Muslimah.or.id
Donasi Muslimah.or.id
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Penyejuk Jiwa
  • Fikih dan Muamalah
  • Keluarga
  • Kisah
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Penyejuk Jiwa
  • Fikih dan Muamalah
  • Keluarga
  • Kisah
No Result
View All Result
Muslimah.or.id
No Result
View All Result
Donasi Muslimah.or.id Donasi Muslimah.or.id

Pernak Pernik Seputar Puasa

Ummu Ziyad oleh Ummu Ziyad
5 Maret 2015
Waktu Baca: 5 menit
20
2
SHARES
10
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Penulis: Ummu Ziyad
Muroja’ah: Ust. Aris Munandar

Mulai dan Berakhirnya Bulan Ramadhan

Beberapa tahun terakhir ini, kita merasakan bahwa kaum muslimin di Indonesia memulai dan mengakhiri bulan Ramadhan tidak secara bersamaan.

Majelis ilmu di bulan ramadan

Tahukah engkau wahai saudariku, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai dan mengakhiri puasanya dengan berpedoman dengan melihat hilal. Bila hilal tidak terlihat pun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah memberitahukan alternatif cara, yaitu dengan cara menggenapkan bulan Sya’ban menjadi 30. Begitu pula dengan masuknya bulan Syawal. Maka metode baru, yaitu menentukan masuknya bulan Ramadhan dan Syawal dengan hisab (kalender)  tidak dapat dibenarkan karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan penjelasan yang sempurna tentang bagaimana menentukan masuk dan berakhirnya bulan Ramadhan.


Penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut ada pada hadis berikut ini:

“Jika kalian melihat bulan maka berpuasalah, jika kalian melihatnya maka berbukalah, dan jika bulan itu terhalang dari pandangan kalian maka sempurnakan hitungan (Sya’ban) tigapuluh hari.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Alhamdulillah pemerintah kita (Indonesia) dalam menetapkan awal dan berakhirnya Ramadhan dengan metode melihat hilal. Maka turutlah berpuasa dan mengakhiri bulan Ramadhan bersama pemerintah, karena “Puasa itu hari manusia berpuasa dan hari raya itu hari manusia berhari raya.” (HR. Tirmidzi)

Niat Puasa

Nawaituu….shauma ghodiinn… dst. Itulah niat puasa Ramadhan yang biasa dilafalkan setelah selesai shalat tarawih dan witir. Mungkin mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan dari Hafshoh bahwa Rasulullah bersabda,  “Barangsiapa yang tidak meniatkan puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Tirmidzi & Ahmad, dishahihkan oleh al Albani dalam al Irwa’)

Tahukah engkau saudariku, hadits tersebut memang shahih. Tetapi penerapannya ternyata tidak sebagaimana yang dikerjakan oleh masyarakat sekarang ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melafalkan niat beribadah seperti shalat, puasa dan lainnya. Karena niat adanya di dalam hati. Maka cukupkan niatmu untuk berpuasa di dalam hati.

Imsak

Imsak adalah bahasa arab yang berarti “Tahanlah”. Lafal ini biasa dikumandangkan di masjid-masjid sekitar 10 menit sebelum adzan subuh di bulan Ramadhan (bahkan jadwalnya pun biasa beredar dan ditempel di rumah-rumah penduduk). Maksudnya dikumandangkannya lafal imsak ini adalah agar orang-orang mulai menahan diri dari makan dan minum sejak dikumandangkannya pengumuman tersebut.

Tahukah engkau wahai saudariku, ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengajarkan dan memberitahukan cara seperti ini. Bahkan sebaliknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa sahur sesaat sebelum terbit fajar. Karena yang menjadi ukuran dimulainya puasa adalah saat terbit fajar. Seperti diceritakan oleh Anas radhiallahu’anhu, ia diceritakan oleh Zaid bin Tsabit radhiallahu’anhu seperti ini,

“Kami makan sahur bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau shalat.”
Kemudian Anas pun bertanya kepada Zaid, “Berapa lama antara iqomah dan sahur?”
Zaid menjawab, “Kira-kira 50 ayat membaca Al-Qur’an.” (HR. Bukhari)

Sayangnya yang terjadi, saat-saat setelah imsak biasanya juga melalaikan manusia dari ibadah wajib setelah itu, yaitu shalat subuh. Bagaimana tidak, dalam keadaan terkantuk-kantuk sahur, kemudian harus menunggu sekitar 10 menit untuk ibadah shalat. Alih-alih ternyata 10 menit itu dipergunakan untuk tidur sesaat, dan akhirnya membuat seseorang terlambat shalat subuh. Sungguh, memang sesuatu yang tidak diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, walaupun terdapat kebaikan di dalamnya, tetap mengandung keburukan yang lebih banyak.

Do’a Berbuka

Di berbagai media elektronik, sering diputar lafal do’a ini sesaat setelah adzan Maghrib dikumandangkan. “Allahumma… lakasumtu… wa bika aamantu wa ‘ala rizqika afthortu… dst.” Tahukah engkau wahai saudariku, ternyata bukan itu lafal do’a berbuka puasa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Do’a berbuka puasa yang shohih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah:

ذهَبَ الظَّمَأُ وَ ابْتَلَّتِ الْعُرُقُ وَ ثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَا اللّهَ

“Telah hilang rasa dahaga, telah basah kerongkongan dan mendapat pahala insya Allah.” (HR. Abu Dawud)

Ayo hafalkan sejenak. Supaya bertambah pahala yang kita dapatkan setelah berpuasa seharian karena berdo’a dengan do’a yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Bid’ah Tarawih??!

Ada sebagian orang yang sangat senang melakukan ibadah, namun kurang memperhatikan kebenaran dalil-dalil ibadah tersebut, atau bahkan tidak mengetahui sama sekali dalil ibadah tersebut. Biasanya, jawabannya  ini adalah bid’ah hasanah. Tahukah engkau saudariku, tarawih bukan termasuk bid’ah dan tidak tepat dijadikan alasan pembenaran bagi orang yang melakukan ibadah baru dalam agama. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah melakukan tarawih bersama para sahabatnya ketika beliau masih hidup. Beginilah dikisahkan oleh ibunda kita tercinta Aisyah radhiallahu’anha,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu malam keluar dan shalat di masjid (pada bulan Ramadhan-pen). Orang-orang pun ikut shalat bersamanya. Dan mereka memperbincangkan shalat tersebut, hingga berkumpullah banyak orang. Ketika beliau shalat, mereka pun ikut shalat bersamanya, mereka memperbincangkan lagi, hingga bertambah banyaklah penghuni masjid pada malam ketiga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dan shalat, ketika malam keempat, masjid tidak mampu menampung jama’ah, hingga beliau hanya keluar untuk melakukan shalat subuh. Setelah selesai shalat (subuh), beliau menghadap manusia dan bersyahadat kemudian bersabda, ‘Amma ba’du. Sesungguhnya aku mengetahui perbuatan kalian semalam, namun aku khawatir diwajibkan atas kalian (shalat tarawih tersebut-pen), hingga kalian tidak mampu mengamalkannya’.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Begitulah belas kasih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya. Karena ketika beliau hidup, wahyu masih turun, maka beliau khawatir jika akhirnya shalat tarawih pada bulan Ramadhan itu diwajibkan bagi umatnya. Dan beliau khawatir hal tersebut tidak sanggup dijalankan oleh umatnya. Dari hadits ini, maka jelas tarawih merupakan sunnah yang telah diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena 3 alasan:

  1. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat tersebut selama 4 hari, walau akhirnya ditinggalkan dengan sebab yang telah disebutkan di atas. (Berarti ini termasuk sunnah fi’liyah – perbuatan nabi shallallahu’alaihi wa sallam-)
  2. Nabi menyatakan bahwa, “Barangsiapa yang mengikuti shalat bersama imam hingga selesai, maka Allah catat untuknya pahala shalat semalam suntuk.” (HR, Ahmad dishahihkan oleh Syaikh Al-Bani). Berarti tarawih juga termasuk sunnah qauliyah – perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).
  3. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendiamkan (yang diamnya ini berarti menyetujui) dengan perbuatan para sahabat yang melakukan shalat tarawih berjama’ah.

Antara 11 dan 23?

Jumlah raka’at shalat tarawih di berbagai ma sjid biasanya berbeda-beda, dan yang masyhur di negara kita kalau  tidak 11 raka’at maka biasanya 23 raka’at. Lalu, yang mana yang benar ya?

Tahukah engkau saudariku, berdasarkan hadits yang diriwayatkan ibunda Aisyah radhiallahu ‘anha, ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah shalat malam melebihi 11 raka’at. Namun, berdasarkan penjelasan ulama, maksud hadits ini bukanlah pembatasan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya shalat malam sebanyak 11 raka’at saja. Karena terdapat riwayat shahih lainnya yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat malam sebanyak 13 raka’at. Jadi, maksud perkataan Aisyah radhiallahu ‘anha adalah yang biasa dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah shalat malam tidak lebih dari 11 raka’at.

Nah, bukan berarti menjalankan shalat tarawih sebanyak 23 raka’at adalah kesalahan lho. Karena di hadits yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa, “Barangsiapa yang mengikuti shalat bersama imam hingga selesai, maka Allah catat untuknya pahala shalat semalam suntuk.” (HR, Ahmad)

Dan hadits tentang shalat malam, “Shalat malam itu dengan salam setiap dua raka’at. Jika salah seorang dari kalian takut kedatangan subuh, maka hendaklah ia shalat satu raka’at sebagai witir untuk shalat yang telah ia lakukan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kesimpulannya, jika engkau memilih shalat di masjid (dengan menjaga kaidah-kaidah perginya wanita ke masjid) dan mendapati di masjid tersebut biasa menjalankan shalat tarawih sebanyak 23 raka’at dengan tenang, maka engkau tidak perlu berhenti pulang setelah mendapati 8 raka’at. Ataupun jika shalat sendirian juga tidak mengapa jika ingin memperbanyak shalat 23 raka’at, 39 raka’at atau 41 raka’at. Namun, yang lebih utama adalah melakukannya sebanyak 11 raka’at sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan. Wallahu a’lam bi shawab.

Maraji’:

  1. Majalah Al Furqon Edisi 2 tahun II
  2. Majalah Al Furqon Edisi 1 tahun VII
  3. Kajian 4 Ramadhan 1429 H, kitab Majalis Syahri Ramadhan karya Syaikh Ibn Utsaimin oleh Ust. Aris Munandar
  4. Tahajud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Sa’id bin’Ali bin Wahf a-Qathani. Media Hidayah cetakan ke-3
  5. Sifat Puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Syaih Salim bin Ied al-Hilaly & Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid. al-Mubarok cetakan ke-4

***

Artikel www.muslimah.or.id

Tags: PuasaRamadhan dan Ied
SEMARAK RAMADHAN YPIA
Ummu Ziyad

Ummu Ziyad

Alumni Ma'had Al Ilmi Yogyakarta, Desainer Grafis Yufid.com

Artikel Terkait

Apakah Orang Tua Boleh Mengambil THR Anak?

Apakah Orang Tua Boleh Mengambil THR Anak?

oleh Ustadz Yulian Purnama
21 Oktober 2022
2

Syaikh As Sa'di rahimahullah menjelaskan: “Seorang ayah boleh mengambil harta anaknya semaunya, selama tidak membahayakan anaknya, dan tidak untuk diberikan...

Buka Puasa Dengan Kurma Yang Ganjil?

Buka Puasa Dengan Kurma Yang Ganjil?

oleh Ustadz Yulian Purnama
3 April 2022
0

Nabi Shallallahu’alahi wa sallam biasanya tidak keluar pada hari Idul Fitri hingga makan kurma terlebih dahulu, dan beliau makan kurma...

Hukum Nikah Beda Agama

Hukum Nikah Beda Agama

oleh Ustadz Yulian Purnama
30 Agustus 2022
0

“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita...

Artikel Selanjutnya

Fatwa Ramadhan untuk Muslimah: Memakai Obat Pencegah Haid

Komentar 20

  1. Irnawansyah Bone says:
    15 tahun yang lalu

    MaasyaaALLAH, teruslah berjuang para pejuang ALLAH,,,
    Ummat menanti kedatangan para du’at yg berdakwah di atas manhaj salafush shalih…

    Balas
  2. umi says:
    15 tahun yang lalu

    assalaamu’alaikum

    afwan ana mau tanya. penting tolong di jawab ya.

    1. apa hukum mengikuti audisi film2 dan reality show?
    2. apa hukum mendapat penghasilan dan hadiah dari acara tersebut?
    3. ana punya temen likhwan dia ikut sebuah acara yang di dalamnya ada test kelamin yaitu memperlihatkan kelamin ke para juri untuk di nilai. apakah ini haram?
    tapi temen ana dapat hadiah berupa benda dan uang apakah hukum hadiahnya jadi haram kalo ternyata di dalam acara tersebut ada perkara haram?trus apakah hadiah uang tersebut boleh digunakan untuk kebutuhan hidup?
    4. bagaimana menasehati ikhwan2 dan akhwat2 yang algi gemar mengejar syhwat popularitas dan syahwat harta tapi mereka merasa itu hal yang baik atau wajar2 aja?

    ana tunggu jawabannya. jazakillah

    Balas
  3. cacaandika says:
    15 tahun yang lalu

    gimana ya kalo lapaz aslinya juga ditampilkan,,,soalnya banyak perbedaanya kalo hanya bahasa indonesianya saja, siapa yang bisa bantu ya,,,tolong,,,,,,,

    Balas
  4. salam says:
    14 tahun yang lalu

    Penting untuk diketahui bahwa berdasarkan hadits shohih Rasulullah Saw yang memerintahkan umat Islam untuk berhari raya bersama mayoritas jamaah, maka seharusnya umat Islam di Indonesia berhari raya berdasar hasil rukyah MUI yang kemudian ditetapkan pemerintah, karena itu keputusan yang diterapkan untuk mayoritas jamaah di Indonesia. Demikian wallohu’alam

    Balas
  5. hanifah says:
    14 tahun yang lalu

    barokalllahufik

    Balas
  6. Sitha says:
    14 tahun yang lalu

    Assalamualaikum Wr. Wb.
    Benarkah kalau kita tidak mengganti puasa yang kita tinggalkan, maka tahun depan jumlah yang harus kita ganti akan dua kali lipat jumlahnya. Misalnya tahun ini saya tidak puasa selam tujuh hari karena halangan. terus kalau sampai tahun depan saya belum sempat menggantinya maka saya harus menggantinya dua kali lipat (14 hari). Mohon pencerahannya.

    Balas
  7. asy sYifa says:
    14 tahun yang lalu

    Ukhty Sitha…
    seseorang yg belum mengqodho hutang puasa ramadhan, sedangkan ia telah masuk ramadhan berikutnya… qodhonya BUKAN dg dua kali lipat hutangnya

    ada dua kondisi:
    1. Apabila hal tersebut dilakukan tanpa udzur syari (misal: karena sakit atau karena safar/ bepergian), wajib baginya untuk mengqodho puasa (sesuai jumlah hari hutang puasa), disertai memberi makan satu orang miskin tiap hari (sesuai jumlah hutang puasa). Ukuran makanan yg diberikan adlh 1 sho (klo tidak salah 1,5 kg. Mohon diralat jika saya salah). Yg diberikan adlh makanan pokok yg sesuai dg daerahnya, misal beras, gandum, dll. Makanan diberikan pd fakir miskin disekitarnya, meski cm satu org.

    2. Adapun, jika karena udzur syari, kewajibannya adlh mengqodho sesuai jumlah hutang puasanya, tanpa perlu memberi makan orang miskin.

    Jadi, BUKAN dg mengganti dua kali lipat jumlah hutang puasanya. Perintah semacam ini tidak ada di dalam syariat.

    dan jangan lupa… utk memohon ampun pada Allah atas kelalaiannya dlm mengqodho hutang puasa ramadhan

    Wallohu Taala alam

    Balas
  8. Sitha says:
    14 tahun yang lalu

    Syukron ukhty…
    Ukhty. saya meninggalkan puasa bukan karena kedua sebab yang ukhti sebutkan tadi, dan saya sangat malu pada Allah dan ukhty.
    Terus terang, semenjak memasuki akil baligh saya tidak pernah diajarkan untuk mengqodho puasa ramadhan. Selama itu jugalah saya lalai dari mengqodho puasa, sampai-sampai saya tidak tahu lagi berapa jumlah puasa ramadhan yang telah saya tinggalkan.
    Ukhty apa yang harus saya lakukan …..

    Balas
  9. Masrufin says:
    14 tahun yang lalu

    Jadi yg sudah berlaku dosanya bisa hilang jika bertaubat kepada Alloh dan yg akan datang di perbaiki

    Balas
  10. bintu muhamad says:
    14 tahun yang lalu

    Bismillah

    Menambah penjelasan Ukht asy SYifa:
    Jika menunda qodho puasa karena udzur syar’i, seperti sakit atau wanita hamil dan sedang menyusui, kewajiban si pelaku adalah mengqodho puasa yang ditinggalkannya. Namun jika dia tidak mampu untuk mengqodho sejumlah puasa yang telah ditinggalkannya tersebut (karena udzur yang syar’i pula), maka dia tidak memiliki kewajiban untuk mengqodho puasanya. Dan dia dapat mengganti kewajiban qodho tersebut dengan memberi makan seorang fakir miskin sejumlah 1 sho’ (sekitar 1,5 kg) sesuai dengan jumlah hari yang ditinggalkannya.
    Wallahu a’lam

    Ukhti Sitha…
    Alhamdulillah, jika anti sudah mengetahui kesalahan anti. Dan segeralah bertaubat kepada Allah al-Ghafur. Insya Allah, Dia akan mengampuni dosa hamba-Nya selama hamba-Nya tidak menyekutukan-Nya.
    Untuk masalah qodho puasa yang telah lama anti lalaikan, anti tetap wajib menggantinya. Namun, untuk mengqodhonya, anti harus pastikan terlebih dulu jumlah hari yang telah anti tinggalkan. Jika anti ragu, anti bisa memperkirakannya, sesuai dengan jumlah Ramadhan yang telah anti lalui.
    Wallahu a’lam

    @Masrufin:
    Maksudnya adalah, dosa seseorang (insya Allah) bisa hilang dengan bertaubat kepada Allah al-Ghafurut Tawwab, kecuali para pelaku syirik (musyrikin). Sesuai dengan firman-Nya:

    “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. an-Nisaa’: 48)
    Wallahu a’lam

    Balas
  11. bintu muhamad says:
    14 tahun yang lalu

    Bismillah

    Menambah penjelasan Ukht asy SYifa:
    Jika menunda qodho puasa karena udzur syari, seperti sakit atau wanita hamil dan sedang menyusui, kewajiban si pelaku adalah mengqodho puasa yang ditinggalkannya. Namun jika dia tidak mampu untuk mengqodho sejumlah puasa yang telah ditinggalkannya tersebut (karena udzur yang syari pula), maka dia tidak memiliki kewajiban untuk mengqodho puasanya. Dan dia dapat mengganti kewajiban qodho tersebut dengan memberi makan seorang fakir miskin sejumlah 1/2 sho (sekitar 1,5 kg) sesuai dengan jumlah hari yang ditinggalkannya.
    Wallahu alam

    Ukhti Sitha
    Alhamdulillah, jika anti sudah mengetahui kesalahan anti. Dan segeralah bertaubat kepada Allah al-Ghafur. Insya Allah, Dia akan mengampuni dosa hamba-Nya selama hamba-Nya tidak menyekutukan-Nya.
    Untuk masalah qodho puasa yang telah lama anti lalaikan, anti tetap wajib menggantinya. Namun, untuk mengqodhonya, anti harus pastikan terlebih dulu jumlah hari yang telah anti tinggalkan. Jika anti ragu, anti bisa memperkirakannya, sesuai dengan jumlah Ramadhan yang telah anti lalui.
    Wallahu alam

    @Masrufin:
    Maksudnya adalah, dosa seseorang (insya Allah) bisa hilang dengan bertaubat kepada Allah al-Ghafurut Tawwab, kecuali para pelaku syirik (musyrikin). Sesuai dengan firman-Nya:

    Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (QS. an-Nisaa: 48)
    Wallahu alam

    Balas
  12. Shalih says:
    14 tahun yang lalu

    Ukhti,

    “Maksudnya adalah, dosa seseorang (insya Allah) bisa hilang dengan bertaubat kepada Allah al-Ghafurut Tawwab, kecuali para pelaku syirik (musyrikin)…”
    Perlu diperjelas mungkin.

    Apakah orang yang berbuat syirik tidak bisa hilang dosa kesyirikannya jika dia bertaubat (dengan taubat nasuha) sebelum penghalang taubat itu ada (meninggal dan yang lainnya)?

    Balas
  13. Sitha says:
    14 tahun yang lalu

    syukron
    barokallahufik

    Balas
  14. bintu muhamad says:
    14 tahun yang lalu

    Maksudnya adalah, dosa seseorang (insya Allah) bisa hilang dengan bertaubat kepada Allah al-Ghafurut Tawwab, kecuali para pelaku syirik (musyrikin) yang meninggal dalam kesyirikannya itu.

    Jazakallahu khoyron atas koreksinya.

    Balas
  15. Dian Hardjanti says:
    14 tahun yang lalu

    ana punya anak-anak yg masih balita, yg agak sulit ditinggalkan utk sholat tarawih di masjid, apa boleh ana tarawihnya dirumah dan pada jam2 setelah lewat tengah malam?, di masjid dekat rumah ana, sholat tarawihnya setelah rokaat yg ke-8 sebelum witir selalu diselingi ceramah yg cukup lama, apa boleh ana pulang dan melanjutkan witrnya dirumah.
    Jazzakallah khairan

    Balas
  16. ayyasi says:
    14 tahun yang lalu

    artikel yang bagus, tapi doa berbuka puasanya ga keliatan. klo bayar puasanya di tahun berikutnya (bukan di tahun yang sama pas kita puasa) hrs mengganti puasa dan menqodhonya ya?

    Balas
  17. www.muslimah.or.id says:
    14 tahun yang lalu

    #ayyasi: alhamdulillah tulisan arab pada artikel ini sudah kami perjelas.

    Mengqodho itu adalah mengganti ibadah yang tertinggal dengan ibadah yang sama di waktu yang berbeda.

    Tentang qodho puasa bisa ukhti baca pada artikel ini.

    Balas
  18. www.muslimah.or.id says:
    14 tahun yang lalu

    #Dian Hardjanti:

    Jika ukhti shalat di masjid, lebih utama adalah mengikuti shalat bersama imam sampai selesai. Namun untuk wanita lebih utama bila wanita shalat di rumahnya dan lebih utama lagi bila sahlat di kamarnya.

    Balas
  19. Aisyah says:
    13 tahun yang lalu

    Kalau sudah sholat tarawih sampai dengan witir apakah masih boleh sholat tahajut pada malam yang sama?
    Jazakumulloh khoiron.

    Balas
  20. Kumpulan Artikel says:
    12 tahun yang lalu

    subhanalla uztad saya sangat terabantu dengan artikel ini sangat bermamfaat bagi kita semua apa lagi yang awam masih

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Donasi Muslimah.or.id Donasi Muslimah.or.id Donasi Muslimah.or.id
Muslimah.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslim.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslimah.or.id - Meraih Kebahagiaan Muslimah di Atas Jalan Salaful Ummah.

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Penyejuk Jiwa
  • Fikih dan Muamalah
  • Keluarga
  • Kisah

© 2023 Muslimah.or.id - Meraih Kebahagiaan Muslimah di Atas Jalan Salaful Ummah.