Setiap yang berjiwa pasti akan meninggal. Ini sebuah ketetapan Allah ‘Azza wa Jalla yang harus kita yakini kebenarannya. Telah berlalu banyak ulama dan imam-imam yang meninggalkan dunia ini dengan jejak-jejak keshalihan, kekuatan ilmu, kebagusan akhlak, dan kesabaran mereka dalam menyampaikan kebenaran. Dan sederet prestasi ukhrawi lainnya yang hanya Allah Ta’ala yang Maha Mengetahuinya.
Wafatnya mereka semoga tidak menyurutkan semangat dan langkah kaum muslimin untuk menjalankan kewajibannya sebagai hamba-Nya yang bertakwa. Justru semakin menyadarkan kaum mukminin untuk lebih mengokohkan iman. Lebih menyatukan hati dan langkah dalam rangka meneladani sepak terjang mereka dalam rangka mentauhidkan Allah Ta’ala, menjalankan sunnah Rasul-Nya dan beragama yang lurus sebagaimana yang diaplikasikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ada beberapa atsar-atsar salaf berkaitan dengan wafatnya para ulama. Dari Al-Hasan al-Bashri rahimahullah, beliau menuturkan: “Para salaf berkata:
??? ?????? ???? ?? ??????? ?? ????? ??? ?? ???? ????? ? ??????
“Kematian seorang alim ibarat munculnya lubang dalam Islam, tidak ada sesuatupun yang dapat menutupinya selama pergantian malam dan siang” (Diriwayatkan oleh Ad-Darimi, no.234, Ahmad dalam Az-Zuhd, hal.262 dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jaami’ul Bayan, I/153. Dishahihkan oleh Ibnu Abdil Barr).
Dari Hilal bin Khabbab rahimahullah, ia berkata: “Aku bertanya kepada Sa’id bin Jubair :
?? ??? ??? ???? ! ?? ????? ???? ??????
”Wahai Abu ‘Abdillah, apa tanda kebiasaan manusia?”
Beliau menjawab :
??? ??? ???????
“Apabila ulama-ulama mereka telah wafat” (Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad, VI/262, Ibnu Abi Syaibah XV/40, Ad-Darimi no.251, Abu Nu’aim IV/276).
Keberadaan ulama yang benar-benar berpegang teguh pada Al-Kitab dan As-Sunnah yang shahih sangat dibutuhkan umat. Lebih-lebih di zaman fitnah saat ini. Ketika para pewaris Nabi telah wafat maka akan tersebar kebodohan, kesesatan dan berbagai ragam penyimpangan akidah, syariah dan akhlak. Ilmu-ilmu Allah akan mulai lenyap dan manusia akan mulai menghadapi banyak fitnah yang berkaitan dengan perkara dunia dan akhirat.
Ibnu Mas’ud rahimahullah berkata: “Hendaklah kalian berilmu sebelum ilmu dilenyapkan. Lenyapnya ilmu dengan wafatnya orang yang mengajarkannya. Seorang tidak mungkin dilahirkan dalam keadaan pandai, maka ilmu didapati dengan belajar” (Tahdzib Mau’idzatil Mu’minin, hal.16).
Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata: “Andaikan tidak ada ulama tentu manusia tidak beda dengan binatang” (Minhajul Qashidin, hal.15).
Para ulama rabbani memiliki kedudukan istimewa di sisi Allah Ta’ala dan dia juga di hati manusia. Melalui perantaraan mereka, ilmu-ilmu tersebar, sunnah-sunnah dikenal oleh manusia, kebahagiaan dan ketentraman hidup dalam naungan Islam pun terwujud.
Maimun bin Mahran rahimahullah berkata: “Sesungguhnya perumpamaan orang yang berilmu itu seperti perumpamaan mata air tawar di sebuah negeri” (Jami’ul Bayannil ‘Ilmi Wa Fadhilatihi, Ibnu Abdil Barr, hal. 93).
Sungguh kehidupan penuh berkah akan meliputi sebuah negeri tatkala diantara mereka ada ulama yang menyeru pada akidah yang shahih dan sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Khatib Al-Baghdadi berkata: “Manusia yang paling dekat derajatnya dengan kenabian adalah ahlul ilmi dan ahlul jihad. Ia berkata, “Ahlul ilmi adalah orang-orang yang menunjuki manusia sesuai dengan apa yang datang dari para rasul. Sedangkan ahlul jihad adalah orang-orang yang berjihad, sesuai dengan apa yang datang dari para rasul” (Al-Faqih Wal Mutafaqqih, I/35).
Semoga dengan paparan di atas tumbuh kecintaan kita kepada para alim ulama yang berpegang pada jalan Islam yang lurus. Semoga dengan membaca kisah-kisah perjuangan mereka, mendengar tausiyahnya, timbul perasaan cinta kita kepada mereka dan mendorong semangat kita untuk giat menuntut ilmu.
Ada sebuah pesan luar biasa yang bisa mencambuk diri agar antusias menelusuri jejak-jejak indah orang-orang shalih di sisi Allah Ta’ala. Umar bin Abdul Aziz rahimahullah mengatakan: “Jika engkau mampu, maka jadilah seorang ulama. Jika engkau tidak mampu, maka jadilah seorang penuntut ilmu. Jika engkau tidak mampu, maka cintailah mereka. Jika engkau tidak mampu, maka janganlah engkau membenci mereka” (Jami’ul Bayani ‘Ilmu Wa Fadhlihi, hal 143).
Wallahu a’lam.
Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa
Referensi: 6 Pilar Utama Dakwah Salafiyyah (terjemah), Syaikh Abdul Malik bin Ahmad Ramadhani, Pustaka Imam Asy Syafi’i, Bogor, 2004