Masa Menyapih Anak
??????????????? ?????????? ?????????????? ?????????? ??????????? ? ?????? ??????? ??? ??????? ???????????? ? ??????? ???????????? ????? ??????????? ??????????????? ?????????????? ? ??? ????????? ?????? ?????? ????????? ? ??? ????????? ?????????? ??????????? ????? ????????? ?????? ??????????? ? ??????? ?????????? ?????? ??????? ? ?????? ???????? ???????? ??? ??????? ?????????? ??????????? ????? ??????? ??????????? ? ?????? ?????????? ??? ???????????????? ????????????? ????? ??????? ?????????? ????? ?????????? ????? ?????????? ?????????????? ? ??????????? ??????? ????????????? ????? ??????? ????? ??????????? ???????
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut …. “ (QS. Al-Baqarah: 233)
Ayat ini mengandung beberapa hukum:
Pertama: masa menyusui yang sempurna adalah dua tahun. Hal itu menjadi hak seorang anak jika dia membutuhkannya dan belum bisa lepas darinya. Penyebutan ?????????? (dua tahun) yang diperkuat dengan kalimat ?????????? (penuh atau sempurna keduanya) bertujuan agar lafazh ?????????? tersebut tidak dipahami satu tahun atau lebih dari dua tahun.
Kedua: apabila kedua orang tua ingin menyapih anaknya sebelum masa itu dengan kerelaan keduanya dan setelah dilakukan musyawarah di samping hal itu tidak membahayakan si anak-maka keduanya boleh melakukannya.
Ketiga: jika seorang bapak menginginkan anaknya disusui oleh wanita lain selain ibunya, maka hal itu boleh dilakukan walaupun si ibu menolak. Kecuali jika hal tersebut akan membawa keburukan bagi si ibu atau anaknya, maka hal itu tidak diperkenankan, dan si ibu pun boleh melanjutkan menyusuinya hingga jangka dua tahun atau lebih.
Waktu menyapih yang paling baik yaitu pada saat kondisi cuaca stabil, tidak terlalu panas atau terlalu dingin. Gigi dan gerahamnya pun sudah tumbuh dengan sempurna sehingga mampu untuk memotong dan menghancurkan makanan. Maka, ketika itulah menyapihnya lebih baik baginya.
Pertengahan musim gugur lebih tepat bagi seorang ibu melakukan penyapihan daripada pertengahan musim semi. Karena, pada musim gugur si anak akan menghadapi musim dingin yang menusuk. Pada waktu itu, suhu tabiatnya mulai tumbuh dan berkembang, alat pencernaannya bertambah kuat, begitu pula dengan selera makannya.
1. Bertahap dalam menyapih
Seorang ibu yang menyusui-ketika hendak menyapih anaknya- maka sebaiknya dilakukan secara bertahap, sehingga tidak membuat si anak merasa kaget. Bahkan, dalam hal ini hendaknya dilakukan pembiasaan dan pelatihan terlebih dahulu. Ini ditempuh untuk mencegah keburukan yang ditimbulkan karena perubahan kebiasaan secara tiba-tiba.
Sebagaimana dikatakan oleh Buqrath dalam Fushuul-nya: “Penggunaan jumlah yang berlebihan secara tiba-tiba, baik dalam mengisi tubuh ataupun mengosongkannya, memanaskan ataupun mendinginkannya, atau menggerakkannya dengan gerakan yang di luar kebiasaannya-bagaimanapun bentuknya-itu sangat berbahaya bagi seseorang. Karenanya, setiap kali dilakukan dalam kadar yang banyak, hal itu berarti perlawanan terhadap sesuatu yang alami. Sebaliknya, setiap kali dilakukan dalam kadar yang sedikit (secara bertahap) maka hal itu akan lebih terjaga.”
2. Mengontrol makanan
Mengisi perut anak-anak dengan asupan makanan sebanyak mungkin merupakan salah satu cara mengurus anak yang buruk, mereka dipaksa untuk banyak makan dan minum. Sebaliknya, cara yang paling baik yaitu dengan mengontrolnya dari kekosongan makanan dan memberi mereka makanan yang tidak mengenyangkan.
Hal ini bertujuan untuk memperbagus proses pencernaan mereka dan menstablikan cairan di dalam tubuh. Di samping itu juga bertujuan mengurangi sisa-sisa materi yang berlebihan di dalam tubuh. Hal tersebut akan menjadikan fisik mereka sehat dan jarang terkena penyakit, karena sedikitnya zat-zat yang berlebihan di dalam makanan yang mereka konsumsi.
Seorang dokter mengungkapkan: “Saya kagum dengan orang tua yang memberi makan kepada anak-anaknya tidak sampai terlalu kenyang. Hal inilah yang menyebabkan postur tubuh mereka menjadi tinggi, badan mereka seimbang, dan sedikit sekali dari mereka yang ditimpa kazaz (penyakit karena kedinginan), begitu juga dengan panyakit hati dan lainnya.”
Lebih lanjut, sang dokter menerangkan: “Jika Anda menginginkan bentuk fisik bayi yang sempurna dan tidak bungkuk, maka jangan sampai terlalu kenyang saat memberi makan. Karena, seorang bayi yang kekenyangan dan perutnya penuh dengan makanan, dia akan tidur melebihi waktu tidur dan istirahatnya. Di samping itu, dia juga akan mengalami adanya tipuan angin di dalam perutnya, dan udara yang keras.”
3. Meminumkan air dingin
Julinus berkata: “Pada dasarnya, aku tidak melarang anak-anak meminum air dingin, tetapi kebolehan itu berlaku setelah mereka makan dalam berbagai kesempatan, dan pada saat udara panas di musim panas. Itu pun jika kondisi tubuh mereka kuat terhadapnya.”
Menurut saya (Ibnul Qayyim), meminumkan air dingin kepada anak-anak diperkenankan karena tingginya suhu panas yang alami pada tubuh mereka. Meminum air dingin dalam kondisi tersebut tidaklah berbahaya bagi mereka, terutama jika dilakukan setelah makan. Sehingga jelaslah bahwa kesanggupan mereka dari suhu panas itu ada batasannya, sebab mereka masih lemah untuk menahan rasa haus yang disebabkan oleh udara panas yang menyelimuti mereka.
4. Jangan paksa anak berjalan sebelum saatnya
Memaksa anak-anak untuk berjalan sebelum waktunya merupakan salah satu hal yang harus dihindari. Pasalnya, hal ini akan menimbulkan kelainan dan kebengkokan pada pertumbuhan kaki mereka, karena keadaan kaki mereka saat itu masih lemah dan lentur.
Dan, berekstra hati-hatilah agar tidak menahan seorang anak dari segala sesuatu yang dibutuhkannya; misalnya muntah, tidur, makan, minum, bersin, kencing, mengeluarkan darah, dan lain sebagainya. Karena, menahan ini semua dapat berdampak buruk bagi kesehatan anak dan juga orang dewasa. Wallaahu a’lam.
5. Membangun karakter baik anak
Seorang anak sangat membutuhkan perhatian ekstra dalam masa perkembangan akhlaknya. Ia akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan pembiasaan diri dari orang yang mendidiknya pada waktu kecil; seperti dalam hal tempramental, kemarahan, kekerasan watak, tergesa-gesa, gemar mengikuti hawa nafsu, lemah ingatan dan kerakusan, sehingga sangat sulit baginya untuk menghilangkan sifat-sifat tersebut ketika dia sudah dewasa. Dan, akhlak-akhlak ini akan menjadi karakter dan kebiasaan yang akan mengakar kuat pada dirinya. Karenanya, meskipun si anak amat berhati-hati untuk mengendalikan sifat tersebut, namun sifat itu tetap akan mempengaruhinya suatu hari nanti.
Anda melihat banyak orang yang akhlaknya rusak dan menyimpang, dan itu disebabkan oleh pengaruh dari pendidikan yang didapatkan pada masa pertumbuhannya. Oleh karena itu, seorang anak setelah berakal hendaklah menjauhi tempat-tempat permainan, kebatilan, dan nyanyian. Ia juga hendaknya menghindarkan diri dari mendengarkan kata-kata yang kotor, bid’ah-bid’ah, dan perkataan-perkataan buruk lainnya. Sebab, jika hal tersebut sudah melekat pada pendengaran dan perbuatan si anak, maka tidaklah mudah untuk meninggalkannya ketika dewasa kelak. Bahkan walinya pun merasa kewalahan untuk membebaskannya dari kebiasaan buruk tersebut.
Mengubah kebiasaan merupakan pekerjaan yang sulit dan berat. Pelakunya harus memperbaharui tabiatnya terlebih dahulu untuk mengubahnya menjadi tabiat yang kedua. Sebab, untuk keluar dari kebiasaan yang sudah menjadi tabiat sangat sulit untuk dilakukan.
Karenanya, sangat dianjurkan bagi orang tua untuk menjauhkan anaknya dari kebiasaan mengambil sesuatu dari orang lain. Pasalnya, kalau ia telah terbiasa mengambil sesuatu dari orang lain, maka hal itu akan menjadi tabiatnya. Akibatnya, anak akan tumbuh dengan kebiasaan ‘mengambil’ bukan ‘memberi’. Oleh sebab itu, anak harus dibiasakan memiliki sifat dermawan dan suka memberi. Ketika orang tua ingin memberikan sesuatu kepada orang lain, lebih baik jika diberikan terlebih dahulu ke tangan si anak untuk selanjutnya diberikan kepada orang yang dimaksud. Tujuannya, supaya anak juga merasakan nikmatnya memberi.
Menjauhkan anak dari kebiasaan berbohong dan berkhianat itu lebih utama daripada menjauhkannya dari racun yang mematikan. Sebab, ketika ia telah terbiasa berbohong dan berkhianat, maka akan hancurlah kebahagiaannya di dunia dan akhirat, serta dia pun akan terhalang dari berbagai macam kebaikan.
Selanjutnya, seorang anak hendaknya dijauhkan dari sifat malas, suka menganggur, acuh tak acuh, dan gemar bersantai. Kemudian ditanamkan padanya sifat-sifat yang merupakan kebalikan dari itu semua. Sehingga ia tidak merasa nyaman kecuali ketika dirinya dan anggota badannya sibuk dengan kegiatan. Sifat malas dan suka menganggur akan berakibat buruk dan membawa kepada penyesalan. Sebaliknya, kesungguhan dan keletihan dengan banyaknya kegiatan akan menghasilkan pencapaian yang baik di dunia maupun di akhirat, bahkan keduanya.
Manusia yang paling tentram dan nyaman adalah mereka yang terbiasa letih. Sebaliknya manusia yang paling susah adalah mereka yang terlalu banyak menganggur. Kejayaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat tidak akan dicapai kecuali dengan melewati sebuah jembatan berupa keletihan.
Yahya bin Abu Katsir berkata: “Ilmu tidak akan diperoleh dengan tubuh yang berleha-leha (santai)”.
Di samping itu, seorang anak juga dibiasakan untuk selalu memperhatikan sepertiga akhir malam; waktu di mana ghanimah-ghanimah dibagikan dan hadiah-hadiah diberikan. Pada waktu itu, ada orang yang mendapatkan sedikit, ada yang banyak, dan ada pula yang tidak memperoleh apa-apa. Apabila bangun malam dan mengisinya dengan ibadah itu sudah menjadi kebiasaannya ketika kecil, maka akan lebih mudah baginya untuk mengerjakannya ketika besar nanti.
Ditulis ulang dari buku Hanya Untukmu Anakku, terj. Tuhfatul Mauduud bi Akhkaamil Mauluud, karya Ibnul Qayyim Al Jauziyah, cetakan ke 1 (hal. 439-448), Pustaka Imam Asy Syafi’i-Jakarta: