Pengobatan sihir dinamakan nusyrah. Pada masa Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam istilah nusyrah lebih dikenal dengan pengobatan sihir dengan metode sihir pula. Sehingga Nabi shalallahu’alaihi wa sallam melarangnya secara mutlak. Akan tetapi dalam perkembangannya, istilah nusyrah itu mencakup tiga keadaan, yaitu:
1. Nusyrah (pengobatan sihir) dengan menggunakan sihir.
Hukumnya adalah sebagaimana hukum sihir. Jabir radhiyallahu’anhu menuturkan bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam ketika ditanya tentang nusyrah, beliau shalallahu’alaihi wa sallam menjawab,
???? ???? ?????? ????????????
“Hal itu termasuk perbuatan setan“.
(HR. Ahmad di dalam Al Musnad (III/294); Abu Dawud (3868) dalam Kitabut Thibb, Bab “Tentang Nusyrah”, dan dinilai hasan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar di dalam Al-Fath, X/233.)
Diriwayatkan juga dari Hasan Al-Bashri rahimahullah, bahwa beliau berkata, “Tidak ada yang dapat melepaskan pengaruh sihir kecuali seorang tukang sihir pula.”
2. Nusyrah (pengobatan sihir) dengan menggunakan ruqyah yang syar’i.
Hukumnya pengobatan sihir seperti ini adalah boleh. Karena Nabi shalallahu’alaihi wa sallam ketika tersihir juga diobati dengan cara di-ruqyah. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir surat Al-Falaq dan An-Naas.)
Qatadah rahimahullah menuturkan, “Aku bertanya kepada Ibnul Musayyib, ‘Seseorang yang terkena sihir atau diguna-guna sehingga tidak dapat menggauli istrinya, apakah ia boleh disembuhkan dengan nusyrah atau dengan cara lain?’ la menjawab, ‘Tidak apa-apa hukumnya, karena yang mereka inginkan hanyalah kebaikan untuk menolak mudharat, sedangkan sesuatu yang bermanfaat itu tidaklah dilarang’”.
3. Nusyrah (pengobatan sihir) dengan menggunakan sesuatu yang belum jelas hukumnya.
Jenis yang ke tiga ini hukumnya boleh. (Lihat Al-Qaulu Mufid, II/69-70 dan At-Tamhid, hal. 327-332). Pendapat Ibnul Musayyib di atas bisa dimasukkan dalam jenis yang ke tiga ini. Karena sesuatu ya jelas bermanfaat tidak bisa dibatalkan dengan sesuatu yang belum jelas madharat-nya.
Ibnul Qoyyim menjelaskan: “Nusyrah adalah penyembuhan terhadap seseorang yang terkena sihir. Caranya ada dua macam:
Pertama: dengan menggunakan sihir pula, dan inilah yang perbuatan syetan. Dan pendapat Al Hasan di atas termasuk dalam kategori ini, karena masing-masing dari orang yang menyembuhkan dan orang yang disembuhkan mengadakan pendekatan kepada syetan dengan apa yang diinginkannya, sehingga dengan demikian perbuatan itu gagal memberi pengaruh terhadap orang yang terkena sihir itu.
Kedua: Penyembuhan dengan menggunakan Ruqyah dan ayat-ayat berisikan minta perlindungan kepada Allah, juga dengan obat-obatan dan doa-doa yang diperbolehkan. Cara ini hukumnya boleh.”
***
Ditulis ulang dari buku Mutiara Faidah Kitab Tauhid, karya Abu Isa Abdullah bin Salam, cetakan ke 4 (hal. 181 – 183), Pustaka Muslim-Yogyakarta: 2011