummu Rakean
Allah Jalla wa ‘Ala itu bersemayam di atas ‘Arsy, sesuai dengan firman Allah:
ar-rahmaanu ‘alal ‘arsyistawaa…
Artinya: “Yang Maha Pemurah itu bersemayam di atas ‘Arsy.” (QS. Thaahaa: 5)
Bersemayamnya Allah di atas langit itu merupakan salah satu aspek penjabaran dari sifat Allah, yaitu al-‘Uluw. Dan penjabaran dari sifat-sifat Allah ini merupakan bagian dari pembahasan Tauhid al-Asma’ wash Shifat.
Adapun dalil yang mendukung keterangan ini adalah sebuah hadits mutawatir yang diriwayatkan dari Shahabat Mu’awiyah bin Hakam as-Sulamy radhiyallahu ‘anhu:
Artinya: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada seorang budak wanita (jariyah): “Dimana Allah?” Ia menjawab: “Allah itu di langit.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa aku?” “Engkau adalah Rasulullah,” jawabnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Merdekakanlah ia, karena sesungguhnya dia adalah seorang mukminah.”
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Muslim (no. 537), Abu ‘Awanah (II/141-142), Abu Dawud (no. 930), an-Nasa’i (III/14-16), ad-Daarimiy (I/353-354), Ibnul Jarud dalam al-Muntaqa’ (no. 212), al-Baihaqy (II/249-250) dan Ahmad (V/447-448)
Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berbunyi:
Artinya: “Dan sungguh, Kami telah Menciptakan manusia dan Mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.“ (QS. Qaaf: 16)
Maka maksud dari firman Allah: “…Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” adalah ilmu Allah atas makhluq-makhluq-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut, “Dan sungguh, Kami telah Menciptakan manusia dan Mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya…”
Atau firman Allah Ta’ala yang lain:
wa huwa ma’akum aina maa kuntum
Artinya: “Dan Dia bersamamu dimana saja kamu berada.” (QS. al-Hadiid: 4)
Dan firman-Nya:
Artinya: “Dan apabila hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a kepada-Ku…” (QS. al-Baqarah: 186)
Maka, apa yang telah diturunkan Allah dan difirmankan-Nya di dalam al-Qur’an dan al-Hadits ash-shahihah tidak akan bertentang antara satu dengan yang lainnya. Allah Yang Maha Tinggi bersemayam di atas ‘Arsy, namun bersamaan dengan itu pula Allah tetap mengawasi makhluq-Nya, mengintai amal perbuatan mereka, dan mengetahui apa-apa yang mereka nyatakan dan mereka sembunyikan.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
Artinya: “Dan rahasiakanlah perkataanmu atau nyatakanlah. Sungguh, Dia Maha Mengetahui segala isi hati. Apakah Allah Yang Menciptakan itu tidak mengetahui? Dia Maha Halus, Maha Mengetahui.” (QS. al-Mulk: 13-14)
Jadi, tidak benar pendapat teman anti yang mengatakan bahwa Allah ada dimana-mana, atau bahkan Allah menyatu dengan hamba-Nya. Ini adalah pendapat yang bathil dan tidak ada landasan dalilnya.
Yang benar adalah, Allah bersemayam di atas ‘Arsy dan ‘ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.
Wallahu a’lam bish showab
Al-‘afwu minkum…
Ralat:
Hadits yang diriwayatkan dari Shahabat Mu?awiyah bin Hakam as-Sulamy radhiyallahu ?anhu, yang berbunyi:
Artinya: Nabi shallallahu ?alaihi wa sallam bertanya kepada seorang budak wanita (jariyah): ?Dimana Allah?? Ia menjawab: ?Allah itu di langit.? Lalu Rasulullah shallallahu ?alaihi wa sallam bersabda: ?Siapa aku?? ?Engkau adalah Rasulullah,? jawabnya. Rasulullah shallallahu ?alaihi wa sallam bersabda: ?Merdekakanlah ia, karena sesungguhnya dia adalah seorang mukminah.?
Bukanlah hadits mutawatir, melainkan hadits ahad, yang termasuk dalam kategori hadits gharib.
Mohon maaf atas kekeliruan tersebut.
Sesungguhnya anak adalah amanah dari Alloh SWT… marilah kita jaga dengan sebaik mungkin,,,, syukron atas artikelnya! salam ukhuwah kepada ukhti bintu_muhammad
sampai saat ini ana masih berusaha untuk membenahi diri, menuntut ilmu agama & Mengamalkannya. Meski kadang nafsu ini lebih kuat menguasai diri.. Anak memberikan motivasi yang besar untuk membawa perubahan pada diri ana ke arah yang lebih baik. Semoga bisa menjadi muslimah yang istiqomah.
Asslm. izin share ya !