Berikut lanjutan pembahasan tafsir Surat Al-Fatihah ayat 6-7 yang diambil dari Kitab Taisirul Karimir Rahman Fi Tafsiri Kalamil Mannan yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahaman bin Nashir As-Sa’di rahimahullaahu ta’ala dengan tambahan penjelasan dari kitab tafsir yang lain dan faidah dari Daurah Tafsir Al-Qur’an yang diadakan oleh Ma’had Al-‘Ilmi.
Surat Al-Fatihah Ayat 6
ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus,”(QS. Al-Fatihah: 6)
Kemudian Allah menyampaikan ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ, artinya “Tunjukkan kami dan bimbing kami hidayah dalalah wal irsyad (sama dengan hidayah ilmu) kemudian beri taufik kami (hidayah taufiq) menuju jalan yang lurus”. Berdasarkan Tafsir As-Sa’di, hidayah di sini mencakup dua jenis hidayah yaitu hidayah dalalah wal irsyad dan yang kedua hidayah taufiq.
ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ adalah jalan yang terang yang mengantarkan menuju Allah dan surga Allah. Ringkasnya ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ definisinya adalah معرفة الحق والعمل به (mengetahui kebenaran dan mengamalkannya).
Hidayah itu ada dua macam yaitu hidayah ilaa shirat (hidayah menuju jalan) dan hidayah fii shirat (hidayah di jalan).
- Hidayah ilaa shirat (hidayah menuju jalan) artinya membersamai agama Islam dan meninggalkan agama-agama yang lain. Masuk Islam itu namanya hidayah ilaa shirat.
- Sedangkan hidayah fii shirat (hidayah di jalan) itu mencakup petunjuk semua rincian agama dari sisi ilmu dan amal. Hidayah untuk duduk di majelis ilmu itu hidayah fii shirat. Kemudian hidayah untuk belajar itu hidayah fii shirat. Hidayah duduk di majelis ilmu, untuk mau belajar, mau sungguh-sungguh belajar, untuk diberi kemudahan salat, untuk berpikir, untuk membaca Al-Quran, itu semua bagian dari hidayah fii shirat. Hidayah fii shirat mencakup dua aspek yaitu ‘ilman dan ‘amalan berkaitan dengan semua rincian agama. Maka doa ini adalah termasuk doa yang paling lengkap dan paling bermanfaat bagi hamba. Oleh karena itu wajib bagi manusia untuk berdoa kepada Allah dengannya di setiap rakaat salatnya, karena manusia punya kebutuhan vital dengan doa ini.
Surat Al-Fatihah Ayat 7
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ
“(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”(QS. Al-Fatihah: 7)
ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ itu adalah jalan orang-orang yang Allah beri nikmat, yang mereka ini adalah empat jenis manusia (nabi, sidiq, syuhada, dan salih). ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ itu bukan jalan orang yang dimurkai, yang mengetahui kebenaran namun meninggalkannya seperti Yahudi dan yang lainnya. Bukan pula jalan orang-orang yang meninggalkan kebenaran dalam keadaan tidak tahu dan sesat seperti Nasrani dan misal itu. Karena kebalikan dari shirat adalah ٱلضَّآلِّينَ. Jadi ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ didefinisikan dengan معرفة الحق والعمل به yaitu mengetahui kebenaran, tidak seperti ٱلضَّآلِّينَ . Kemudian setelah mengetahui adalah mengamalkannya, tidak sebagaimana ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ. Penjelasan tambahan dalam kitab Zubdatut Tafsir bi Hamisyi Mushkhafi Al-Madinah An-Nabawiyyah غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ yaitu orang-orang Yahudi. وَلَا الضَّالِّينَ yaitu orang-orang Nasrani. [1]
Surat ini meskipun ringkas, memuat semua yang dimuat oleh surat-surat dalam Al-Qur’an. Surat Al-Fatihah itu memuat tiga jenis tauhid. Tauhid rububiyah ada pada رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ. Tauhid uluhiyyah (mengesakan Allah dalam ibadah) ada pada لله dan إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ. Tauhid asma wa shifat yaitu menetapkan semua sifat sempurna bagi Allah ta’ala yang Dia tetapkan untuk diri-Nya dan ditetapkan oleh rasul-Nya tanpa diingkari, tanpa disamakan dengan makhluk, tanpa diserupakan dengan makhluk. Dalil tauhid asma wa shifat adalah kata-kata الحمد. Karena kalau orang itu memuji, dia akan menyebutkan sifat-sifat bagus dengan menyanjung sifat-sifat sempurna Allah.
Surat Al-Fatihah juga memuat إثبات النبوة (penetapan adanya manusia yang Allah pilih sebagai nabi), dari ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ (tunjukkanlah kepada kami jalan-jalan-Mu yang lurus). Kita tidak akan mengetahui apa yang dimaksud dengan jalan Allah yang lurus, kecuali ada manusia tertentu yang jadi perantara antara Allah dengan hambanya dalam masalah menguraikan dan menjelaskan jalan Allah yang lurus itu yang seperti apa, karena ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ itu tidak mungkin terwujud tanpa ada kerasulan.
Surat Al-Fatihah juga menetapkan adanya balasan amal. Ini ada pada مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ. Bahwasanya balasan itu dengan adil. Surat Al-Fatihah juga memuat إثبات القدر (penetapan dan mengimani takdir serta menetapkan bahasanya hamba itu adalah pelaku yang hakiki). Hamba itu adalah pelaku yang hakiki karena contohnya di sini ada نعبد (kami menyembah) dan نستعين (kami berharap pertolongan). Kegiatan ibadah dinisbatkan kepada manusia, berarti manusialah pelakunya. Namun, ibadah itu sendiri takdir Allah subhanahu wa ta’ala dan di sisi lain manusia itu pelaku yang hakiki. Itu bukan dua hal yang bertentangan, maka Surat Al-Fatihah menunjukkan kalau hamba itu pelaku perbuatan secara hakiki, tidak sebagaimana keyakinan jabariyyah. Demikian juga Surat Al-Fatihah ini menetapkan takdir, tidak sebagaimana keyakinan qadariyah yang mengingkari takdir. Demikian juga Surat Al-Fatihah ini memuat sanggahan untuk semua ahli bidah (semua orang yang sesat), ini diambil dari ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ. Definisi ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ adalah معرفة الحق والعمل به (mengetahui kebenaran kemudian mengamalkannya). Ini satu hal yang tidak ada pada ahlul bid’ah dan ahludh dhalal. Maka semua orang yang sesat itu menyelisihi ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ. Surat Al-Fatihah juga memuat إخلاص الدين (memurnikan agama untuk Allah ta’ala) pada ayat إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ.
Demikian akhir pembahasan Tafsir Surat Al-Fatihah. Semoga dengan mempelajari Tafsir Surat Al-Fatihah ini, kita bisa bertambah imannya bertambah khusyuk dalam shalat karena Surat Al-Fatihah termasuk rukun salat.
Kembali ke bagian 3: Tafsir Surat Al-Fatihah Ayat 3-5 (Seri 3)
—
Penulis: Victa Ryza Catartika
Daftar Pustaka
[1] Al-Asyqar, Muhammad Sulaiman. 1434 H. Zubdatut Tafsir bi Hamisyi Mushkhafi Al Madinah An Nabawiyyah. Beirut: Dar An Nafais.
[2] Munandar, Aris. 2023. Daurah Tafsir Al-Qur’an. Diakses Mei 2023. Diakses dari https://www.youtube.com/live/kx_LAU4PQso?si=N0wouh6lVZ1IXp6O.
[3] As-Sa’di, Abdurrahman bin Nashir. 1423 H. Taisirul Karimir Rahman Fi Tafsiri Kalamil Mannan. Beirut: Muassasah Ar Risalah.
Artikel Muslimah.or.id