5. Boleh membunuh hewan yang mengganggu, seperti anjing buas, serigala, ular, kalajengking, tikus dan lain-lainnya, karena beliau telah bersabda,
أَرْبَعٌ كُلُّهُنَّ فَاسِقٌ يُقْتَلْنَ فِي الْحِلِّ وَالْحَرَمِ الْحِدَأَةُ وَالْغُرَابُ وَالْفَارَةُ وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ
“Ada lima macam hewan fasik (yang mengganggu) yang boleh dibunuh di tanah halal maupun di tanah haram, yaitu; ular, burung gagak yang putih punggung dan perutnya, tikus, anjing buas dan rajawali.” (Diriwayatkan oleh Muslim, no. 1198)
Juga ada hadits shahih yang membolehkan membunuh dan melaknat kalajengking.
6. Boleh memberi wasm (tanda/cap) dengan besi panas pada telinga binatang ternak untuk maslahat, sebab telah diriwayatkan bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa Sallam memberi tanda pada telinga unta sedekah dengan tangan beliau yang mulia. Sedangkan hewan lain selain binatang ternak (unta, kambing dan sapi) tidak boleh diberi tanda, sebab ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam melihat ada seekor keledai yang mukanya diberi tanda beliau bersabda,
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ رَأَيْتُ فِي يَدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمِيسَمَ وَهُوَ يَسِمُ إِبِلَ الصَّدَقَةِ
“Allah mengutuk orang yang memberi tanda pada muka keledai ini.” (Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2117)
7. Mengenal hak Allah pada hewan, yaitu menunaikan zakatnya jika hewan itu tergolong yang wajib dizakati.
8. Tidak boleh sibuk mengurus hewan hingga lupa taat dan dzikir kepada Allah. Sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُلْهِكُمْ اَمْوَالُكُمْ وَلَآ اَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak- anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah.” (Al-Munafiqun: 9).
Rasulullah Shallallahu’alaihi ‘alaihi wa sallam pun telah bersabda berkenaan dengan kuda,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْخَيْلُ لِثَلَاثَةٍ لِرَجُلٍ أَجْرٌ وَلِرَجُلٍ سِتْرٌ وَعَلَى رَجُلٍ وِزْرٌ فَأَمَّا الَّذِي لَهُ أَجْرٌ فَرَجُلٌ رَبَطَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَأَطَالَ فِي مَرْجٍ أَوْ رَوْضَةٍ فَمَا أَصَابَتْ فِي طِيَلِهَا ذَلِكَ مِنْ الْمَرْجِ أَوْ الرَّوْضَةِ كَانَتْ لَهُ حَسَنَاتٍ وَلَوْ أَنَّهَا قَطَعَتْ طِيَلَهَا فَاسْتَنَّتْ شَرَفًا أَوْ شَرَفَيْنِ كَانَتْ أَرْوَاثُهَا وَآثَارُهَا حَسَنَاتٍ لَهُ وَلَوْ أَنَّهَا مَرَّتْ بِنَهَرٍ فَشَرِبَتْ مِنْهُ وَلَمْ يُرِدْ أَنْ يَسْقِيَهَا كَانَ ذَلِكَ حَسَنَاتٍ لَهُ وَرَجُلٌ رَبَطَهَا فَخْرًا وَرِئَاءً وَنِوَاءً لِأَهْلِ الْإِسْلَامِ فَهِيَ وِزْرٌ عَلَى ذَلِكَ
“Kuda itu ada tiga macam: Kuda bagi seseorang menjadi pahala, kuda bagi seseorang menjadi penutup (kebutuhan) dan kuda bagi seseorang menjadi dosa. Adapun kuda yang mendatangkan pahala adalah kuda seseorang yang ia tambat di jalan Allah, ia banyak berdiam di padang rumput atau di kebun. Maka apa saja yang dimakan oleh kuda itu selama diikat di padang rumput atau di kebun itu, maka pemiliknya mendapat pahala-pahala kebajikan. Dan seandainya talinya putus lalu mendaki satu atau dua tempat tinggi, maka jejak dan kotorannya menjadi pahala-pahala kebajikan baginya. Maka dari itu kuda seperti itu menjadi pahala bagi pemiliknya. Kuda yang diikat oleh seseorang karena ingin menjaga kehormatan diri (tidak minta-minta) dan ia tidak lupa akan hak Allah pada leher ataupun punggung kuda itu, maka kuda itu menjadi penutup (kebutuhan) baginya. Dan kuda yang seseorang menambatnya hanya untuk berbangga diri, riya` (pamer) dan memusuhi orang-orang Islam, maka kuda itu mendatangkan dosa baginya.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 2371).
Itulah sederet adab atau etika yang selalu dipelihara oleh seorang Muslim terhadap hewan karena taat kepada Allah dan RasulNya, sebagai pengamalan terhadap ajaran yang diperintahkan oleh Syari’at Islam, Syari’at yang penuh rahmat, dan Syari’at yang sarat dengan kebaikan bagi segenap makhluk, manusia ataupun hewan.
Ditulis ulang dari kitab Minhajul Muslim, Edisi Indonesia Konsep Hidup Ideal Dalam Islam, Penulis Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jaza’iri, Penerjemah Musthofa Aini, Amir Hamzah, Penerbit Darul Haq (halaman 213-215).
السلام عليكم و رحمة الله و بركاته
Mohon penjelasan lebih lanjut di point ke 6, jd yg hanya dibolehkan diberi tanda (dibelakang telinha) adalah hewan ternak unta saja? Atau yg tidak boleh adalah memberinya tanda di bagian wajahnya ustazd? Mohon klarifikasi nya.
جزاكم الله خيرا atas ilmunya