Setiap insan hendaknya senantiasa menyadari bahwa tidaklah ia diciptakan untuk sebuah kesia-siaan. Allah tabaraka wa ta’ala menciptakan manusia dengan haq sebagaimana firmanNya,
خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ بِٱلْحَقِّ
“Dia menciptakan langit dan bumi dengan hak.” (QS. An-Nahl: 3)
Pada ayat di atas, Allah subhanahu wa ta’ala mengabarkan tentang ciptaanNya, berupa alam atas yaitu tujuh lapis langit dan alam bawah yaitu tujuh lapis bumi beserta segala isinya. Dan sungguh semuanya diciptakan dengan benar, tidak main-main. Bahkan,
لِيَجْزِىَ ٱلَّذِينَ أَسَٰٓـُٔوا۟ بِمَا عَمِلُوا۟ وَيَجْزِىَ ٱلَّذِينَ أَحْسَنُوا۟ بِٱلْحُسْنَى
“Untuk memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (Surga)” (QS. An-Najm: 31) (Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, 5/148)
Dan Allah menciptakan mereka untuk sesuatu yang haq yaitu untuk beribadah kepadaNya semata, sebagaimana firmanNya,
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Makna ayat di atas adalah bahwa Allah tabaraka wa ta’ala menciptakan para hambaNya agar beribadah hanya kepadaNya saja, tidak ada sekutu bagiNya. Barangsiapa yang mentaatiNya, ia akan diberi balasan yang sempurna. Dan barangsiapa yang mendurhakaiNya, maka ia akan disiksa dengan seberat-beratnya. (Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, 8/555)
Di dalam Al Quran, Allah juga menerangkan bahwa tidaklah manusia diciptakan kemudian dibiarkan begitu saja, hanya untuk permainan dan senda gurau belaka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
أَيَحْسَبُ ٱلْإِنسَٰنُ أَن يُتْرَكَ سُدًى
“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?” (QS. Al-Qiyamah: 36)
Yakni tidak dibiarkan begitu saja di dunia tanpa perintah atau larangan, dan tidak dibiarkan di kubur tanpa dibangkitkan kembali, semua manusia diperintahkan untuk (melakukan kebaikan) dan dilarang (melakukan keburukan) di dunia. Kemudian mereka akan dibangkitkan pada hari kiamat menuju Allah subhanahu wa ta’ala. (Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, 9/395)
Baca juga: Ketauhidan Sesuai dengan Fitrah Manusia
Ini merupakan bantahan yang telak bagi orang-orang kafir yang beranggapan bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah untuk meraih puncak kesenangan semata dan kelak mereka tidak akan dibangkitkan dan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah mereka perbuat selama di dunia.
Allah ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْنَا ٱلسَّمَآءَ وَٱلْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَٰطِلًا ۚ ذَٰلِكَ ظَنُّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ۚ فَوَيْلٌ لِّلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِنَ ٱلنَّارِ * أَمْ نَجْعَلُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ كَٱلْمُفْسِدِينَ فِى ٱلْأَرْضِ أَمْ نَجْعَلُ ٱلْمُتَّقِينَ كَٱلْفُجَّارِ
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang salih sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat?” (QS. Shad: 28)
Dan di dalam Al-Quran Allah telah memuji hamba-hambaNya yang bertakwa, wali-waliNya yang beriman, dan golongan orang-orang yang dekat denganNya, yang memiliki pemikiran yang selamat lagi akal yang lurus, dimana mereka senantiasa memikirkan hikmah di balik penciptaan langit dan bumi, merenungi ayat-ayat Allah yang terhampar di hadapan mata mereka, hingga mereka pun mengatakan,
رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلًا سُبْحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ
“Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran: 191)
Aqidah ini (bahwa Allah tidak menciptakan makhlukNya untuk kesia-siaan) berdampak terhadap amal-amal mereka, pada akhlak, pola hidup serta ibadah mereka. Keyakinan ini membuahkan amal-amal shalih, ketaatan-ketaatan yang menyucikan dan memperindah kedekatan kepada Allah jalla jalaluhu.
Seorang yang beriman meyakini bahwa Allah adalah Al-Haqq yaitu Yang tidak ada kerancuan dan keraguan padaNya, tidak pada DzatNya, tidak pada nama-nama dan sifat-sifatNya, dan tidak pula pada uluhiyyahNya. Dia adalah sesembahan yang hak, tidak ada sesembahan yang hak selain dariNya, maka Dia adalah Maha Haq, nama-nama dan sifat-sifatNya haq, seluruh perbuatan dan perkataanNya adalah haq, agama dan syariatNya juga haq, seluruh kabarNya adalah haq, janjiNya haq dan berjumpa denganNya adalah haq. (Fikih Asma’ul Husna, hal. 357)
Inilah sedikit perenungan bagi hati dan pencerahan bagi manusia tentang hakikat penciptaan mereka, agar mereka tidak tenggelam dalam kelalaian dan hendaknya memanfaatkan setiap waktu dengan sebaik-baiknya, sebab tidaklah mereka diciptakan untuk kesia-siaan dan senda gurau belaka.
Umar bin Abdul ‘Aziz mengatakan dalam khutbah terakhirnya, “Wahai manusia, sesungguhnya kalian tidak diciptakan untuk kesia-siaan, dan kalian tidak dibiarkan begitu saja. Sesungguhnya kalian mempunyai tempat kembali di mana saat itu Allah turun untuk menetapkan keputusanNya di antara kalian dan memberikan ketetapanNya terhadap kalian. Sungguh merugi dan menyesal orang yang keluar dari rahmat Allah yang mencakup segala sesuatu, mengharamkan dirinya dari surga yang luasnya seluas langit dan bumi.
Ketahuilah bahwa jaminan keamanan besok adalah milik orang-orang yang takut dan khawatir kepada siksa Allah, dia menjual apa yang lenyap dengan apa yang kekal, menjual yang sedikit dengan yang banyak, menjual rasa takut dengan rasa aman. Apakah kalian tidak melihat bahwa kalian berjalan di atas rombongan orang-orang yang binasa dan setelah kalian akan hadir orang-orang yang akan menggantikan kalian sehingga dunia ini berpulang kepada Allah sebagai sebaik-baik pewaris?
Setiap hari kalian mengantarkan orang-orang yang pergi kepada Allah di pagi dan petang hari, dia telah menyelesaikan kehidupannya dan habis masa ajalnya, kalian meletakkannya dalam sebuah lubang di perut bumi, kemudian kalian meninggalkannya tanpa alas dan tanpa tikar, dia meninggalkan orang-orang yang dia cintai, meninggalkan segala hubungan, dia tinggal di dalam tanah dan menghadapi hisab, dia tergadaikan dengan amal perbuatannya, memerlukan apa yang telah dia lakukan dan tidak memerlukan apa yang dia tinggalkan. Maka bertakwalah kalian kepada Allah sebelum hadirnya kematian dan datang tanda-tandanya.” Kemudian Umar mengangkat ujung kainnya lalu dia menangis sesenggukan dan membuat orang-orang di sekitarnya ikut menangis. (Perjalanan Hidup Khalifah Yang Agung Umar bin ‘Abdul Aziz – Ulama dan Pemimpin yang Adil, hal. 592-593)
Semoga Allah memberikan kemudahan kepada kita untuk memanfaatkan kehidupan di dunia ini dengan sebaik-baiknya, menyiapkan bekal terbaik untuk perjumpaan dengan Allah tabaraka wa ta’ala. Hanya kepada Allah kita memohon hidayah dan taufik.
Baca juga: Apakah “Hijrahku” Jujur Kepada Allah?
—
Diintisarikan dari pengantar Syekh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al- ‘Abbad Al-Badr dalam kitab beliau, Ta’liqat ‘Ala Risalah Wajibuna Nahwa Ma Amaranallahu Bih Lisyakhil Islam Muhammad Bin Abdul Wahhab Rahimahullah dengan penambahan.
Penulis: Annisa Auraliansa
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
- Sahih Tafsir Ibnu Katsir (Terjemahan), Terbitan Pustaka Ibnu Katsir Jakarta
- Fikih Asma’ul Husna, Syekh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr, Terbitan Darus Sunnah Jakarta
- Perjalanan Hidup Khalifah Yang Agung Umar bin ‘Abdul Aziz – Ulama dan Pemimpin yang Adil, Dr. Ali Muhammad Ash Shallabi, Terbitan Darul Haq Jakarta