Iman merupakan modal dasar utama bagi seorang mukmin yang diperintahkan agar dapat menjalani kehidupan sebagaimana yang diperintahkan syariat Islam. Seiring bergulirnya waktu dengan berbagai subhat dan sahwat yang menerpa seringkali kadar keimanan mengalami surut.
Imam Al-Auza’i ditanya tentang iman, apakah iman bisa bertambah? Beliau menjawab: “Ya, sampai membesar seperti gunung”. Beliau ditanya lagi, apakah iman bisa berkurang? Beliau menjawab: “Ya, sampai tidak tersisa sedikitpun” (Diriwayatkan oleh Al Lalika’i dalam Syarah Ushul I’tiqad, 5/959).
Imam Ahmad bin Hanbal ditanya tentang hal serupa dan menjawab: “Iman bertambah sampai mencapai lebih tinggi dari langit yang tujuh, dan berkurang sampai menjadi paling rendah dari bumi yang ketujuh” (Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam Thabaqatul Hanabilah, 1/259).
Iman kepada Allah ‘Azza wa Jalla bertambah tatkala seorang hamba senantiasa dalam ketaatan pada Rabb semesta alam dan berkurang kadarnya ketika ia sedang lemah imannya, malas ibadahnya, dan berbagai maksiat yang dilakukannya.
Bagaimana agar pohon iman di dada semakin kokoh dan tegar bahkan kian bersemi di hati?
Memahami hakikat tauhid
Senantiasa mengkaji dan mempelajari aqidah shahihah sebagaimana perintah Islam agar iman atau keyakinannya semakin mantap di atas ilmu yang benar.
Hakekat tauhid adalah: “Menetapkan dengan hati dan lisan bahwa Allah Ta’ala adalah Rabb segala sesuatu dan penguasanya, apa yang dikendaki-Nya akan terwujud dan apa yang tidak dikehendaki tidak akan terwujud dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, bagi-Nya nama-nama yang bagus dan sifat-sifat yang tinggi dan mulia, Dialah sesembahan yang haq untuk disembah. Bukan yang selain-Nya dan tidak ada Rabb selain-Nya, dan mengesakan kepada-Nya dalam semua peribadatan dan amalan” (Sabilul Huda Wa Rasyad, DR. Muhammad bin Abdurrahman al-Khumais, hal. 12).
Tauhid yang benar adalah syarat diterimanya ibadah dan hamba harus berusaha melandasi segala aktivitasnya dengan ikhlas meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Iman akan semakin mekar di hati saat seorang hamba dengan berpegang pada Islam dan akan bahagia dan selamat hidupnya di dunia dan akhirat.
Giat belajar ilmu agama
Ilmu syariat akan menuntun seorang mukmin untuk lebih bertakwa dan takut pada Allah ‘Azza wa Jalla. Ilmu yang berkaitan dengan kewajiban kepada Allah ‘Azza wa Jalla, tentang agama Islam, tentang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, seputar fikih thaharah, shalat, halal-haram, dan ibadah lain yang disyariatkan Islam.
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: “…Ilmu itu membawa mereka (dengan tanpa mereka sadari) untuk merasakan hakikat (kesempurnaan dan kemanisan) iman, sehingga mereka merasakan ringan dan mudah (melaksanakan ibadah dan pendekatan diri kepada Allah subhanahu wa Ta’ala) yang semua ini dirasakan berat oleh orang-orang yang melampaui batas (sehingga lalai dari ilmu), dan mereka merasa senang dan suka (melakukan amalan-amalan shahih dan ketaatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla yang semua ini tidak disukai orang-orang yang jahil…” (Dinukil oleh Ibnul Qoyyim dalam Miftahu Daaris Sa’adah, 1/123).
Hadirilah majlis-majlis ilmu, yang mengajak pada petunjuk Al-Qur’an dan Sunnah, bacalah buku-buku agama yang bermanfaat yang selaras dengan syariat. Manfaatkan media-media yang islami yang telah dimudahkan Allah ‘Azza wa Jalla sesuai kebutuhan dan berhati-hatilah dari pemikiran yang menyimpang dari jalan yang lurus.
Bergaul dengan orang-orang shalih
Bergaul dengan teman atau sahabat yang shalih akan menguatkan iman, karena mereka senantiasa mengingatkan kita saat berbuat salah. Selalu memotivasi dan mendorong untuk lebih bertakwa.
Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu berkata: “Tiga hal yang apabila terdapat dalam diri seseorang, maka Allah akan memenuhi hatinya dengan keimanan, berteman dengan orang faqih (alim), membaca Al-Qur’an dan berpuasa” (Al-Adab Asy-Syar’iyah 111:538).
Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu berkata: “Janganlah berteman dengan pelaku dosa hingga engkau akan terbawa menjadi pelaku dosa” (Syarhus Sunnah Al-Baghawi, XIII:191).
Dunia negeri ujian
Kenikmatan dunia janganlah membuat silau hingga iman semakin menipis. Demikian pula ujian penderitaan dan kesempitan hidup tak sepantasnya kita gadaikan iman demi meraih nikmat dunia. Yakinlah dan berusahalah untuk mencapai puncak iman dalam segala kondisi, suka dan duka. Ketika dunia menyapa dengan segala pesonanya, maka ingatlah kematian, niscaya iman tak akan sirna.
Hasan Al-Bashri berkata: “Kematian meremehkan dunia dan tidak menyisakan kesenangan bagi orang yang berakal. Selagi seorang hamba hatinya selalu mengingat kematian, maka dunia akan terasa kecil di matanya dan segala apa yang ada di dalamnya menjadi remeh” (Minhajul Qashidin, hal. 366).
Keimanan harus selalu ditingkatkan dengan senantiasa memohon petunjuk Allah ‘Azza wa Jalla agar semakin kokoh dan mengakar di hati. Di antara doa yang diajarkan Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam adalah:
?? ???? ?????? ??? ???? ??? ????
“Wahai pembolak-balik hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu” (HR. Tirmidzi V/238, Ahmad IV/182, Hakim I/525,528. Dishahihkan dan disetujui oleh Adz-Dzahabi).
Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha mengatakan: “Do’a ini merupakan do’a yang banyak dibaca Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
Alangkah bagusnya nasehat Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu: “Iman itu tidak ubahnya seperti baju seseorang diantara kalian, terkadang ditanggalkan dan terkadang dipakainya. Demi Allah, tidaklah seorang hamba merasa aman atas imannya melainkan iman itu dicabut darinya, sehingga iapun kehilangan imannya” (Al-Wajiz Fi Aqidatis Salafish Shalih, Abdullah bin Abdul Hamid, hal. 95).
Wallahu a’lam.
Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa
Referensi:
1. Majalah As-Sunnah edisi 03/VII/1424H
2. Majalah Al-Furqon edisi 8 th V/1427H
3. Indahnya Islam Manisnya Iman, Abdullah bin Taslim Al-Butoni, 1427)
- Artikel Muslimah.or.id